90% Bahan Obat Impor, Pemerintah Genjot Investasi Bidang Farmasi
A
A
A
BEKASI - Pemerintah terus menggenjot investasi dalam bidang farmasi. Kebijakan ini dilakukan mengingat 99% pasokan bahan baku untuk obat masih berasal dari luar negeri atau impor.
Upaya ini dinilai sejalan dengan program jaminan kesehatan nasional (JKN) yang sudah mencapai 193.144.982 jiwa atau 74,3% dari jumlah penduduk Indonesia. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa JKN yang dimiliki Indonesia saat ini bisa dikatakan sebagai yang terbesar di dunia.
Bahkan, Amerika sebagai negara dengan penduduk terbesar ketiga tidak menyediakan jaminan kesehatan seperti Indonesia. “Artinya apa? Investor yang berinvestasi di Indonesia bisa berinvestasi dengan penuh keyakinan. Iya dong karena (pangsa) pasar besar sekali,” ungkap Presiden saat peresmian pabrik bahan baku obat dan produk biologi PT Kalbio Global Medika di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, kemarin.
Selain karena JKN, Jokowi menilai dengan pertumbuhan ekonomi yang konsisten dan banyaknya masyarakat yang masuk dalam golongan kelas menengah maka akan membuat permintaan produk industri farmasi bertambah. Dia pun meyakinkan bahwa peluang industri farmasi masih terbuka sangat lebar.
“Dengan perkembangan sosial dan ekonomi seperti ini, yang namanya bioteknologi menjadi sangat penting. Obat-obat bioteknologi yang molekul besar seperti obat-obat kanker atau onkologi, permintaan juga sangat banyak dan sangat membeludak,” katanya.
Jokowi menuturkan adanya kebutuhan-kebutuhan tersebut membuat pengembangan industri di bidang farmasi semakin mendesak.
Dia pun terus menggenjot untuk membangun kapasitas industri farmasi dalam negeri. “Ini penting sekali. Jangan sampai kita impor, impor, impor. Marilah bersama-sama kita berpikir untuk investasi di bidang-bidang bahan-bahan yang kita masih impor,” tuturnya.
Lebih lanjut, Jokowi pun mengapresiasi peresmian pabrik bahan baku obat dan produk biologi milik PT Kalbio Global Medika.
Mantan gubernur DKI Jakarta ini menuturkan bahwa peresmian pabrik yang telah dibangun selama tiga tahun tersebut memiliki tiga aspek penting. “Pertama di sisi investasi, yang kedua di sisi inovasi teknologi, yang ketiga di bidang kesehatan. Jadi, tiga aspek kena sekaligus di acara pagi hari ini,” ungkapnya.
Dia mengatakan pendirian pabrik ini merupakan wujud investasi yang akan meningkatkan kapabilitas produksi dalam negeri. Selain itu, pabrik ini dinilai sebagai bagian lompatan inovasi teknologi. Pasalnya, bukan hanya pabrik bahan obat biasa, melainkan juga berbasis bioteknologi.
Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F Moeloek mengatakan, adanya JKN memberikan dampak dalam peningkatan kebutuhan obat yang dipergunakan. Maka itu, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menjamin ketersediaan seluruh obat yang digunakan.
“Untuk itu, kita memang memerlukan industri yang pelaku produsen penyediaan obat. Hampir seluruh kebutuhan di Indonesia termasuk ketersediaan biologi selain vaksin masih dipenuhi masih impor,” ungkapnya.
Kemenkes berusaha menyiasati agar Indonesia dapat memproduksi sendiri dan mengurangi ketergantungan terhadap negara lain.
Selain itu, dengan memproduksi sendiri diharapkan biaya pengobatan akan dapat lebih terjangkau.
“Selama ini, bahan baku obat memang berasal dari bahan kimia yang kita impor umumnya dari India dan Republik Rakyat China (RRC). Namun, saya juga mendorong agar kiranya kita mempunyai tanaman asli Indonesia, di mana herbal ataupun suplemen dan hal-hal lain juga bisa di dorong untuk kita tingkatkan dalam hal ini,” paparnya.
Kementerian Kesehatan juga terus membangun kemitraan untuk menarik investasi dalam bidang farmasi dan alat kesehatan. Dalam bidang farmasi sendiri sudah dilakukan kerja sama dengan beberapa negara seperti China, Korea Selatan, Jerman, Spanyol, dan India.
“Mengenai industri alat kesehatan, kami menyadari kita harus mendorong agar minimal alat kesehatan dasar harus dibuat di dalam negeri. Kerjasama dilakukan dengan Jepang, Yordania, Amerika Serikat, dan Cina. Jadi, kami mendorong untuk industri farmasi dan alat kesehatan untuk dapat kemandirian dan bekerja sama dengan negara asing,” jelasnya.
Presiden Direktur PT Kalbe Farma Tbk Vidjongtius mengatakan tantangan yang dihadapi industri farmasi adalah tidak tersedianya bahan baku dari dalam negeri. Dia mengatakan lebih dari 90% bahan baku obat saat ini masih harus diimpor. “Bahkan, bahan baku canggih seperti produk-produk biologi masih 100% diimpor,” ungkapnya.
Oleh karena itu, untuk memas tikan ketahanan dan kemandirian obat perlu didorong produksi bahan baku obat di dalam negeri, di mana telah disusun payung kebijakan untuk mendorong hal tersebut mulai inpres sampai permenkes.
