Rasio Elektrifikasi Nasional pada 2019 Ditargetkan Capai 99,9%

Rabu, 07 Maret 2018 - 10:32 WIB
Rasio Elektrifikasi Nasional pada 2019 Ditargetkan Capai 99,9%
Rasio Elektrifikasi Nasional pada 2019 Ditargetkan Capai 99,9%
A A A
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan rasio elektrifikasi nasional pada 2019 mencapai 99,9%. Capaian ini lebih tinggi jika dibandingkan rasio elektrifikasi pada akhir 2017 sebesar 95,92%.

Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, realisasi elektrifikasi pada 2017 lebih tinggi dari target sebesar 92,75%. Untuk itu, dia optimistis tingkat penerangan seluruh Indonesia hingga 2019 bisa mencapai angka 99,9%. ”Untuk target 2019 sudah direvisi dari 97,5% menjadi 99,9%.

Saya yakin jika speed di manajemen PLN bisa ditingkatkan, target tersebut akan tercapai,” kata Jonan saat menghadiri Energy Talk dengan tema ”Mendongkrak Rasio Elektrifikasi” di Jakarta kemarin. Dia mengakui, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) memang tidak bisa bekerja sendiri dalam target menerangi seluruh wilayah di Tanah Air.

Hal tersebut terutama untuk memberikan aliran listrik di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan di Indonesia. Untuk itu, pemerintah membantu PLN dalam membangun jaringan kelistrikan, terutama di daerah sangat terpencil. ”Pemerintah membantu daerah sangat terpencil untuk pengadaan kelistrikan.

Jika hanya dilakukan PLN, itu tidak mungkin. Untuk itu, ada APBN yang digunakan kepada 400.000 rumah yang sangat isolated ,” ujarnya. Lebih lanjut dia menjelaskan, dari rasio elektrifikasi nasional sebesar 95,92% menunjukkan bahwa masih ada 4% penduduk Indonesia yang hingga saat ini belum menikmati aliran listrik.

Hal tersebut terutama berada di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Papua Barat. Untuk mengantisipasinya, pemerintah juga menggunakan tenaga solar atau panel surya. ”Saat ini terdapat 2.500 desa yang tanpa listrik sama sekali. Dari angka rasio elektrifikasi ada 4% atau 10 juta penduduk Indonesia yang belum menikmati listrik.

Ditargetkan pada akhir 2019 ini bisa selesai semua,” harap dia. Selain mendorong rasio elektrifikasi nasional, kata Jonan, pemerintah juga berharap kelistrikan harus mempunyai rasa berkeadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Hal tersebut, menurut dia, sesuai amanat Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar harga listrik bisa terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

”Jadi, rasio elektrifikasi tidak hanya 100%, tapi juga harus affordable. Jangan sampai masyarakat tidak bisa menggunakan listrik karena ketidakterjangkauan harganya, yang paling berbahaya listrik tidak bisa dibeli masyarakat,” ungkapnya.

Untuk itu, kata Jonan, pemerintah memastikan tidak akan menaikkan tarif listrik hingga akhir 2019 dengan memberikan harga batu bara khusus bagi kelistrikan nasional. Dia mengakui, peme rintah tengah menyiapkan harga acuan batu bara khusus kelistrikan yang akan keluar dalam waktu dekat dalam bentuk peraturan pemerintah (PP).

”Tidak ada kenaikan harga. Saya minta Sekretaris Presiden hari ini ditandatangani Pak Presiden PP-nya sehingga harga batu bara tidak merugikan tambang batu bara dan tarif listrik juga tidak naik, hingga akhirnya menjadi sustainable,” tambah Jonan.

Jika PP terkait harga acuan batu bara (HBA) tersebut telah ditandatangani Presiden Jokowi, menurut Jonan, pihaknya siap membuat regulasi turunannya, yaitu Peraturan Menteri ESDM. Meskidemikian, katadia, pemerintah belum bisa memberikan patokan harga batu bara khusus untuk kelistrikan nasional sebelum PP tersebut ditandatangani presiden.

”PP-nya sedang disiapkan untuk diajukan kepada Bapak Presiden. Nah selama PP-nya belum keluar, penetapan harga batu bara untuk kelistrikan nasional tidak bisa ditetapkan. Jadi, tunggu PP-nya,” urai dia. Menurut Jonan, aturan terkait harga batu bara acuan untuk pasar domestik atau domestic market obligation (DMO) ini dibuat agar seluruh pihak termasuk PLN dan pelaku usaha tidak ada yang dirugikan.

Langkah ini juga diharapkan bisa meredam pergerakan biaya pokok produksi listrik yang saat ini sebagian besar masih menggunakan bahan bakar batu bara. Sementara itu, Direktur Perencanaan Korporat PLN Syofvi Felienty Roekman menjelaskan, penetapan harga batu bara acuan untuk pasar domestik menjadi kunci bagi perseroan melakukan penyehatan di keuangan perusahaan.

Terutama saat ini PLN sedang melaksanakan kewajiban meningkatkan elektrifikasi di seluruh Indonesia. ”Kami memiliki tugas besar untuk melistriki 3.660 desa. Bisa dibayangkan dengan kondisi harga batu bara cenderung naik hingga USD105 per ton, lalu harga gas tinggi, BBM naik, sedangkan tarif listrik tetap,” kata dia.

Dia menjelaskan, PLN membutuhkan neraca keuangan yang sehat untuk mendukung pengembangan kelistrikan di sejumlah desa. Pasalnya, investasi kelistrikan di area remote bisa mencapai Rp100-200 juta per rumah. Berbeda halnya dengan kelistrikan di wilayah Pulau Jawa dengan investasi sekitar Rp1,5-2 juta per rumah.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan, pihaknya siap mengikuti ketentuan pemerintah untuk membuat harga batu bara khusus pada sektor kelistrikan dalam negeri. Menurut dia, sudah seharusnya penetapan harga batu bara memperhatikan dua sisi konsumen dan pelaku usaha.

Meski demikian, menurut dia, penetapan harga batu bara akan memengaruhi cadangan batu bara di Tanah Air dalam jangka panjang. Pasalnya, dengan harga yang cukup baik akan mendorong investasi pada kegiatan pencarian sumber daya batu bara di Indonesia. ”Untuk pasokan listrik batu bara memang paling siap. Namun, dalam keputusannya harus bisa melihat jangka menengah dan jangka panjang,” tutupnya. (Heru Febrianto)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5864 seconds (0.1#10.140)