Anak Muda Indonesia Makin Bersinar di Kancah Dunia
A
A
A
SINGAPURA - Anak muda Indonesia semakin inovatif dan kreatif dalam mengembangkan bisnis. Bukan hanya itu, mereka juga tidak melulu berorientasi mengeruk keuntungan, tetapi juga memperhatikan tanggung jawab sosial.
Fakta demikian tecermin dari banyaknya anak muda Indonesia yang masuk dalam jajaran Forbes 30 Under 30 Asia 2018 yang mencapai 15 orang. Jumlah ini meningkat bila dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya berjumlah 10 orang. Ke-15 pemuda Indonesia itu tersebar dalam tujuh kategori Forbes 30 Under 30 Asia. Mereka akan bersaing dengan 300 anak muda dari 24 negara dari Asia dan Pasifik setelah disaring dari 2.000 orang. India menjadi negara yang menyumbangkan perwakilan terbanyak dengan 65 nomine, disusul China dengan 59 orang dan Australia dengan 35 orang.
Untuk pertama kalinya pemuda dari Korea Utara, Fiji, Azerbaijan, dan Tajikistan masuk dalam daftar. Nantinya 300 pemuda itu akan dipilih menjadi 30 orang dalam 10 kategori seperti seni, hiburan dan olahraga, keuangan, media, ritel, teknologi, ener gi, kesehatan, social entrepreneur, dan teknologi konsumsi.
Para pemuda Indonesia tersebut mendapat apresiasi karena memenuhi kriteria dalam kepemimpinan dan disrupsi di bidang mereka, pola pikir entrepreneur dan hasil bisnis serta dianggap bisa membawa perubahan dalam setengah abad mendatang. Dengan demikian ke-15 pemuda tersebut diprediksi akan menjadi pengusaha dan orang berpengaruh di masa depan di Indonesia.
Adapun ke-15 nama pemuda Indonesia dimaksud adalah Dian Pelangi, Rich Brian, Fransiska Hadiwidjana, Muhamad Risyad Ganis dan Yohanes Sugihtononugroho, Iwan Kurniawan dan Reynold Wijaya, Talita Setyadi, Adrian Agus dan Eugenie Agus, Stanislaus Mahesworo Christandito Tandelilin, juga Krishnan Menon dan Marshall Utoyo.
Forbes Asia memandang mereka yang masuk 30 Under 30 wilayah Asia merupakan disruptor muda, inovator, dan entrepreneur. Mereka adalah pemuda yang menantang kebijakan konvensional dan menulis ulang peraturan untuk generasi mendatang. Dengan mengusung tema "Disrupsi dan Inovasi", tahun ini 300 pemuda yang dipilih itu memiliki visi dan disruptor sejati. Nantinya 30 pemuda yang lolos seleksi ini akan dipilih oleh panel dewan juri yang terdiri atas berbagai CEO dan peng usaha ternama seperti Hiroshi Mikitani, CEO Rakuten; Kaifu Lee, Chairman dan CEO Sinovation Ventures; Allan Zeman, pendiri Lan Kwai Fong Group; Vivienne Tam, desainer, dan masih banyak lainnya.
"Forbes 30 Under 30 Asia 2018 merayakan para pengubah permainan yang memberikan inspirasi. Mereka mampu mendisrupsi berbagai sektor di bidang mereka dan tidak mengambil opsi 'tidak' untuk sebuah jawaban," ujar Editor Forbes 30 Under 30 Asia Rana Wehbe.
Dia mencontohkan seorang pengusaha yang mendaur ulang sepatu lama untuk dibagikan kepada orang yang membutuhkan sepatu dan hal itu ternyata berdampak miliaran dolar. Banyak juga pengusaha muda yang berani berinovasi sehingga memberikan dampak bagi komunitas di sekitarnya. "Tidak ada keterbatasan inovasi dari para anak muda yang mendapatkan penghargaan tahun ini," ungkap Wehbe.
Pengamat pemasaran Yuswohady menilai, masuknya deretan anak-anak muda Indonesia dalam daftar Forbes 30 Under 30 menunjukkan bahwa kreativitas mereka diakui di level global. Hal ini didukung berkembangnya teknologi serta adanya pasar yang besar di dalam negeri. "Mereka (pemilik usaha) adalah suplainya, demand-nya adalah masyarakat kita yang besar sebagai pasarnya," ujar dia kepada KORAN SINDO, Jumat (30/3/2018) malam.
