PPP Berikan Empat Tanggapan soal Rencana Impor Garam
A
A
A
JAKARTA - Ketua Fraksi PPP di DPR, Reni Marlinawati mengatakan rencana pemerintah yang akan mengimpor garam industri sebanyak 3,7 juta ton perlu ditinjau ulang, termasuk dari sisi besaran jumlah. Untuk itu, Fraksi PPP memberikan empat tanggapan mengenai rencana yang dinilai tidak populis ini.
Pertama soal perbedaandata antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan Kementerian Koordinator Perekonomian soal besaran kebutuhan garam impor. KKP menyebut rencana besaran angka 3,7 juta ton terlalu besar, karena menurut data KKP hanya membutuhkan 2,1 juta ton garam impor. "Jadi perbedaan data antarkementerian ini harus terlebih dahulu clear di level pemerintah," ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (23/1/2018).
Kedua, kata Reni yang juga Wakil Ketua Umum PPP, kebijakan importasi garam industri ini tidak terlepas dari produksi garam nasional yang tidak mampu mencukupi kebutuhan di dalam negeri yang terdiri dari garam industri sebanyak 3 juta ton dan garam konsumsi sebanyak 750 ribu ton.
Seperti pada tahun 2016, produksi garam nasional hanya mampu memasok 144 ribu ton dan 30 ribu ton dari petani garam. "Jadi selain faktor produksi, faktor tata kelola pergaraman juga harus direformasi," tukasnya.
Karena itu, hal ketiga yaitu reformasi tata kelola pergaraman harus segera dilakukan opemerintah. Perbedaan pandangan di internal pemerintah merupakan bukti belum adanya tata kelola yag baik di sektor garam ini.
Seperti soal perdebatan siapa yang berhak melakukan impor garam, apakah PT Garam yang merupakan BUMN atau pihak lainnya. Termasuk kementerian mana yang lebih tepat dalam mengurus sektor garam apakah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) atau Kementerian Perdagangan?
"Perdebatan tersebut harus dituntaskan dengan bertujuan meletakkan sistem tata kelola garam yang ujungnya bagaimana meningkatkan produksi garam nasional serta memastikan proteksi terhadap pertani garam di Tanah Air," kata Reni.
Keempat, rencana kebijakan impor garam, termasuk impor beras merupakan kebijakan yang sama sekali tidak populer di mata publik. "Kami sebagai fraksi pendukung pemerintah mengingatkan soal visi misi pemerintah melalui Nawacita, khususnya terkait kedaulatan pangan. Kebijakan impor ini tentu bertolak belakang dari Nawacita berupa kedaulatan pangan. Pemerintah harus bersungguh-sungguh meletakkan sistem untuk memastikan kedaulatan pangan segera tegak di republik ini."
Pertama soal perbedaandata antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan Kementerian Koordinator Perekonomian soal besaran kebutuhan garam impor. KKP menyebut rencana besaran angka 3,7 juta ton terlalu besar, karena menurut data KKP hanya membutuhkan 2,1 juta ton garam impor. "Jadi perbedaan data antarkementerian ini harus terlebih dahulu clear di level pemerintah," ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (23/1/2018).
Kedua, kata Reni yang juga Wakil Ketua Umum PPP, kebijakan importasi garam industri ini tidak terlepas dari produksi garam nasional yang tidak mampu mencukupi kebutuhan di dalam negeri yang terdiri dari garam industri sebanyak 3 juta ton dan garam konsumsi sebanyak 750 ribu ton.
Seperti pada tahun 2016, produksi garam nasional hanya mampu memasok 144 ribu ton dan 30 ribu ton dari petani garam. "Jadi selain faktor produksi, faktor tata kelola pergaraman juga harus direformasi," tukasnya.
Karena itu, hal ketiga yaitu reformasi tata kelola pergaraman harus segera dilakukan opemerintah. Perbedaan pandangan di internal pemerintah merupakan bukti belum adanya tata kelola yag baik di sektor garam ini.
Seperti soal perdebatan siapa yang berhak melakukan impor garam, apakah PT Garam yang merupakan BUMN atau pihak lainnya. Termasuk kementerian mana yang lebih tepat dalam mengurus sektor garam apakah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) atau Kementerian Perdagangan?
"Perdebatan tersebut harus dituntaskan dengan bertujuan meletakkan sistem tata kelola garam yang ujungnya bagaimana meningkatkan produksi garam nasional serta memastikan proteksi terhadap pertani garam di Tanah Air," kata Reni.
Keempat, rencana kebijakan impor garam, termasuk impor beras merupakan kebijakan yang sama sekali tidak populer di mata publik. "Kami sebagai fraksi pendukung pemerintah mengingatkan soal visi misi pemerintah melalui Nawacita, khususnya terkait kedaulatan pangan. Kebijakan impor ini tentu bertolak belakang dari Nawacita berupa kedaulatan pangan. Pemerintah harus bersungguh-sungguh meletakkan sistem untuk memastikan kedaulatan pangan segera tegak di republik ini."
(ven)