BI Sambut Asesmen IMF terkait Perekonomian Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menyambut baik hasil asesmen Dana Moneter Internasional (IMF) terhadap perekonomian Indonesia 2017 yang menilai perekonomian Indonesia terus menunjukkan kinerja yang baik dengan pertumbuhan ekonomi stabil, makroekonomi terjaga, sehingga risiko sistemik dapat terkendali.
IMF dalam asesmennya terhadap Indonesia menyatakan bahwa saat ini Indonesia berada pada posisi yang baik dalam mengatasi berbagai tantangan socio-economy.
Menurut Gubernur Bank Indonesia, Agus DW Martowardojo, IMF memperkirakan bahwa dengan skenario reformasi fiskal dan reformasi lainnya pertumbuhan potensial Indonesia dapat mencapai 6,5% pada jangka menengah (2022).
Para Direktur Eksekutif IMF dalam pertemuan tersebut juga memuji perekonomian Indonesia dan menyambut baik fokus bauran kebijakan jangka pendek otoritas yang ditujukan untuk mendukung pertumbuhan sekaligus menjaga stabilitas.
"Selain itu, dewan direktur juga memandang positif upaya otoritas yang memfokuskan pengeluaran publik ke sektor-sektor prioritas dan menyambut baik kemajuan investasi infrastruktur di Indonesia," kata Agus di Jakarta, Rabu (7/2/2018).
Para Direktur Eksekutif IMF juga menekankan bahwa tahapan reformasi fiskal struktural yang baik harus menjadi prioritas. Sehingga, bisa dilakukan mobilisasi penghasilan negara untuk mendukung kebutuhan pembiayaan pembangunan lainnya.
Ke depan, dewan direktur memandang outlook perekonomian Indonesia positif namun menekankan perlunya tetap waspada terhadap berbagai risiko. Agus menuturkan, pandangan IMF tersebut sejalan dengan hasil asesmen BI yang meyakini bahwa resiliensi perekonomian Indonesia semakin membaik.
Inflasi selama 2017 berada pada level yang rendah sebesar 3,61% (yoy) sehingga dalam tiga tahun terakhir secara konsisten inflasi berhasil dikendalikan dalam kisaran sasaran. Inflasi yang terjaga pada level yang rendah dan stabil tersebut memberikan suasana yang kondusif bagi upaya penguatan momentum pemulihan ekonomi domestik.
"Pertumbuhan ekonomi 2017 mencapai 5,07% ditopang perbaikan investasi infrastruktur oleh pemerintah dan peran investasi swasta," paparnya.
Selain itu, membaiknya resiliensi ditandai dengan neraca transaksi berjalan yang sehat dan aliran masuk modal asing yang tinggi, serta nilai tukar rupiah yang stabil.
"Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir 2017 mencapai rekor tertinggi dalam sejarah, yaitu sebesar USD130,2 miliar," imbuhnya.
Sejalan dengan hal itu, sambung Agus, stabilitas sistem keuangan selama 2017 juga tetap terjaga. Ke depan, pertumbuhan ekonomi 2018 diperkirakan meningkat pada kisaran 5,1%-5,5% dengan inflasi diproyeksikan berada pada kisaran 3,5±1%.
Adapun defisit transaksi berjalan diperkirakan tetap terkendali pada kisaran 2%-2,5% dari PDB, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi domestik. BI memandang, pencapaian positif tersebut tidak terlepas dari hasil sinergi kebijakan yang telah berjalan baik selama ini.
Di sektor fiskal, pemerintah telah menjalankan reformasi perpajakan dan meningkatkan kualitas pengeluaran anggaran terutama untuk proyek infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Sementara di sektor riil, pemerintah telah melakukan upaya-upaya untuk memperbaiki iklim investasi dan merevisi ketentuan terkait investasi infrastruktur guna mendorong percepatan pembangunan proyek-proyek infrastruktur.
BI senantiasa mengoptimalkan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran guna menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Agus juga menekankan bahwa kebijakan makroekonomi yang ditempuh secara konsisten dan terukur oleh pemerintah dan BI menjadi faktor penopang utama membaiknya kinerja perekonomian nasional.
"BI memandang bahwa terdapat peluang untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi domestik yang lebih kuat dan berkelanjutan melalui penguatan implementasi reformasi struktural," imbuhnya.