Yuswohady menambahkan, dilihat dari produknya, apa yang dibuat para pelaku usaha startup di Indonesia sebenarnya tidak ada unsur kebaruan. Hanya saja mereka pandai menciptakan aplikasi dengan model bisnis yang sudah ada di luar negeri untuk diaplikasikan di dalam negeri. "Yang juga membuat pasar mereka besar adalah keberadaan media sosial. Ada revolusi informasi yang membuka mata para wirausaha muda ini lebih mudah dikenal," ujarnya.
Sementara itu pengamat ekonomi Indonesia Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, revolusi digital yang terjadi saat ini telah memberikan ruang bagi anak muda kreatif untuk mengapitalisasi kemampuannya. "Generasi milenial cenderung lebih cepat meraih kesuksesan di bidang bisnis daripada generasi sebelumnya. Ini juga menunjukkan bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia di bidang ini tidak kalah dengan negara lain," katanya.
Memanfaatkan Medsos
Berdasarkan fakta mereka yang masuk Forbes 30 Under 30 Asia, media sosial telah menjadi penting yang menggerakkan perubahan. Para entrepreneur digital tersebut mampu mengapitalkan platform untuk membangun brand mereka dengan bantuan media sosial. Hal itu bisa dilihat dari Alexandra Spencer, 27, pendiri brand pakaian Realisation Par. Model dan narablog asal Australia itu mendirikan Realisation Par bersama kawannya seorang desainer, Teale Talbot, pada 2015. "Kita tidak merasa adalah e-commerce atau toko ritel yang merefleksikan waktu," kata Spencer.
Awalnya dia mengaku menjual pakaian dan selama enam bulan tidak laku. Dan dengan menggunakan strategi online, semuanya berubah. Spencer mampu menjual banyak produk pakaiannya. Mereka juga mempromosikannya melalui media sosial. Banyak pembeli yang suka membeli baju di Instagram daripada datang langsung ke toko. Tapi tak semua brand bisa mudah diterima di media sosial seperti Realisation Par. "Saya pikir kita menang karena otentik," ungkapnya.
Dari Indonesia, Dian Pelangi merupakan desainer yang membuka jalur media sosial untuk mempromosikan baju yang didesainnya. Dia mampu memanfaatkan Instagram untuk membangun bisnis dan memengaruhi tren desain di Indonesia. Kemampuan Dian Pelangi itu menunjukkan bahwa anak muda yang menguasai media sosial akan menguasai pasar.
Di China, Liang Tao membangun pasar dengan tiga juta pengikutnya di Sina Weibo dan We Chat, dua platform media sosial ternama di Negeri Tirai Bambu itu. Liang mampu menjual banyak tasnya melalui media sosial. Dia juga memosisikan dirinya sebagai mesin penjualan. Dia bisa menjual 80 produk dalam hanya beberapa menit saja.
Selain Dian Pelangi, anak muda Indonesia yang muncul adalah Rich Brian. Dia lahir dari dunia internet yang memunculkan banyak kesempatan bagi banyak orang untuk menjadi selebritas. Remaja berusia 18 tahun itu dikenal sebagai sosial media darling, baik di Twitter maupun YouTube. Dia juga memiliki banyak penggemar.
Rich Brian mengawali karier di dunia komedian. Tapi dia justru beralih menjadi seorang rapper. Dia merilis single Dat $tick pada Februari 2016. Videonya telah ditonton lebih dari 87 juta klik di YouTube. Prestasinya dilirik musisi Amerika dan dia pun berkolaborasi dengan Diplo dan Pharrell dalam beberapa tur internasional. Pada awal 2018, dia merilis album berjudul "Amen".
Selanjutnya ada nama Fransiska Hadiwidjana. Dalam bidang bisnis, namanya memang masih baru. Dia merupakan entrepreneur pendiri dan CEO Prelo. Prelo merupakan aplikasi marketplace e-commerce yang fokus untuk pemberdayaan komunitas dan menggunakan teknologi.
Ada juga nama Muhamad Risyad Ganis dan Yohanes Sugihtononugroho yang mendirikan Crowde. Itu merupakan sebuah platform penggalangan dana investasi bagi para petani di daerah. Dengan platform ini para petani mendapatkan akses pendanaan alternatif di luar perbankan dan rentenir.
