Tingkat Konsumsi Ikan di Sleman Rendah, Ini Langkah Menteri Susi
A
A
A
SLEMAN - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan tantangan ke depan bangsa Indonesia adalah memenuhi kebutuhan pangan. Dan di tengah persaingan global, bukan hanya membutuhkan pangan yang cukup, juga harus memiliki nilai gizi. Sebab gizi akan berpengaruh dengan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Jika nilai gizi tinggi, maka kualitas SDM juga akan meningkat namun sebaliknya jika nilai gizi kurang, tentu kualitas SDM juga akan rendah. Satu diantara pangan yang memilki nilai gizi yang tinggi yakni ikan. Sehingga ikan akan menjadi komoditas yang penting.
"Untuk itu, berbagai upaya terus dilakukan untuk meningkatkan produksi ikan. Diantaranya dengan budidaya ikan air tawar," kata Susi saat melihat pemanfaatan micro buble generator (MBG) untuk budidaya ikan di Bokesan, Sindumartani, Ngemplak, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (20/2/2018).
Namun kendala yang ada saat ini, masyarakat Indonesia masih susah makan ikan. Bahkan di Yogyakarta, termasuk Sleman, tingkat konsumsi ikan paling rendah di Indonesia. Untuk itu, Susi meminta agar kebiasaan makan ikan harus dimulai. Apalagi budidaya ikan di Sleman cukup bagus. Harusnya konsumsi ikan juga semakin meningkat.
"Ikan dari Sleman jangan hanya dikirim ke luar daerah, tapi juga harus dimakan supaya sehat dan pintar. Kalau tidak makan ikan nanti saya tenggelamkan," ujar Susi dengan gaya andalannya.
Selain melihat penerapan teknologi MBG untuk budidaya ikan, dalam kesempatan itu, Susi juga melakukan panen ikan hasil budidaya MBG dan diakhiri dengan dialog dengan para petani dan penyuluh perikanan.
Bupati Sleman Sri Purnomo mengakui meski tingkat produksi ikan konsumsi di Sleman cukup tinggi, yakni 49 ribu ton, tetapi untuk tingkat konsumsi memang masih sangat rendah. Dari standar nasional, rata-rata konsumsi ikan per kapita per tahun adalah 50 kg, tetapi di Sleman hanya sekitar 27 kg per kapita per tahun atau hanya separuhnya.
"Tingkat produksi ikan di Sleman sebenarnya tinggi tapi kebanyakan ikan dijual tidak untuk dikonsumsi sendiri. Untuk itu terus berupaya meningkatkan konsumsi ikan. Diantaranya dengan kampanye Gemari," ungkap bupati dua periode itu.
Jika nilai gizi tinggi, maka kualitas SDM juga akan meningkat namun sebaliknya jika nilai gizi kurang, tentu kualitas SDM juga akan rendah. Satu diantara pangan yang memilki nilai gizi yang tinggi yakni ikan. Sehingga ikan akan menjadi komoditas yang penting.
"Untuk itu, berbagai upaya terus dilakukan untuk meningkatkan produksi ikan. Diantaranya dengan budidaya ikan air tawar," kata Susi saat melihat pemanfaatan micro buble generator (MBG) untuk budidaya ikan di Bokesan, Sindumartani, Ngemplak, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (20/2/2018).
Namun kendala yang ada saat ini, masyarakat Indonesia masih susah makan ikan. Bahkan di Yogyakarta, termasuk Sleman, tingkat konsumsi ikan paling rendah di Indonesia. Untuk itu, Susi meminta agar kebiasaan makan ikan harus dimulai. Apalagi budidaya ikan di Sleman cukup bagus. Harusnya konsumsi ikan juga semakin meningkat.
"Ikan dari Sleman jangan hanya dikirim ke luar daerah, tapi juga harus dimakan supaya sehat dan pintar. Kalau tidak makan ikan nanti saya tenggelamkan," ujar Susi dengan gaya andalannya.
Selain melihat penerapan teknologi MBG untuk budidaya ikan, dalam kesempatan itu, Susi juga melakukan panen ikan hasil budidaya MBG dan diakhiri dengan dialog dengan para petani dan penyuluh perikanan.
Bupati Sleman Sri Purnomo mengakui meski tingkat produksi ikan konsumsi di Sleman cukup tinggi, yakni 49 ribu ton, tetapi untuk tingkat konsumsi memang masih sangat rendah. Dari standar nasional, rata-rata konsumsi ikan per kapita per tahun adalah 50 kg, tetapi di Sleman hanya sekitar 27 kg per kapita per tahun atau hanya separuhnya.
"Tingkat produksi ikan di Sleman sebenarnya tinggi tapi kebanyakan ikan dijual tidak untuk dikonsumsi sendiri. Untuk itu terus berupaya meningkatkan konsumsi ikan. Diantaranya dengan kampanye Gemari," ungkap bupati dua periode itu.
(ven)