BPK: Kebijakan KKP Soal Perizinan Kapal Ikan Tak Efektif
A
A
A
JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam Ikhtisar Hasil Laporan Pemeriksaan (IHPS) semester II/2017 juga melakukan pemeriksaan atas perizinan kapal perikanan dan alat penangkap ikan tahun anggaran 2015-semester I/2017, yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Jawa Barat, dan Maluku. Pemeriksaan tersebut bertujuan untuk menilai efektivitas atas perizinan kapal perikanan dan alat penangkap ikan.
Berdasarkan dokumen IHPS Semester II/2017 yang dikutip SINDOnews, hasil pemeriksaan BPK menyimpulkan bahwa perizinan kapal perikanan dan alat penangkap ikan yang berfokus pada penghentian sementara (moratorium) perizinan usaha perikanan tangkap dan larangan penggunaan alat penangkapan ikan belum efektif. Hal tersebut karena masih ada permasalahan yang memerlukan perhatian.
Kebijakan pelarangan alat penangkap ikan (API) berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkap Ikan Pukat Hela (trawl) dan Pukat Tarik dan penggantinya Permen KP Nomor 71 Tahun 2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan (API) di Wilayah Pengelolaan Perikanan belum didukung dengan sumber daya dan kelembagaan yang memadai.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui kebijakan pelarangan API belum didukung tim kelompok kerja (pokja) yang memadai karena dibentuk sebelum peraturan menteri terkait dengan pelarangan API diterbitkan," demikian bunyi ikhtisar hasil pemeriksaan BPK tersebut seperti dikutip SINDOnews di Jakarta, Selasa (3/4/2018).
Selain itu, pedoman teknis khusus tentang kebijakan pelarangan API belum optimal karena kebijakan pelarangan API idealnya didukung dengan pedoman teknis sebagai panduan dan acuan bagi pelaksana kebijakan. Tidak terdapat pengendalian internal yang memadai untuk memberikan keyakinan bagi tercapainya efektivitas pencapaian tujuan pelarangan API, karena berdasarkan analisis dokumen diketahui bahwa KKP tidak membuat konsep dan menyusun rencana pengendalian internal secara memadai pada saat merencanakan kebijakan pelarangan API untuk mengatasi risiko dampak yang akan ditimbulkan.
"Indikator kinerja yang digunakan yaitu nilai tukar nelayan tidak dapat secara langsung digunakan untuk menilai kesejahteraan masyarakat nelayan karena hanya melihat kemampuan daya beli nelayan yang hanya merupakan salah satu komponen untuk menilai kesejahteraan rakyat," demikian dipaparkan dalam laporan tersebut.
Berdasarkan dokumen IHPS Semester II/2017 yang dikutip SINDOnews, hasil pemeriksaan BPK menyimpulkan bahwa perizinan kapal perikanan dan alat penangkap ikan yang berfokus pada penghentian sementara (moratorium) perizinan usaha perikanan tangkap dan larangan penggunaan alat penangkapan ikan belum efektif. Hal tersebut karena masih ada permasalahan yang memerlukan perhatian.
Kebijakan pelarangan alat penangkap ikan (API) berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkap Ikan Pukat Hela (trawl) dan Pukat Tarik dan penggantinya Permen KP Nomor 71 Tahun 2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan (API) di Wilayah Pengelolaan Perikanan belum didukung dengan sumber daya dan kelembagaan yang memadai.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui kebijakan pelarangan API belum didukung tim kelompok kerja (pokja) yang memadai karena dibentuk sebelum peraturan menteri terkait dengan pelarangan API diterbitkan," demikian bunyi ikhtisar hasil pemeriksaan BPK tersebut seperti dikutip SINDOnews di Jakarta, Selasa (3/4/2018).
Selain itu, pedoman teknis khusus tentang kebijakan pelarangan API belum optimal karena kebijakan pelarangan API idealnya didukung dengan pedoman teknis sebagai panduan dan acuan bagi pelaksana kebijakan. Tidak terdapat pengendalian internal yang memadai untuk memberikan keyakinan bagi tercapainya efektivitas pencapaian tujuan pelarangan API, karena berdasarkan analisis dokumen diketahui bahwa KKP tidak membuat konsep dan menyusun rencana pengendalian internal secara memadai pada saat merencanakan kebijakan pelarangan API untuk mengatasi risiko dampak yang akan ditimbulkan.
"Indikator kinerja yang digunakan yaitu nilai tukar nelayan tidak dapat secara langsung digunakan untuk menilai kesejahteraan masyarakat nelayan karena hanya melihat kemampuan daya beli nelayan yang hanya merupakan salah satu komponen untuk menilai kesejahteraan rakyat," demikian dipaparkan dalam laporan tersebut.
(fjo)