Kemudian Iwan Kurniawan dan Reynold Wijaya. Mereka mendirikan Modalku. Modalku adalah platform peer-to-peer (P2P) lending yang beroperasi di Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Platform ini menghubungkan pelaku UMKM yang layak kredit dengan pemberi pinjaman yang mencari alternatif investasi melalui pasar digital.
Fakta demikian tecermin dari banyaknya anak muda Indonesia yang masuk dalam jajaran Forbes 30 Under 30 Asia 2018 yang mencapai 15 orang. Jumlah ini meningkat bila dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya berjumlah 10 orang. Ke-15 pemuda Indonesia itu tersebar dalam tujuh kategori Forbes 30 Under 30 Asia. Mereka akan bersaing dengan 300 anak muda dari 24 negara dari Asia dan Pasifik setelah disaring dari 2.000 orang. India menjadi negara yang menyumbangkan perwakilan terbanyak dengan 65 nomine, disusul China dengan 59 orang dan Australia dengan 35 orang.
Untuk pertama kalinya pemuda dari Korea Utara, Fiji, Azerbaijan, dan Tajikistan masuk dalam daftar. Nantinya 300 pemuda itu akan dipilih menjadi 30 orang dalam 10 kategori seperti seni, hiburan dan olahraga, keuangan, media, ritel, teknologi, ener gi, kesehatan, social entrepreneur, dan teknologi konsumsi.
Para pemuda Indonesia tersebut mendapat apresiasi karena memenuhi kriteria dalam kepemimpinan dan disrupsi di bidang mereka, pola pikir entrepreneur dan hasil bisnis serta dianggap bisa membawa perubahan dalam setengah abad mendatang. Dengan demikian ke-15 pemuda tersebut diprediksi akan menjadi pengusaha dan orang berpengaruh di masa depan di Indonesia.
Adapun ke-15 nama pemuda Indonesia dimaksud adalah Dian Pelangi, Rich Brian, Fransiska Hadiwidjana, Muhamad Risyad Ganis dan Yohanes Sugihtononugroho, Iwan Kurniawan dan Reynold Wijaya, Talita Setyadi, Adrian Agus dan Eugenie Agus, Stanislaus Mahesworo Christandito Tandelilin, juga Krishnan Menon dan Marshall Utoyo.
Forbes Asia memandang mereka yang masuk 30 Under 30 wilayah Asia merupakan disruptor muda, inovator, dan entrepreneur. Mereka adalah pemuda yang menantang kebijakan konvensional dan menulis ulang peraturan untuk generasi mendatang. Dengan mengusung tema "Disrupsi dan Inovasi", tahun ini 300 pemuda yang dipilih itu memiliki visi dan disruptor sejati. Nantinya 30 pemuda yang lolos seleksi ini akan dipilih oleh panel dewan juri yang terdiri atas berbagai CEO dan peng usaha ternama seperti Hiroshi Mikitani, CEO Rakuten; Kaifu Lee, Chairman dan CEO Sinovation Ventures; Allan Zeman, pendiri Lan Kwai Fong Group; Vivienne Tam, desainer, dan masih banyak lainnya.
"Forbes 30 Under 30 Asia 2018 merayakan para pengubah permainan yang memberikan inspirasi. Mereka mampu mendisrupsi berbagai sektor di bidang mereka dan tidak mengambil opsi 'tidak' untuk sebuah jawaban," ujar Editor Forbes 30 Under 30 Asia Rana Wehbe.
Dia mencontohkan seorang pengusaha yang mendaur ulang sepatu lama untuk dibagikan kepada orang yang membutuhkan sepatu dan hal itu ternyata berdampak miliaran dolar. Banyak juga pengusaha muda yang berani berinovasi sehingga memberikan dampak bagi komunitas di sekitarnya. "Tidak ada keterbatasan inovasi dari para anak muda yang mendapatkan penghargaan tahun ini," ungkap Wehbe.
Pengamat pemasaran Yuswohady menilai, masuknya deretan anak-anak muda Indonesia dalam daftar Forbes 30 Under 30 menunjukkan bahwa kreativitas mereka diakui di level global. Hal ini didukung berkembangnya teknologi serta adanya pasar yang besar di dalam negeri. "Mereka (pemilik usaha) adalah suplainya, demand-nya adalah masyarakat kita yang besar sebagai pasarnya," ujar dia kepada KORAN SINDO, Jumat (30/3/2018) malam.
