Hadapi Era Disrupsi Lewat Pembentukan Kesiapan SDM
A
A
A
JAKARTA - Lead Economist Bank Dunia Vivi Alatas mengingatkan, kesiapan sumber daya manusia dan pendidikan sebagai ruang pembentukan sangat penting dalam menghadapi era disrupsi. Menurutnya dengan persiapan, anak muda Indonesia tidak mudah pesimis dalam menghadapi perubahan di masa depan.
Lebih lanjut Ia mengambil contoh, bahwa distrupsi telah muncul sejak masa Socrates dimana cara menulis mulai ditemukan, hingga membuat dirinya ditakuti lantaran diyakini akan menggantikan peran memori otak kita. Bahkan Ratu Elizabeth I juga pernah mengungkapkan, mesin bakal mengubah para pekerja menjadi pengemis.
Di awal abad 20, pernah juga dikatakan apabila 100 tahun ke depan diprediksi manusia tidak perlu bekerja 40 jam seminggu karena akan ada yang menggantikan peran tersebut. “Artinya ternyata semua hal itu tidak terbukti. Pesimisme yang berlebihan ternyata tidak terjadi, harapan yang utopia juga tidak terjadi. Untuk ke depannya juga seperti itu,” ujar Vivi Alatas di Jakarta, Kamis ( 29/3/2018).
Seperti diketahui dunia saat ini sedang menghadapi fenomena disruption (disrupsi), situasi di mana pergerakan dunia industri atau persaingan kerja tidak lagi linear. Perubahannya sangat cepat, fundamental dengan mengacak-acak pola tatanan lama untuk menciptakan tatanan baru.
Disrupsi menginisiasi lahirnya model bisnis baru dengan strategi lebih inovatif dan disruptif. Cakupan perubahannya luas mulai dari dunia bisnis, perbankan, transportasi, sosial masyarakat, hingga pendidikan. Era ini akan menuntut kita untuk berubah atau punah.
Tidak diragukan lagi, disrupsi akan mendorong terjadinya digitalisasi untuk menandai dimulainya demokratisasi pengetahuan yang menciptakan kesempatan bagi kita untuk memanfaatkan dunia teknologi dengan produktif.
Menurutnya ada banyak harapan baru di masa mendatang atau dalam era yang disebut revolusi industri ke-4 dengan berbagai macam platform ekonomi yang berkembang. Terang dia misalnya inovasi teknologi yang melahirkan 3D printing, internet optik, dan sebagainya, justru akan membuka pasar yang sebelumnya tidak ada. “Marketnya akan jadi lebih besar, bukan hanya di kecamatan atau di kabupaten atau bahkan bukan hanya di benua kita,” katanya.
Dalam kesempatan Youth Talkshow bertajuk Strategi Pemuda Menghadapi Pasar Tenaga Kerja di Masa Depan, ekonom senior Bank Dunia itu menerangkan, perkembangan ke depan akan menciptakan inovasi dan efisiensi yang jauh lebih baik. Namun di saat yang sama, Ia juga akan tetap bisa melahirkan apa yang disebut dengan "winner takes all".
"Situasi ini yang juga terjadi di masa-masa sebelumnya di mana ada pihak yang dikalahkan hingga melahirkan ketimpangan. Di titik ini, kesiapan sumber daya manusia dan pendidikan sebagai ruang pembentukannya menjadi penting dan urgen," tandasnya.
Sebagai informasi Youth Talkshow digelar oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan yang dihadiri juga oleh utusan Kedutaan Besar Australia dan Yayasan Dreamdelion Indonesia. Acara ini diselenggarakan dalam rangka Voyage to Indonesia, sebuah rangkaian kegiatan yang diadakan menyambut Pertemuan Tahunan IMF-Kelompok Bank Dunia 2018 di Bali, Oktober mendatang.
Lebih lanjut Ia mengambil contoh, bahwa distrupsi telah muncul sejak masa Socrates dimana cara menulis mulai ditemukan, hingga membuat dirinya ditakuti lantaran diyakini akan menggantikan peran memori otak kita. Bahkan Ratu Elizabeth I juga pernah mengungkapkan, mesin bakal mengubah para pekerja menjadi pengemis.
Di awal abad 20, pernah juga dikatakan apabila 100 tahun ke depan diprediksi manusia tidak perlu bekerja 40 jam seminggu karena akan ada yang menggantikan peran tersebut. “Artinya ternyata semua hal itu tidak terbukti. Pesimisme yang berlebihan ternyata tidak terjadi, harapan yang utopia juga tidak terjadi. Untuk ke depannya juga seperti itu,” ujar Vivi Alatas di Jakarta, Kamis ( 29/3/2018).
Seperti diketahui dunia saat ini sedang menghadapi fenomena disruption (disrupsi), situasi di mana pergerakan dunia industri atau persaingan kerja tidak lagi linear. Perubahannya sangat cepat, fundamental dengan mengacak-acak pola tatanan lama untuk menciptakan tatanan baru.
Disrupsi menginisiasi lahirnya model bisnis baru dengan strategi lebih inovatif dan disruptif. Cakupan perubahannya luas mulai dari dunia bisnis, perbankan, transportasi, sosial masyarakat, hingga pendidikan. Era ini akan menuntut kita untuk berubah atau punah.
Tidak diragukan lagi, disrupsi akan mendorong terjadinya digitalisasi untuk menandai dimulainya demokratisasi pengetahuan yang menciptakan kesempatan bagi kita untuk memanfaatkan dunia teknologi dengan produktif.
Menurutnya ada banyak harapan baru di masa mendatang atau dalam era yang disebut revolusi industri ke-4 dengan berbagai macam platform ekonomi yang berkembang. Terang dia misalnya inovasi teknologi yang melahirkan 3D printing, internet optik, dan sebagainya, justru akan membuka pasar yang sebelumnya tidak ada. “Marketnya akan jadi lebih besar, bukan hanya di kecamatan atau di kabupaten atau bahkan bukan hanya di benua kita,” katanya.
Dalam kesempatan Youth Talkshow bertajuk Strategi Pemuda Menghadapi Pasar Tenaga Kerja di Masa Depan, ekonom senior Bank Dunia itu menerangkan, perkembangan ke depan akan menciptakan inovasi dan efisiensi yang jauh lebih baik. Namun di saat yang sama, Ia juga akan tetap bisa melahirkan apa yang disebut dengan "winner takes all".
"Situasi ini yang juga terjadi di masa-masa sebelumnya di mana ada pihak yang dikalahkan hingga melahirkan ketimpangan. Di titik ini, kesiapan sumber daya manusia dan pendidikan sebagai ruang pembentukannya menjadi penting dan urgen," tandasnya.
Sebagai informasi Youth Talkshow digelar oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan yang dihadiri juga oleh utusan Kedutaan Besar Australia dan Yayasan Dreamdelion Indonesia. Acara ini diselenggarakan dalam rangka Voyage to Indonesia, sebuah rangkaian kegiatan yang diadakan menyambut Pertemuan Tahunan IMF-Kelompok Bank Dunia 2018 di Bali, Oktober mendatang.
(akr)