“Road map industri farmasi juga telah disusun untuk mengembangkan empat pilar, yaitu produk biologi, vaksin, herbal, dan zat aktif kimia,” ujarnya. (Dita Angga)
Upaya ini dinilai sejalan dengan program jaminan kesehatan nasional (JKN) yang sudah mencapai 193.144.982 jiwa atau 74,3% dari jumlah penduduk Indonesia. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa JKN yang dimiliki Indonesia saat ini bisa dikatakan sebagai yang terbesar di dunia.
Bahkan, Amerika sebagai negara dengan penduduk terbesar ketiga tidak menyediakan jaminan kesehatan seperti Indonesia. “Artinya apa? Investor yang berinvestasi di Indonesia bisa berinvestasi dengan penuh keyakinan. Iya dong karena (pangsa) pasar besar sekali,” ungkap Presiden saat peresmian pabrik bahan baku obat dan produk biologi PT Kalbio Global Medika di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, kemarin.
Selain karena JKN, Jokowi menilai dengan pertumbuhan ekonomi yang konsisten dan banyaknya masyarakat yang masuk dalam golongan kelas menengah maka akan membuat permintaan produk industri farmasi bertambah. Dia pun meyakinkan bahwa peluang industri farmasi masih terbuka sangat lebar.
“Dengan perkembangan sosial dan ekonomi seperti ini, yang namanya bioteknologi menjadi sangat penting. Obat-obat bioteknologi yang molekul besar seperti obat-obat kanker atau onkologi, permintaan juga sangat banyak dan sangat membeludak,” katanya.
Jokowi menuturkan adanya kebutuhan-kebutuhan tersebut membuat pengembangan industri di bidang farmasi semakin mendesak.
Dia pun terus menggenjot untuk membangun kapasitas industri farmasi dalam negeri. “Ini penting sekali. Jangan sampai kita impor, impor, impor. Marilah bersama-sama kita berpikir untuk investasi di bidang-bidang bahan-bahan yang kita masih impor,” tuturnya.
Lebih lanjut, Jokowi pun mengapresiasi peresmian pabrik bahan baku obat dan produk biologi milik PT Kalbio Global Medika.
Mantan gubernur DKI Jakarta ini menuturkan bahwa peresmian pabrik yang telah dibangun selama tiga tahun tersebut memiliki tiga aspek penting. “Pertama di sisi investasi, yang kedua di sisi inovasi teknologi, yang ketiga di bidang kesehatan. Jadi, tiga aspek kena sekaligus di acara pagi hari ini,” ungkapnya.
Dia mengatakan pendirian pabrik ini merupakan wujud investasi yang akan meningkatkan kapabilitas produksi dalam negeri. Selain itu, pabrik ini dinilai sebagai bagian lompatan inovasi teknologi. Pasalnya, bukan hanya pabrik bahan obat biasa, melainkan juga berbasis bioteknologi.
Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F Moeloek mengatakan, adanya JKN memberikan dampak dalam peningkatan kebutuhan obat yang dipergunakan. Maka itu, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menjamin ketersediaan seluruh obat yang digunakan.
“Untuk itu, kita memang memerlukan industri yang pelaku produsen penyediaan obat. Hampir seluruh kebutuhan di Indonesia termasuk ketersediaan biologi selain vaksin masih dipenuhi masih impor,” ungkapnya.
Kemenkes berusaha menyiasati agar Indonesia dapat memproduksi sendiri dan mengurangi ketergantungan terhadap negara lain.
Selain itu, dengan memproduksi sendiri diharapkan biaya pengobatan akan dapat lebih terjangkau.
“Selama ini, bahan baku obat memang berasal dari bahan kimia yang kita impor umumnya dari India dan Republik Rakyat China (RRC). Namun, saya juga mendorong agar kiranya kita mempunyai tanaman asli Indonesia, di mana herbal ataupun suplemen dan hal-hal lain juga bisa di dorong untuk kita tingkatkan dalam hal ini,” paparnya.
Kementerian Kesehatan juga terus membangun kemitraan untuk menarik investasi dalam bidang farmasi dan alat kesehatan. Dalam bidang farmasi sendiri sudah dilakukan kerja sama dengan beberapa negara seperti China, Korea Selatan, Jerman, Spanyol, dan India.
“Mengenai industri alat kesehatan, kami menyadari kita harus mendorong agar minimal alat kesehatan dasar harus dibuat di dalam negeri. Kerjasama dilakukan dengan Jepang, Yordania, Amerika Serikat, dan Cina. Jadi, kami mendorong untuk industri farmasi dan alat kesehatan untuk dapat kemandirian dan bekerja sama dengan negara asing,” jelasnya.
Presiden Direktur PT Kalbe Farma Tbk Vidjongtius mengatakan tantangan yang dihadapi industri farmasi adalah tidak tersedianya bahan baku dari dalam negeri. Dia mengatakan lebih dari 90% bahan baku obat saat ini masih harus diimpor. “Bahkan, bahan baku canggih seperti produk-produk biologi masih 100% diimpor,” ungkapnya.
Oleh karena itu, untuk memas tikan ketahanan dan kemandirian obat perlu didorong produksi bahan baku obat di dalam negeri, di mana telah disusun payung kebijakan untuk mendorong hal tersebut mulai inpres sampai permenkes.
“Road map industri farmasi juga telah disusun untuk mengembangkan empat pilar, yaitu produk biologi, vaksin, herbal, dan zat aktif kimia,” ujarnya. (Dita Angga)
(nfl)