Impor Garam, Menperin Sebut Sudah Dilakukan Sejak Lama
A
A
A
JAKARTA - Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto menegaskan, kebijakan untuk mempermudah pemenuhan kebutuhan bahan baku untuk industri sejalan dengan beberapa regulasi yang telah ada seperti Undang-Undang Perindustrian, UU Penanaman Modal, UU Perdagangan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2015 tentang Pembangunan Sumber Daya Industri.
Menurut Menperin, impor garam untuk kebutuhan industri bukan hal yang baru dan sudah dilakukan sejak beberapa tahun lalu. “Pemerintah mengimpor garam untuk kebutuhan industri. Sedangkan untuk garam konsumsi, masih akan dipenuhi oleh industri garam nasional,” jelasnya seperti dilansir situs resmi Kementerian Perindustrian (Kemenoperin)
Airlangga menjelaskan, persyaratan NaCl minimal kualitas garam untuk industri kimia adalah 97%, sedangkan garam konsumsi hanya sekitar 94%. “Garam untuk industri harus memenuhi persyaratan kualitas. Jaminan pasokan bahan baku secara berkesinambungan, dapat menunjang proses produksi, stok dan perluasan pabrik atau pengembangan investasi sektor industri,” jelasnya.
Sementara itu, lanjut dia, investor yang ingin membangun industri garam di dalam negeri perlu melakukan pendekatan untuk membebaskan lahan. “Kalau industri, harus bisa bebasin lahan. Kalau lahan tidak terbebaskan, lahan industrinya jadi tidak terbangun. Jadi, tergantung pendekatan, kalau serius mau investasi, pasti ada jalannya," tuturnya.
Berdasarkan data Kemenperin, struktur industri garam nasional, terdiri dari on-farm atau lahan garam, off-farm atau industri pengolahan garam, serta sektor-sektor industri pengguna garam. Saat ini, lahan garam yang tersedia seluas 28 ribu hektare dengan produktivitas 70 ton per hektare per tahun, menyerap tenaga kerja sebanyak 20 ribu orang dan menyumbang kepada PDB sebesar Rp72 miliar.
Selanjutnya, sektor off-farm, meliputi industri pengolahan garam rakyat atau garam konsumsi, industri pengolah garam untuk industri, dan industri pengolah garam untuk farmasi. Untuk industri garam konsumsi, terdapat 10 industri besar dan 500 unit skala industri kecil dan menengah (IKM). Sektor ini secara total menyerap tenaga kerja sebanyak 9.300 orang dengan jumlah kapasitas produksi mencapai 2,5 juta ton dan kontribusi terhadap PDB sebesar Rp250 miliar.
Sedangkan, pabrik pengolah garam industri, terdapat delapan perusahaan dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 4.030 orang, kapasitas produksi 1,4 juta ton, dan menyumbang untuk PDB sebesar Rp125 miliar. Selanjutnya, pabrik pengolah garam untuk industri farmasi, saat ini dimilikioleh PT Kimia Farma dengan jumlah 50 tenaga kerja, kapasitas produksi 2.000 ton, dan kontribusi ke PDB Rp18 miliar.
Kemudian, beberapa industri pengguna, antara lain industri CAP, yang terdiri dari 13 perusahaan dengan jumlah penyerapan tenaga kerja sebanyak 17.000 orang, nilai ekspor mencapai USD5,5 miliar, dan kontribusi terhadap PDB sebesar Rp65,3 triliun. Industri Aneka Pangan, terdapat 410 perusahaan dengan total tenaga kerja sebanyak 877.424 orang, nilai ekspor mencapai USD8,7 miliar, dan sumbangsih untuk PDB sebesar Rp586,5 triiun.
Industri Farmasi, saat ini meliputi 206 perusahaan dengan jumlah 50 ribu tenaga kerja, nilai ekspor mencapai USD0,64 miliar, dan kontribusi ke PDB sebesar Rp54,4 triliun. Selain itu, industri tekstil, terdapat 1.798 perusahaan dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 2,5 juta orang, nilai ekspor mencapai USD4,6 miliar, dan kontribusi terhadap PDB sebesar Rp34 triliun.
