Pertumbuhan Kredit Rendah Akibat Permintaan Masih Lesu
A
A
A
JAKARTA - Pengamat ekonomi dari Asian Development Bank (ADB) Institute, Eric Sugandi mengatakan, dari sisi demand, pertumbuhan kredit melambat di awal tahun karena perusahaan-perusahaan cenderung mengurangi pinjaman di awal tahun karena pasca libur, aktivitas perusahaan masih agak lambat dan baru mulai meningkat pada bulan bulan berikutnya.
"Kalau dilihat dari nilai nominalnya, kredit investasi masih naik tipis, sementara kredit konsumsi turun tipis. Belanja baru konsumsi biasanya lebih tinggi di Desember karena faktor seasonal Natal dan jelang tahun baru, dan kredit modal kerja turun. Ini menggambarkan masih belum terlalu aktifnya kegitan produksi," jelas dia saat dihubungi, Rabu (28/2/2018).
Dari sisi supply, suku bunga kredit sedikit mengalami kenaikan sehingga juga berpengaruh pada pertumbuhan kredit di Januari 2018, walau tidak sebesar pengaruh dari sisi demand kredit. "Saya perkirakan kredit bisa tumbuh 9%-11% per akhir tahun ini. Sedangkan pada bulan-bulan mendatang sampai akhir tahun, kredit bisa tumbuh lebih cepat karena peningkatan aktivitas ekonomi," jelasnya.
Lebih lanjut dia menuturkan, penurunan suku bunga kredit oleh bank tentunya untuk mendorong pertumbuhan kredit dari bank-bank yang bersangkutan. "Dan ini dimungkinkan karena suku bunga simpanan (cost of funds) turun dalam dua tahun terakhir karena pelonggaran kebijakan moneter oleh Bank Indonesia," urai dia.
Ekonom Indef, Bhima Yudhistira menuturkan, faktor rendahnya pertumbuhan kredit karena sisi permintaan masih lesu. Ini terlihat dari kredit yang tidak disalurkan mencapai Rp1.400 triliun lebih. "Bank sudah siapkan dana dan promosi bunga murah tapi debitur belum berani mengambil kredit baru," kata Bhima saat dihubungi, Rabu (28/2/2018).
Ke depannya, diharapkan dengan perbaikan konsumsi rumah tangga, dan membaiknya kinerja ekspor bisa mendorong pertumbuhan kredit lebih baik tahun ini. Diproyeksi pertumbuhan kredit 2018 dikisaran 8,5%-9%.
Akan tetapi, lanjut dia, banyaknya perbankan yang menurunkan bunga murah ada kemungkinan ekonomi tidak jalan karena ekonomi melambat daya beli juga rendah. Untuk pelaku usaha dengan kondisi permintaan yang masih rendah plus tahun politik, mereka lebih banyak tahan ekspansi usaha.
Menurut dia, kuncinya di pemulihan ekonomi, di mana inflasi harus dijaga rendah, daya beli harus lebih baik. Pemerintah juga harus memberi lebih banyak stimulus ke sektor industri. "Pokok masalahnya ada di demand side. Solusinya juga di sana, tidak bisa andalkan bank karena mereka harus menghindari ekspansi kredit ketika NPL masih 2,9%," pungkasnya.
"Kalau dilihat dari nilai nominalnya, kredit investasi masih naik tipis, sementara kredit konsumsi turun tipis. Belanja baru konsumsi biasanya lebih tinggi di Desember karena faktor seasonal Natal dan jelang tahun baru, dan kredit modal kerja turun. Ini menggambarkan masih belum terlalu aktifnya kegitan produksi," jelas dia saat dihubungi, Rabu (28/2/2018).
Dari sisi supply, suku bunga kredit sedikit mengalami kenaikan sehingga juga berpengaruh pada pertumbuhan kredit di Januari 2018, walau tidak sebesar pengaruh dari sisi demand kredit. "Saya perkirakan kredit bisa tumbuh 9%-11% per akhir tahun ini. Sedangkan pada bulan-bulan mendatang sampai akhir tahun, kredit bisa tumbuh lebih cepat karena peningkatan aktivitas ekonomi," jelasnya.
Lebih lanjut dia menuturkan, penurunan suku bunga kredit oleh bank tentunya untuk mendorong pertumbuhan kredit dari bank-bank yang bersangkutan. "Dan ini dimungkinkan karena suku bunga simpanan (cost of funds) turun dalam dua tahun terakhir karena pelonggaran kebijakan moneter oleh Bank Indonesia," urai dia.
Ekonom Indef, Bhima Yudhistira menuturkan, faktor rendahnya pertumbuhan kredit karena sisi permintaan masih lesu. Ini terlihat dari kredit yang tidak disalurkan mencapai Rp1.400 triliun lebih. "Bank sudah siapkan dana dan promosi bunga murah tapi debitur belum berani mengambil kredit baru," kata Bhima saat dihubungi, Rabu (28/2/2018).
Ke depannya, diharapkan dengan perbaikan konsumsi rumah tangga, dan membaiknya kinerja ekspor bisa mendorong pertumbuhan kredit lebih baik tahun ini. Diproyeksi pertumbuhan kredit 2018 dikisaran 8,5%-9%.
Akan tetapi, lanjut dia, banyaknya perbankan yang menurunkan bunga murah ada kemungkinan ekonomi tidak jalan karena ekonomi melambat daya beli juga rendah. Untuk pelaku usaha dengan kondisi permintaan yang masih rendah plus tahun politik, mereka lebih banyak tahan ekspansi usaha.
Menurut dia, kuncinya di pemulihan ekonomi, di mana inflasi harus dijaga rendah, daya beli harus lebih baik. Pemerintah juga harus memberi lebih banyak stimulus ke sektor industri. "Pokok masalahnya ada di demand side. Solusinya juga di sana, tidak bisa andalkan bank karena mereka harus menghindari ekspansi kredit ketika NPL masih 2,9%," pungkasnya.
(ven)