BI Sempurnakan Ketentuan Pembawaan Uang Kertas
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menerbitkan penyempurnaan ketentuan mengenai pembawaan Uang Kertas Asing (UKA) ke dalam dan ke luar Daerah Pabean Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 20/2/PBI/2018. Perubahan utama dalam PBI adalah mengenai sanksi atas pelanggaran PBI Pembawaan UKA, yang sebelumnya hanya berupa penegahan atas kegiatan pembawaan UKA menjadi sanksi kewajiban membayar (denda).
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman mengatakan, dengan peraturan yang baru, denda akan dikenakan kepada setiap orang atau korporasi yang melakukan Pembawaan UKA lintas Pabean dengan nilai paling sedikit setara dengan Rp1 miliar, kecuali Badan Berizin, yaitu Bank dan penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) Bukan Bank yang telah memperoleh izin dan persetujuan dari Bank Indonesia.
"Aturan yang baru diharapkan akan meningkatkan efektivitas penegakan hukum (law enforcement) terhadap pelanggaran ketentuan pembawaan UKA," kata Agusman di Jakarta, Senin (12/3/2018).
Dalam pelaksanaannya, pengawasan pembawaan UKA dan pengenaan sanksi denda di daerah pabean akan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Dia melanjutkan, penetapan besaran denda dan mekanisme penyetoran pada Kas Negara diharmonisasikan dengan norma yang berlaku dalam peraturan perundang-undangan lainnya terkait pembawaan uang tunai, antara lain Peraturan Pemerintah (PP) No. 99 Tahun 2016 tentang Pembawaan Uang Tunai dan/atau Instrumen Pembayaran Lain Ke Dalam atau Ke Luar Daerah Pabean Indonesia.
Berdasarkan hal tersebut, sambung dia, besarnya sanksi denda yang dikenakan kepada orang perorangan atau korporasi yang tidak memiliki izin dan persetujuan adalah sebesar 10% dari seluruh jumlah UKA yang dibawa dengan jumlah denda paling banyak setara dengan Rp300 juta.
"Sanksi berupa denda juga akan dikenakan kepada Badan Berizin yang melakukan pembawaan UKA dengan jumlah melebihi persetujuan UKA oleh Bank Indonesia, sebesar 10% dari kelebihan jumlah UKA yang dibawa dengan jumlah denda paling banyak setara dengan Rp300 juta," papar dia.
Penyempurnaan ketentuan pembawaan UKA diharapkan dapat memperkuat monitoring aktivitas pembawaan UKA oleh Bank Indonesia. Dengan monitoring yang baik oleh BI, pengaturan tersebut diharapkan dapat mendukung efektivitas kebijakan moneter, khususnya dalam mengendalikan nilai tukar.
Agusman menuturkan, meskipun demikian, kebijakan ini bukan merupakan kebijakan kontrol devisa. Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) yang memerlukan UKA di atas ambang batas izin Pembawaan UKA tetap dapat memenuhi kebutuhan valuta asing, secara nontunai.
Pelaksanaan pengajuan permohonan izin sebagai Badan Berizin dan permohonan persetujuan kuota pembawaan UKA kepada Bank Indonesia akan berlaku sejak tanggal 4 Juni 2018. "Sementara pengenaan sanksi terhadap pelanggaran PBI akan efektif berlaku pada tanggal 3 September 2018," pungkasnya.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman mengatakan, dengan peraturan yang baru, denda akan dikenakan kepada setiap orang atau korporasi yang melakukan Pembawaan UKA lintas Pabean dengan nilai paling sedikit setara dengan Rp1 miliar, kecuali Badan Berizin, yaitu Bank dan penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) Bukan Bank yang telah memperoleh izin dan persetujuan dari Bank Indonesia.
"Aturan yang baru diharapkan akan meningkatkan efektivitas penegakan hukum (law enforcement) terhadap pelanggaran ketentuan pembawaan UKA," kata Agusman di Jakarta, Senin (12/3/2018).
Dalam pelaksanaannya, pengawasan pembawaan UKA dan pengenaan sanksi denda di daerah pabean akan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Dia melanjutkan, penetapan besaran denda dan mekanisme penyetoran pada Kas Negara diharmonisasikan dengan norma yang berlaku dalam peraturan perundang-undangan lainnya terkait pembawaan uang tunai, antara lain Peraturan Pemerintah (PP) No. 99 Tahun 2016 tentang Pembawaan Uang Tunai dan/atau Instrumen Pembayaran Lain Ke Dalam atau Ke Luar Daerah Pabean Indonesia.
Berdasarkan hal tersebut, sambung dia, besarnya sanksi denda yang dikenakan kepada orang perorangan atau korporasi yang tidak memiliki izin dan persetujuan adalah sebesar 10% dari seluruh jumlah UKA yang dibawa dengan jumlah denda paling banyak setara dengan Rp300 juta.
"Sanksi berupa denda juga akan dikenakan kepada Badan Berizin yang melakukan pembawaan UKA dengan jumlah melebihi persetujuan UKA oleh Bank Indonesia, sebesar 10% dari kelebihan jumlah UKA yang dibawa dengan jumlah denda paling banyak setara dengan Rp300 juta," papar dia.
Penyempurnaan ketentuan pembawaan UKA diharapkan dapat memperkuat monitoring aktivitas pembawaan UKA oleh Bank Indonesia. Dengan monitoring yang baik oleh BI, pengaturan tersebut diharapkan dapat mendukung efektivitas kebijakan moneter, khususnya dalam mengendalikan nilai tukar.
Agusman menuturkan, meskipun demikian, kebijakan ini bukan merupakan kebijakan kontrol devisa. Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) yang memerlukan UKA di atas ambang batas izin Pembawaan UKA tetap dapat memenuhi kebutuhan valuta asing, secara nontunai.
Pelaksanaan pengajuan permohonan izin sebagai Badan Berizin dan permohonan persetujuan kuota pembawaan UKA kepada Bank Indonesia akan berlaku sejak tanggal 4 Juni 2018. "Sementara pengenaan sanksi terhadap pelanggaran PBI akan efektif berlaku pada tanggal 3 September 2018," pungkasnya.
(akr)