RI Masih Terjajah meski Porsi Utang IMF dan ADB Makin Kecil

Rabu, 21 Maret 2018 - 19:19 WIB
RI Masih Terjajah meski...
RI Masih Terjajah meski Porsi Utang IMF dan ADB Makin Kecil
A A A
JAKARTA - Indonesia dipandang hingga saat ini masih terjajah, meskipun utang yang berasal dari lembaga donor seperti International Monetary Fund (IMF) ataupun Asian Development Bank (ADB) porsinya makin kecil. Pasalnya Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri menilai, hingga saat ini Surat Berharga Negara (SBN) mayoritas dipegang oleh asing.

(Baca Juga: Infrastruktur Dimodali Utang, Jangan Sampai Seperti Zimbabwe
Dia menambahkan, rasio utang pemerintah pusat terhadap produk domestik bruto (PDB) memang relatif kecil dibanding negara lain. Bahkan, rasio utang Indonesia jauh lebih rendah dibanding Singapura. "Indonesia 2016 sudah 31,4% utang pemerntah pusat ke rasio GDP nya. Memang kecil, relatif kecil dibanding dengan negara lain. Singapura lebih tinggi," terang Faisal Basri di Kantor Indef, Jakarta, Rabu (21/3/2018).

Namun bedanya, kata dia, utang pemerintah Singapura sebagian besar dibeli oleh masyarakatnya sendiri lewat Central Providence Fund. Jadi, yang membiayai pembangunan di Singapura lewat utang adalah masyarakatnya sendiri.

"Yang membiayai pembangunan di Singapura lewat utang itu adalah sebagian besar rakyat Singapura yang jaminan pensiunnya, jaminan ketenagakerjaannya. Karena disana, gaji dipotong 30%. Kalau Indonesia, makin besar itu SBN dikuasai asing," imbuh dia.

(Baca Juga: Indef: Pemerintah Gali Lubang Tutup Lubang untuk Bayar Utang
Sebelumnya, tutur dia, utang negara yang berasal dari Bank Dunia, ADB atau dari hubungan bilateral dengan beberapa negara seperti Amerika Serikat (AS) atau Jepang. Namun, berutang dengan lembaga donor tersebut membuat Indonesia merasa tidak merdeka dan didikte lantaran banyak syaratnya.

Saat ini, utang dengan lembaga donor jauh lebih kecil porsinya. Sebaliknya, utang Indonesia kini banyak berasal dari SBN yang sebagian besar dipegang asing. Pada 2010, porsi utang dari lembaga donor (non-securities) mencapai 63,7% sementara porsi utang dari SBN (securities) hanya sekitar 36,3%. Sementara pada 2017, porsinya berbalik dimana utang non-securities hanya sekitar 32,6% sedangkan utang dari securities mencapai 67,4%.

"Nah sekarang kita merdeka penuh, 2010 utang konvensionalnya masih kecil. Sekarang 2017 itu berbalik. Jadi kalau dulu menyanderakan diri ke donor, sekarang ke pasar. Dan pasar sepenuhnya sama sekali tidak bisa kita kendalikan. Jadi sama saja jajahnya. Cuma beda jenisnya saja. Jadi yang menjajah kita itu pasar, dan pasar itu gonjang ganjing," tandasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6870 seconds (0.1#10.140)