Dasar Perpanjangan Kontrak JICT Jilid II Dipertanyakan
A
A
A
JAKARTA - Serikat Pekerja (SP) PT Jakarta International Container Terminal (JICT) mempertanyakan apa yang menjadi dasar perpanjangan pengelolaan JICT kepada Hutchison. Perpanjangan kontrak JICT jilid II (2019-2039) kepada Hutchison dinilai berjalan efektif.
Ketua Umum Serikat Pekerja (SP JICT) Hazris Malsyah lewat keterangan resmi, mengatakan faktanya pembayaran uang sewa kontrak sudah berjalan sejak tahun 2015. Fakta lain yaitu telah terjadi perubahan komposisi kepemilikan saham, perubahan struktur Direksi dan Komisaris, serta pembayaran biaya-biaya yang merupakan klausul dalam amandemen perjanjian.
"Efektifnya kontrak JICT ini telah merugikan negara Rp4,08 triliun. Kerugian lain juga dialami oleh pekerja selaku stakeholder utama, yakni menurunnya tingkat keselamatan kerja serta terjadi penurunan hak pekerja sampai 90%," terang Hazris dalam aksi protes ratusan pekerja di lobi kantor utama JICT, Kamis (26/4/2018).
Lebih lanjut Ia menerangkan, terkait aspek keselamatan kerja telah terjadi kembali kecelakaan yang menyebabkan pekerja luka serius di kepala. "Konyolnya, Hutchison juga bermasalah dalam hal keamanan kerja di pelabuhan Sydney Australia. Seorang pekerja wanita di Austalia mengalami koma akibat kecelakaan kerja yang terjadi minggu lalu," sambungnya.
Ia menambahkan, melihat fakta-fakta tersebut, perpanjangan Kontrak JICT kepada Hutchison dinilai dipaksa berjalan oleh Direksi dan pemegang saham. Hal ini menjawab pernyataan Ketua KPK Agus Rahardjo sebelumnya, pada bulan September 2017 lalu dalam rapat DPR yang menyatakan kontrak tersebut belum efektif.
"Kami juga akan mendorong KPK segera menindaklanjuti laporan terkait perpanjangan kontrak tersebut. Selain itu, menyikapi Pelanggaran atas hak pekerja yang dilakukan Direksi karena efektifnya perpanjangan kontrak, SP JICT akan melakukan aksi industrial," paparnya.
Dalam kesempatan ini, Hazris juga menegaskan ingin meminta kepada Presiden untuk mengembalikan pengelolaan JICT 100% kepada Pelindo II di bulan Maret 2019. Mengingat Negara wajib berdaulat atas gerbang ekonomi nasional.
Ketua Umum Serikat Pekerja (SP JICT) Hazris Malsyah lewat keterangan resmi, mengatakan faktanya pembayaran uang sewa kontrak sudah berjalan sejak tahun 2015. Fakta lain yaitu telah terjadi perubahan komposisi kepemilikan saham, perubahan struktur Direksi dan Komisaris, serta pembayaran biaya-biaya yang merupakan klausul dalam amandemen perjanjian.
"Efektifnya kontrak JICT ini telah merugikan negara Rp4,08 triliun. Kerugian lain juga dialami oleh pekerja selaku stakeholder utama, yakni menurunnya tingkat keselamatan kerja serta terjadi penurunan hak pekerja sampai 90%," terang Hazris dalam aksi protes ratusan pekerja di lobi kantor utama JICT, Kamis (26/4/2018).
Lebih lanjut Ia menerangkan, terkait aspek keselamatan kerja telah terjadi kembali kecelakaan yang menyebabkan pekerja luka serius di kepala. "Konyolnya, Hutchison juga bermasalah dalam hal keamanan kerja di pelabuhan Sydney Australia. Seorang pekerja wanita di Austalia mengalami koma akibat kecelakaan kerja yang terjadi minggu lalu," sambungnya.
Ia menambahkan, melihat fakta-fakta tersebut, perpanjangan Kontrak JICT kepada Hutchison dinilai dipaksa berjalan oleh Direksi dan pemegang saham. Hal ini menjawab pernyataan Ketua KPK Agus Rahardjo sebelumnya, pada bulan September 2017 lalu dalam rapat DPR yang menyatakan kontrak tersebut belum efektif.
"Kami juga akan mendorong KPK segera menindaklanjuti laporan terkait perpanjangan kontrak tersebut. Selain itu, menyikapi Pelanggaran atas hak pekerja yang dilakukan Direksi karena efektifnya perpanjangan kontrak, SP JICT akan melakukan aksi industrial," paparnya.
Dalam kesempatan ini, Hazris juga menegaskan ingin meminta kepada Presiden untuk mengembalikan pengelolaan JICT 100% kepada Pelindo II di bulan Maret 2019. Mengingat Negara wajib berdaulat atas gerbang ekonomi nasional.
(akr)