Turbulensi Bisnis Maskapai

Senin, 09 April 2018 - 07:00 WIB
Turbulensi Bisnis Maskapai
Turbulensi Bisnis Maskapai
A A A
INDUSTRI penerbangan di Tanah Air sepertinya sedang ditakdirkan untuk merugi. Baru-baru ini, berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selalu (4/4/2018) pekan lalu, PT AirAsia Indonesia Tbk. (CMPP) membukukan kerugian. Nilainya pun cukup besar, yakni Rp512,64 miliar di sepanjang 2017. Angka itu lebih buruk pasca-kerugian yang dialami CMPP sepanjang 2016, yaitu merugi Rp20,99 miliar.

Besaran kerugian yang dialami AirAsia disebabkan oleh biaya pengeluaran yang tinggi. Salah satunya lantaran naiknya biaya bahan bakar pesawat atau avtur. Sepanjang 2017, pengeluaran bahan bakar meningkat 6,01% menjadi Rp1,21 triliun dibandingkan pengeluaran beban operasional bahan bakar pada 2016 sebesar Rp1,15 triliun.

Kondisi itu diperparah dengan penurunan pendapatan sebesar 1,83%. Pada 2016, CMPP berhasil mendapatkan Rp3,88 triliun, sedangkan pada tahun lalu hanya mendapatkan Rp3,88 triliun. Peningkatan pajak juga turut menggerus laba bersih perusahaan, yakni dari Rp113,53 miliar menjadi Rp813,26 miliar.

Dalam masalah ini, AirAsia tidak sendirian. Maskapai lainnya pun mengalami hal yang sama, misalnya PT Garuda Indonesia Tbk. Maskapai pelat merah itu membukukan pendapatan operasional sebesar US$4,2 miliar atau sekitar Rp57,12 triliun selama 2017 (kurs Rp13.600 per dolar AS). Meski realisasinya naik sebesar 8,1% dibandingkan periode 2016, yakni senilai US$3,9 miliar, Garuda masih tetap merugi sebesar US$213,4 juta pada tahun lalu.

Serupa dengan AirAsia, kerugian yang dialami Garuda bersumber pada sektor yang sama. Pertama, membengkaknya total pengeluaran yang naik 13% dari US$3,7 miliar menjadi US$4,25 miliar. Kedua, besarnya biaya bahan bakar yang naik 25% dari US$924 juta menjadi US$1,15 miliar. Selain itu, Garuda Indonesia juga harus mengeluarkan biaya luar biasa yang terdiri dari pembayaran pengampunan pajak (amnesti pajak) dan denda legal di pengadilan Australia yang totalnya mencapai US$145,8 juta.

Apa sebenarnya penyebab sejumlah maskapai mengalami kerugian di tengah tumbuhnya jumlah penumbang pesawat terbang di Indonesia? Simak laporan selengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi 06/VII/2018 yang terbit Senin (9/4/2018) hari ini.

Turbulensi Bisnis Maskapai
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0849 seconds (0.1#10.140)