Yuswohady menambahkan, dilihat dari produknya, apa yang dibuat para pelaku usaha startup di Indonesia sebenarnya tidak ada unsur kebaruan. Hanya saja mereka pandai menciptakan aplikasi dengan model bisnis yang sudah ada di luar negeri untuk diaplikasikan di dalam negeri. "Yang juga membuat pasar mereka besar adalah keberadaan media sosial. Ada revolusi informasi yang membuka mata para wirausaha muda ini lebih mudah dikenal," ujarnya.
Sementara itu pengamat ekonomi Indonesia Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, revolusi digital yang terjadi saat ini telah memberikan ruang bagi anak muda kreatif untuk mengapitalisasi kemampuannya. "Generasi milenial cenderung lebih cepat meraih kesuksesan di bidang bisnis daripada generasi sebelumnya. Ini juga menunjukkan bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia di bidang ini tidak kalah dengan negara lain," katanya.
Memanfaatkan Medsos
Berdasarkan fakta mereka yang masuk Forbes 30 Under 30 Asia, media sosial telah menjadi penting yang menggerakkan perubahan. Para entrepreneur digital tersebut mampu mengapitalkan platform untuk membangun brand mereka dengan bantuan media sosial. Hal itu bisa dilihat dari Alexandra Spencer, 27, pendiri brand pakaian Realisation Par. Model dan narablog asal Australia itu mendirikan Realisation Par bersama kawannya seorang desainer, Teale Talbot, pada 2015. "Kita tidak merasa adalah e-commerce atau toko ritel yang merefleksikan waktu," kata Spencer.
Awalnya dia mengaku menjual pakaian dan selama enam bulan tidak laku. Dan dengan menggunakan strategi online, semuanya berubah. Spencer mampu menjual banyak produk pakaiannya. Mereka juga mempromosikannya melalui media sosial. Banyak pembeli yang suka membeli baju di Instagram daripada datang langsung ke toko. Tapi tak semua brand bisa mudah diterima di media sosial seperti Realisation Par. "Saya pikir kita menang karena otentik," ungkapnya.
Dari Indonesia, Dian Pelangi merupakan desainer yang membuka jalur media sosial untuk mempromosikan baju yang didesainnya. Dia mampu memanfaatkan Instagram untuk membangun bisnis dan memengaruhi tren desain di Indonesia. Kemampuan Dian Pelangi itu menunjukkan bahwa anak muda yang menguasai media sosial akan menguasai pasar.
Di China, Liang Tao membangun pasar dengan tiga juta pengikutnya di Sina Weibo dan We Chat, dua platform media sosial ternama di Negeri Tirai Bambu itu. Liang mampu menjual banyak tasnya melalui media sosial. Dia juga memosisikan dirinya sebagai mesin penjualan. Dia bisa menjual 80 produk dalam hanya beberapa menit saja.
Selain Dian Pelangi, anak muda Indonesia yang muncul adalah Rich Brian. Dia lahir dari dunia internet yang memunculkan banyak kesempatan bagi banyak orang untuk menjadi selebritas. Remaja berusia 18 tahun itu dikenal sebagai sosial media darling, baik di Twitter maupun YouTube. Dia juga memiliki banyak penggemar.
Rich Brian mengawali karier di dunia komedian. Tapi dia justru beralih menjadi seorang rapper. Dia merilis single Dat $tick pada Februari 2016. Videonya telah ditonton lebih dari 87 juta klik di YouTube. Prestasinya dilirik musisi Amerika dan dia pun berkolaborasi dengan Diplo dan Pharrell dalam beberapa tur internasional. Pada awal 2018, dia merilis album berjudul "Amen".
Selanjutnya ada nama Fransiska Hadiwidjana. Dalam bidang bisnis, namanya memang masih baru. Dia merupakan entrepreneur pendiri dan CEO Prelo. Prelo merupakan aplikasi marketplace e-commerce yang fokus untuk pemberdayaan komunitas dan menggunakan teknologi.
Ada juga nama Muhamad Risyad Ganis dan Yohanes Sugihtononugroho yang mendirikan Crowde. Itu merupakan sebuah platform penggalangan dana investasi bagi para petani di daerah. Dengan platform ini para petani mendapatkan akses pendanaan alternatif di luar perbankan dan rentenir.
Kemudian Iwan Kurniawan dan Reynold Wijaya. Mereka mendirikan Modalku. Modalku adalah platform peer-to-peer (P2P) lending yang beroperasi di Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Platform ini menghubungkan pelaku UMKM yang layak kredit dengan pemberi pinjaman yang mencari alternatif investasi melalui pasar digital.
(amm)