Menurut Menperin, impor garam untuk kebutuhan industri bukan hal yang baru dan sudah dilakukan sejak beberapa tahun lalu. “Pemerintah mengimpor garam untuk kebutuhan industri. Sedangkan untuk garam konsumsi, masih akan dipenuhi oleh industri garam nasional,” jelasnya seperti dilansir situs resmi Kementerian Perindustrian (Kemenoperin)
Airlangga menjelaskan, persyaratan NaCl minimal kualitas garam untuk industri kimia adalah 97%, sedangkan garam konsumsi hanya sekitar 94%. “Garam untuk industri harus memenuhi persyaratan kualitas. Jaminan pasokan bahan baku secara berkesinambungan, dapat menunjang proses produksi, stok dan perluasan pabrik atau pengembangan investasi sektor industri,” jelasnya.
Sementara itu, lanjut dia, investor yang ingin membangun industri garam di dalam negeri perlu melakukan pendekatan untuk membebaskan lahan. “Kalau industri, harus bisa bebasin lahan. Kalau lahan tidak terbebaskan, lahan industrinya jadi tidak terbangun. Jadi, tergantung pendekatan, kalau serius mau investasi, pasti ada jalannya," tuturnya.
Berdasarkan data Kemenperin, struktur industri garam nasional, terdiri dari on-farm atau lahan garam, off-farm atau industri pengolahan garam, serta sektor-sektor industri pengguna garam. Saat ini, lahan garam yang tersedia seluas 28 ribu hektare dengan produktivitas 70 ton per hektare per tahun, menyerap tenaga kerja sebanyak 20 ribu orang dan menyumbang kepada PDB sebesar Rp72 miliar.
Selanjutnya, sektor off-farm, meliputi industri pengolahan garam rakyat atau garam konsumsi, industri pengolah garam untuk industri, dan industri pengolah garam untuk farmasi. Untuk industri garam konsumsi, terdapat 10 industri besar dan 500 unit skala industri kecil dan menengah (IKM). Sektor ini secara total menyerap tenaga kerja sebanyak 9.300 orang dengan jumlah kapasitas produksi mencapai 2,5 juta ton dan kontribusi terhadap PDB sebesar Rp250 miliar.
Sedangkan, pabrik pengolah garam industri, terdapat delapan perusahaan dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 4.030 orang, kapasitas produksi 1,4 juta ton, dan menyumbang untuk PDB sebesar Rp125 miliar. Selanjutnya, pabrik pengolah garam untuk industri farmasi, saat ini dimilikioleh PT Kimia Farma dengan jumlah 50 tenaga kerja, kapasitas produksi 2.000 ton, dan kontribusi ke PDB Rp18 miliar.
Kemudian, beberapa industri pengguna, antara lain industri CAP, yang terdiri dari 13 perusahaan dengan jumlah penyerapan tenaga kerja sebanyak 17.000 orang, nilai ekspor mencapai USD5,5 miliar, dan kontribusi terhadap PDB sebesar Rp65,3 triliun. Industri Aneka Pangan, terdapat 410 perusahaan dengan total tenaga kerja sebanyak 877.424 orang, nilai ekspor mencapai USD8,7 miliar, dan sumbangsih untuk PDB sebesar Rp586,5 triiun.
Industri Farmasi, saat ini meliputi 206 perusahaan dengan jumlah 50 ribu tenaga kerja, nilai ekspor mencapai USD0,64 miliar, dan kontribusi ke PDB sebesar Rp54,4 triliun. Selain itu, industri tekstil, terdapat 1.798 perusahaan dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 2,5 juta orang, nilai ekspor mencapai USD4,6 miliar, dan kontribusi terhadap PDB sebesar Rp34 triliun.
(akr)