Pengusaha Rumput Laut Bisa Kembali Ekspor ke Amerika
A
A
A
JAKARTA - Para pelaku usaha rumput laut nasional dapat kembali melakukan ekspor ke Amerika Serikat (AS) setelah delisting (penghapusan dari daftar pangan organik) untuk komoditas rumput laut dicabut AS.
Kementerian Pertanian Amerika Serikat atau U.S. Department of Agriculture (USDA), melalui Agricultural Marketing Service (AMS), telah menerbitkan dokumen yang menyatakan bahwa carrageenan dan agar-agar tetap berada di dalam daftar produk organik pada tanggal 4 April 2018 yang akan berlaku efektif pada tanggal 29 Mei 2018.
Ketua Umum Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) Safari Azis mengatakan, pihaknya akan segera melakukan konsolidasi dengan pihak China dan AS. Menurutnya, para pelaku eksportir perlu melakukan persiapan strategi untuk dapat kembali masuk ke pasar AS.
"Kami akan segera melakukan pertemuan terlebih dahulu dengan China Algae Industry Association (CAIA). Pasalnya, negeri tirai bambu itu menyerap hampir 70% karaginan (turunan rumput laut) Indonesia, yang kemudian dikapalkan ke AS dan Eropa," ujarnya di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (9/4/2018).
Menurut Safari, karaginan merupakan bahan penolong yang digunakan untuk pengental, pengenyal dan pengemulsi bahan olahan makanan. Namun pihak AS menilai karaginan harus masuk dalam daftar produk organik karena belum ada bahan subtitusi lainnya.
"Kami sudah sering menjelaskan pada semua pihak bahwa budi daya rumput laut kita dilakukan secara alami tanpa menggunakan pupuk, kimia ataupun suplemen," jelasnya.
Setelah China, lanjut Safari, pihaknya akan melakukan konsolidasi dengan Departemen Pertanian AS (USDA) dan Organic Foods Production Act (OFPA) di sana. "Kami dan pemerintah memang telah melakukan upaya bersama agar rumput laut ini tetap masuk dalam daftar produk organik," tuturnya.
Seperti diketahui sebelumnya, delisting produk rumput laut dipicu dari adanya petisi Joanne Tobacman, M.D. (Tobacman) dari University of Illinois, Chicago, pada Juni 2008 kepada US Food and Drug Administration (USFDA). Isinya melarang penggunaan karaginan sebagai bahan tambahan dalam produk-produk makanan. Namun petisi tersebut ditolak pada tahun 2012.
Kemudian, petisi yang sama diajukan kembali ke US National Organic Standard Board (NOSB) pada tahun 2013 diikuti dengan adanya publikasi LSM Cornucopia Institute US pada Maret 2013. LSM telah menyakinkan publik untuk meminta kepada US NOSB agar mengeluarkan karaginan dan agar-agar dari daftar bahan pangan organik.
Safari menuturkan, sebelum akhirnya delisting dicabut, pihaknya telah melakukan penyusunan dan pengiriman submisi, mengikuti public comments dan forum-forum untuk meyakinkan masyarakat internasional, terutama AS.
Tidak hanya itu, ARLI juga intens berkomunikasi dengan Kementerian Perdagangan baik di Indonesia maupun AS, Kementerian Kelautan dan Perikanan, KBRI Washington D.C, Kadin Indonesia, CAIA, Seaweed Industry Association of the Philippines (SIAP), ASEAN Seaweed Industry Club (ASIC), International Food Additives Council (IFAC), Marinalg International dan negara-negara penghasil rumput laut lainnya.
"Dengan dicabutnya delisting, kami optimis ekspor rumput laut dapat meningkat di tahun ini," ungkapnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor rumput laut dan ganggang Indonesia mencapai 137.859 ton, dengan nilai USD113,8 juta ke berbagai negara untuk periode Januari-Oktober 2017.
Kementerian Pertanian Amerika Serikat atau U.S. Department of Agriculture (USDA), melalui Agricultural Marketing Service (AMS), telah menerbitkan dokumen yang menyatakan bahwa carrageenan dan agar-agar tetap berada di dalam daftar produk organik pada tanggal 4 April 2018 yang akan berlaku efektif pada tanggal 29 Mei 2018.
Ketua Umum Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) Safari Azis mengatakan, pihaknya akan segera melakukan konsolidasi dengan pihak China dan AS. Menurutnya, para pelaku eksportir perlu melakukan persiapan strategi untuk dapat kembali masuk ke pasar AS.
"Kami akan segera melakukan pertemuan terlebih dahulu dengan China Algae Industry Association (CAIA). Pasalnya, negeri tirai bambu itu menyerap hampir 70% karaginan (turunan rumput laut) Indonesia, yang kemudian dikapalkan ke AS dan Eropa," ujarnya di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (9/4/2018).
Menurut Safari, karaginan merupakan bahan penolong yang digunakan untuk pengental, pengenyal dan pengemulsi bahan olahan makanan. Namun pihak AS menilai karaginan harus masuk dalam daftar produk organik karena belum ada bahan subtitusi lainnya.
"Kami sudah sering menjelaskan pada semua pihak bahwa budi daya rumput laut kita dilakukan secara alami tanpa menggunakan pupuk, kimia ataupun suplemen," jelasnya.
Setelah China, lanjut Safari, pihaknya akan melakukan konsolidasi dengan Departemen Pertanian AS (USDA) dan Organic Foods Production Act (OFPA) di sana. "Kami dan pemerintah memang telah melakukan upaya bersama agar rumput laut ini tetap masuk dalam daftar produk organik," tuturnya.
Seperti diketahui sebelumnya, delisting produk rumput laut dipicu dari adanya petisi Joanne Tobacman, M.D. (Tobacman) dari University of Illinois, Chicago, pada Juni 2008 kepada US Food and Drug Administration (USFDA). Isinya melarang penggunaan karaginan sebagai bahan tambahan dalam produk-produk makanan. Namun petisi tersebut ditolak pada tahun 2012.
Kemudian, petisi yang sama diajukan kembali ke US National Organic Standard Board (NOSB) pada tahun 2013 diikuti dengan adanya publikasi LSM Cornucopia Institute US pada Maret 2013. LSM telah menyakinkan publik untuk meminta kepada US NOSB agar mengeluarkan karaginan dan agar-agar dari daftar bahan pangan organik.
Safari menuturkan, sebelum akhirnya delisting dicabut, pihaknya telah melakukan penyusunan dan pengiriman submisi, mengikuti public comments dan forum-forum untuk meyakinkan masyarakat internasional, terutama AS.
Tidak hanya itu, ARLI juga intens berkomunikasi dengan Kementerian Perdagangan baik di Indonesia maupun AS, Kementerian Kelautan dan Perikanan, KBRI Washington D.C, Kadin Indonesia, CAIA, Seaweed Industry Association of the Philippines (SIAP), ASEAN Seaweed Industry Club (ASIC), International Food Additives Council (IFAC), Marinalg International dan negara-negara penghasil rumput laut lainnya.
"Dengan dicabutnya delisting, kami optimis ekspor rumput laut dapat meningkat di tahun ini," ungkapnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor rumput laut dan ganggang Indonesia mencapai 137.859 ton, dengan nilai USD113,8 juta ke berbagai negara untuk periode Januari-Oktober 2017.
(ven)