Karena itu, BI akan terus memperkuat koordinasi kebijakan bersama pemerintah untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta mendukung upaya pemerintah untuk melaksanakan reformasi struktural yang menyeluruh.
IMF dalam asesmennya terhadap Indonesia menyatakan bahwa saat ini Indonesia berada pada posisi yang baik dalam mengatasi berbagai tantangan socio-economy.
Menurut Gubernur Bank Indonesia, Agus DW Martowardojo, IMF memperkirakan bahwa dengan skenario reformasi fiskal dan reformasi lainnya pertumbuhan potensial Indonesia dapat mencapai 6,5% pada jangka menengah (2022).
Para Direktur Eksekutif IMF dalam pertemuan tersebut juga memuji perekonomian Indonesia dan menyambut baik fokus bauran kebijakan jangka pendek otoritas yang ditujukan untuk mendukung pertumbuhan sekaligus menjaga stabilitas.
"Selain itu, dewan direktur juga memandang positif upaya otoritas yang memfokuskan pengeluaran publik ke sektor-sektor prioritas dan menyambut baik kemajuan investasi infrastruktur di Indonesia," kata Agus di Jakarta, Rabu (7/2/2018).
Para Direktur Eksekutif IMF juga menekankan bahwa tahapan reformasi fiskal struktural yang baik harus menjadi prioritas. Sehingga, bisa dilakukan mobilisasi penghasilan negara untuk mendukung kebutuhan pembiayaan pembangunan lainnya.
Ke depan, dewan direktur memandang outlook perekonomian Indonesia positif namun menekankan perlunya tetap waspada terhadap berbagai risiko. Agus menuturkan, pandangan IMF tersebut sejalan dengan hasil asesmen BI yang meyakini bahwa resiliensi perekonomian Indonesia semakin membaik.
Inflasi selama 2017 berada pada level yang rendah sebesar 3,61% (yoy) sehingga dalam tiga tahun terakhir secara konsisten inflasi berhasil dikendalikan dalam kisaran sasaran. Inflasi yang terjaga pada level yang rendah dan stabil tersebut memberikan suasana yang kondusif bagi upaya penguatan momentum pemulihan ekonomi domestik.
"Pertumbuhan ekonomi 2017 mencapai 5,07% ditopang perbaikan investasi infrastruktur oleh pemerintah dan peran investasi swasta," paparnya.
Selain itu, membaiknya resiliensi ditandai dengan neraca transaksi berjalan yang sehat dan aliran masuk modal asing yang tinggi, serta nilai tukar rupiah yang stabil.
"Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir 2017 mencapai rekor tertinggi dalam sejarah, yaitu sebesar USD130,2 miliar," imbuhnya.
Sejalan dengan hal itu, sambung Agus, stabilitas sistem keuangan selama 2017 juga tetap terjaga. Ke depan, pertumbuhan ekonomi 2018 diperkirakan meningkat pada kisaran 5,1%-5,5% dengan inflasi diproyeksikan berada pada kisaran 3,5±1%.
Adapun defisit transaksi berjalan diperkirakan tetap terkendali pada kisaran 2%-2,5% dari PDB, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi domestik. BI memandang, pencapaian positif tersebut tidak terlepas dari hasil sinergi kebijakan yang telah berjalan baik selama ini.
Di sektor fiskal, pemerintah telah menjalankan reformasi perpajakan dan meningkatkan kualitas pengeluaran anggaran terutama untuk proyek infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Sementara di sektor riil, pemerintah telah melakukan upaya-upaya untuk memperbaiki iklim investasi dan merevisi ketentuan terkait investasi infrastruktur guna mendorong percepatan pembangunan proyek-proyek infrastruktur.
BI senantiasa mengoptimalkan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran guna menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Agus juga menekankan bahwa kebijakan makroekonomi yang ditempuh secara konsisten dan terukur oleh pemerintah dan BI menjadi faktor penopang utama membaiknya kinerja perekonomian nasional.
"BI memandang bahwa terdapat peluang untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi domestik yang lebih kuat dan berkelanjutan melalui penguatan implementasi reformasi struktural," imbuhnya.
Karena itu, BI akan terus memperkuat koordinasi kebijakan bersama pemerintah untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta mendukung upaya pemerintah untuk melaksanakan reformasi struktural yang menyeluruh.
(izz)