Dipasena Dinilai Layak Masuk Proyek Strategis Nasional
A
A
A
JAKARTA - Mantan Menteri Pertanian Bungaran Saragih mendukung rekomendasi Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) untuk membangkitkan kembali pertambakan udang Dipasena di Lampung dengan menempatkannya sebagai proyek strategis nasional.
Namun, dia mengingatkan agar pengelolaan pertambakan udang terbesar di dunia itu haruslah tetap secara murni bisnis yang modern, yang berkelanjutan dan tetap ditangani oleh swasta.
KEIN dalam waktu dekat akan meminta Presiden Joko Widodo untuk mempertimbangkan kawasan Bumi Dipasena sebagai proyek strategis nasional dan dengan menempatkannya di bawah presiden.
Bungaran mengatakan, jika pemerintah terlibat dalam revitalisasi atau rehabilitasi pertambakan Dipasena, sebaiknya itu dalam investasi infrastrukur. Meski menjadi proyek strategis nasional, namun dia menilai pengelolaannya haruslah tetap secara bisnis swasta. Kalau pun pemerintah ikut serta dalam pengelolaannya, itu diwakili oleh BUMN.
"Jadi joint-venture antara swasta dengan BUMN Perikanan. Dan harus dengan tetap melibatkan langsung petambak rakyat setempat. Modelnya adalah seperti yang dahulu pernah dilaksanakan di saat kejayaan Dipasena," katanya di Jakarta, Jumat (13/4).
Dia menyayangkan pertambakan Dipasena sekarang hanya menjadi pertambakan yang tradisional. Padahal pada masa kejayaannya (1985-1998) Dipasena pernah menghasilkan 2.000 ton udang perbulan dan mengekspor 20.000 ton per tahun. Dan di tahun 1995/1996 ekspornya pernah mencapai rekor 25.000 ton, yang menjadikannya sebagai eksportir udang terbesar di dunia. Pertambakan itu menghasilkan devisa USD300 juta per tahun.
Menurut guru besar IPB itu, untuk membangkitkan kembali kejayaan pertambakan udang Dipasena, para pihak harus melihat ide dasar yang diemban keluarga Sjamsul Nursalim yang terpanggil untuk menggali sumber daya alam kampung halamannya, dengan melibatkan langsung rakyat petambak, dan telah terbukti berhasil mengembangkan agribisnia udang terbesar di dunia.
"Dia bukan semata mengembangkan bisnis. Tapi care to the people, seraya care to the environment," ujar Bungaran.
Bungaran mengungkapkan, bila nantinya Dipasena dibangkitkan kembali, siapa pun yang akan mengelolanya tidak perlu mencari metode atau pendekatan lain. "Ikutilah model yang telah benar yang dijalankan oleh keluarga Sjamsul Nursalim. Itu sudah tepat dan keberhasilannya bisa menjadi contoh dalam menjalankan agribisnis berkelanjutan," tegasnya.
Pertambakan udang Dipasena berada dalam kawasan terpadu seluas 98.000 Ha di Lampung yang terapit antara sungai Mesuji dan sungai Tulang Bawang dengan pantai berhutan bakau sepanjang 75 Km. Kawasan pertambakan Bumi Dipasena sendiri meliputi luas 24.000 ha di kecamatan Rawajitu Timur Kabupaten Tulang Bawang. Di dalamnya terdapat jaringan kanal sepanjang 1.300 km, pembangkit listrik 200 MW, fasilitas pendukung seperti pabrik pakan, 180 kolam penelitian, hatchery benur, serta kota mandiri berpenduduk 100.000 jiwa.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) Rokhmin Dahuri mengatakan Indonesia dengan garis pantai 95.185 km atau terpanjang kedua di dunia memiliki potensi lahan pesisir untuk tambak udang 3 juta ha atau terluas di dunia. "Indonesia seharusnya menjadi produsen dan eksportir udang budidaya terbesar di dunia," tandasnya.
Namun, dia mengingatkan agar pengelolaan pertambakan udang terbesar di dunia itu haruslah tetap secara murni bisnis yang modern, yang berkelanjutan dan tetap ditangani oleh swasta.
KEIN dalam waktu dekat akan meminta Presiden Joko Widodo untuk mempertimbangkan kawasan Bumi Dipasena sebagai proyek strategis nasional dan dengan menempatkannya di bawah presiden.
Bungaran mengatakan, jika pemerintah terlibat dalam revitalisasi atau rehabilitasi pertambakan Dipasena, sebaiknya itu dalam investasi infrastrukur. Meski menjadi proyek strategis nasional, namun dia menilai pengelolaannya haruslah tetap secara bisnis swasta. Kalau pun pemerintah ikut serta dalam pengelolaannya, itu diwakili oleh BUMN.
"Jadi joint-venture antara swasta dengan BUMN Perikanan. Dan harus dengan tetap melibatkan langsung petambak rakyat setempat. Modelnya adalah seperti yang dahulu pernah dilaksanakan di saat kejayaan Dipasena," katanya di Jakarta, Jumat (13/4).
Dia menyayangkan pertambakan Dipasena sekarang hanya menjadi pertambakan yang tradisional. Padahal pada masa kejayaannya (1985-1998) Dipasena pernah menghasilkan 2.000 ton udang perbulan dan mengekspor 20.000 ton per tahun. Dan di tahun 1995/1996 ekspornya pernah mencapai rekor 25.000 ton, yang menjadikannya sebagai eksportir udang terbesar di dunia. Pertambakan itu menghasilkan devisa USD300 juta per tahun.
Menurut guru besar IPB itu, untuk membangkitkan kembali kejayaan pertambakan udang Dipasena, para pihak harus melihat ide dasar yang diemban keluarga Sjamsul Nursalim yang terpanggil untuk menggali sumber daya alam kampung halamannya, dengan melibatkan langsung rakyat petambak, dan telah terbukti berhasil mengembangkan agribisnia udang terbesar di dunia.
"Dia bukan semata mengembangkan bisnis. Tapi care to the people, seraya care to the environment," ujar Bungaran.
Bungaran mengungkapkan, bila nantinya Dipasena dibangkitkan kembali, siapa pun yang akan mengelolanya tidak perlu mencari metode atau pendekatan lain. "Ikutilah model yang telah benar yang dijalankan oleh keluarga Sjamsul Nursalim. Itu sudah tepat dan keberhasilannya bisa menjadi contoh dalam menjalankan agribisnis berkelanjutan," tegasnya.
Pertambakan udang Dipasena berada dalam kawasan terpadu seluas 98.000 Ha di Lampung yang terapit antara sungai Mesuji dan sungai Tulang Bawang dengan pantai berhutan bakau sepanjang 75 Km. Kawasan pertambakan Bumi Dipasena sendiri meliputi luas 24.000 ha di kecamatan Rawajitu Timur Kabupaten Tulang Bawang. Di dalamnya terdapat jaringan kanal sepanjang 1.300 km, pembangkit listrik 200 MW, fasilitas pendukung seperti pabrik pakan, 180 kolam penelitian, hatchery benur, serta kota mandiri berpenduduk 100.000 jiwa.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) Rokhmin Dahuri mengatakan Indonesia dengan garis pantai 95.185 km atau terpanjang kedua di dunia memiliki potensi lahan pesisir untuk tambak udang 3 juta ha atau terluas di dunia. "Indonesia seharusnya menjadi produsen dan eksportir udang budidaya terbesar di dunia," tandasnya.
(fjo)