PLN Terus Matangkan Rencana Akuisisi Tambang Batu Bara
A
A
A
JAKARTA - Guna memastikan ketersediaan sumber daya batu bara bagi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) existing dan PLTU yang akan datang, PT PLN (Persero) terus mematangkan rencananya untuk mengakuisisi perusahaan tambang batu bara.
"Untuk menjamin security of supply batu bara, mendorong PLN memiliki konsesi pada perusahaan tambang atau penguasaan sumber tambang sesuai kebutuhan PLN," ungkap PLN dalam dokumen strategi penyediaan batu bara PLTU PLN dan IPP (independent power producer) yang diperoleh SINDOnews, Kamis (1/2/2018).
Dalam dokumen itu juga disebutkan bahwa selain untuk menjamin ketersediaan pasokan, langkah itu juga dilakukan untuk memastikan biaya bahan bakar (komponen C) masuk dalam batasan yang masih dapat diterima oleh bisnis PLN. Pasalnya, lebih dari dari 50% biaya pokok penyediaan listrik dipengaruhi oleh komponen bahan bakar, termasuk batu bara.
Sementara, harga batu bara menggunakan dasar HBA (harga batu bara acuan) yang sangat fluktuatif berdasarkan harga pasar internasional dan domestik. Maka, untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik dengan harga yang tetap dan ekonomis, PLN menilai harus memiliki jalur logistik serta tambang batu bara sendiri.
PLN dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2016-2026 mencatat, kebutuhan batu bara untuk pembangkit terus meningkat. Pada tahun 2016, tercatat kebutuhan sebesar 84,8 juta MT. Jumlah itu kemudian naik menjadi 85 juta MT di 2017 dan naik lagi menjadi 89 juta MT di 2018. Pada tahun 2026, diproyeksikan kebutuhannya mencapai 153 juta MT.
Artinya, hingga 2026 terdapat tambahan kebutuhan sebesar 68 juta MT yang harus segera direncanakan pemenuhan pasokannya untuk menjamin pasokan batu bara.
Strategi pengamanan pasokan batu bara tersebut antara lain memiliki tambang sendiri melalui anak perusahaan. Pilihannya termasuk greenfield project, yakni mengembangkan tambang dari prospecting sampai produksi atau brownfield project, yakni mengambil alih kepemilikan sebagian atau mayoritas saham. PLN juga mempertimbangkan kerja sama aliansi strategis dengan perusahaan tambang, jika kepemilikan tambang tidak memungkinkan.
Terkait dengan itu, PLN diketahui membidik potensi batu bara di Sumatera dan Kalimantan yang masing-masing memiliki cadangan sebesar 46% dan 54% dari total cadangan nasional. Untuk itu, PLN tengah menghitung potensi sejumlah perusahaan tambang batu bara untuk diakuisisi. Dalam hal ini, faktor utama yang dipertimbangkan PLN adalah ketersediaan infrastruktur logistik seperti tambang, jalan hauling, dan dermaga.
Sebelumnya, Direktur Pengadaan dan Strategis II PLN, Iwan Supangkat mengatakan, PLN berniat mengakuisisi tambang batu bara yang memiliki kalori 4.200 kkal ke atas. "Porsi sahamnya bisa 30%, 40%, atau 50%," katanya beberapa waktu lalu.
Iwan menegaskan, jika PLN terus mengandalkan peran pihak ketiga, sulit bagi BUMN itu untuk mengontrol harga jual listrik ke masyarakat.
Sementara, Direktur Utama PLN Sofyan Basir seusai menemui Presiden Joko Widodo untuk melaporkan mengenai perkembangan harga batu bara, Kamis (1/2/2018) mengatakan, pihaknya berharap harga batu bara yang harus dipasarkan di dalam negeri (domestic market obligation/DMO) dapat ditekan kembali menjadi USD60 per MT. Jika harga batu bara dapat diatur, kata dia, maka tarif listrik tak perlu naik.
"Untuk menjamin security of supply batu bara, mendorong PLN memiliki konsesi pada perusahaan tambang atau penguasaan sumber tambang sesuai kebutuhan PLN," ungkap PLN dalam dokumen strategi penyediaan batu bara PLTU PLN dan IPP (independent power producer) yang diperoleh SINDOnews, Kamis (1/2/2018).
Dalam dokumen itu juga disebutkan bahwa selain untuk menjamin ketersediaan pasokan, langkah itu juga dilakukan untuk memastikan biaya bahan bakar (komponen C) masuk dalam batasan yang masih dapat diterima oleh bisnis PLN. Pasalnya, lebih dari dari 50% biaya pokok penyediaan listrik dipengaruhi oleh komponen bahan bakar, termasuk batu bara.
Sementara, harga batu bara menggunakan dasar HBA (harga batu bara acuan) yang sangat fluktuatif berdasarkan harga pasar internasional dan domestik. Maka, untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik dengan harga yang tetap dan ekonomis, PLN menilai harus memiliki jalur logistik serta tambang batu bara sendiri.
PLN dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2016-2026 mencatat, kebutuhan batu bara untuk pembangkit terus meningkat. Pada tahun 2016, tercatat kebutuhan sebesar 84,8 juta MT. Jumlah itu kemudian naik menjadi 85 juta MT di 2017 dan naik lagi menjadi 89 juta MT di 2018. Pada tahun 2026, diproyeksikan kebutuhannya mencapai 153 juta MT.
Artinya, hingga 2026 terdapat tambahan kebutuhan sebesar 68 juta MT yang harus segera direncanakan pemenuhan pasokannya untuk menjamin pasokan batu bara.
Strategi pengamanan pasokan batu bara tersebut antara lain memiliki tambang sendiri melalui anak perusahaan. Pilihannya termasuk greenfield project, yakni mengembangkan tambang dari prospecting sampai produksi atau brownfield project, yakni mengambil alih kepemilikan sebagian atau mayoritas saham. PLN juga mempertimbangkan kerja sama aliansi strategis dengan perusahaan tambang, jika kepemilikan tambang tidak memungkinkan.
Terkait dengan itu, PLN diketahui membidik potensi batu bara di Sumatera dan Kalimantan yang masing-masing memiliki cadangan sebesar 46% dan 54% dari total cadangan nasional. Untuk itu, PLN tengah menghitung potensi sejumlah perusahaan tambang batu bara untuk diakuisisi. Dalam hal ini, faktor utama yang dipertimbangkan PLN adalah ketersediaan infrastruktur logistik seperti tambang, jalan hauling, dan dermaga.
Sebelumnya, Direktur Pengadaan dan Strategis II PLN, Iwan Supangkat mengatakan, PLN berniat mengakuisisi tambang batu bara yang memiliki kalori 4.200 kkal ke atas. "Porsi sahamnya bisa 30%, 40%, atau 50%," katanya beberapa waktu lalu.
Iwan menegaskan, jika PLN terus mengandalkan peran pihak ketiga, sulit bagi BUMN itu untuk mengontrol harga jual listrik ke masyarakat.
Sementara, Direktur Utama PLN Sofyan Basir seusai menemui Presiden Joko Widodo untuk melaporkan mengenai perkembangan harga batu bara, Kamis (1/2/2018) mengatakan, pihaknya berharap harga batu bara yang harus dipasarkan di dalam negeri (domestic market obligation/DMO) dapat ditekan kembali menjadi USD60 per MT. Jika harga batu bara dapat diatur, kata dia, maka tarif listrik tak perlu naik.
(fjo)