Pelemahan Rupiah Berpotensi Ganggu Stabilitas Ekonomi
A
A
A
JAKARTA - Pelemahan rupiah dalam beberapa pekan terakhir hingga mendekati level Rp14.000/USD diyakini bakal berisiko mengganggu stabilitas ekonomi, apabila tidak segera distabilkan. Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adinegara menerangkan, efeknya bakal berimbas ke sektor industri.
Labih lanjut Ia menerangkan, karena dengan pelemahan rupiah sehingga akan naikkan biaya produksi. "Ongkos logistik untuk ekspor impor juga terkena dampak pelemahan kurs karena sebagian besar gunakan kapal asing. Swasta yang punya ULN pun terancam gagal bayar, apabila kurs melemah dalam jangka panjang," ujar Bhima saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Sabtu (28/4/2018).
Kondisi ini diperparah dengan kenaikan harga minyak mentah dunia. Indonesia sendiri terang dia mengimpor minyak setiap tahunnya senilai USD24,3 miliar. Jadi rupiah yang terdepresiasi juga pengaruhI ke harga bahan bakar minyak (BBM) khususnya non subsidi yang terancam lebih mahal.
"Mendekati lebaran bahan makanan baik garam, gula, beras, daging, bawang putih komponen impornya besar. Inflasi volatile food dan administered price yang bersamaan bisa pukul daya beli masyarakat," tukasnya.
Sementara itu sebelumnya Bank Indonesia (BI) menilai bahwa impor yang dilakukan pemerintah masih dibatas yang aman. Hal ini dikarenakan impor bahan baku yang dilakukan pemerintah dinilai sangat produktif dalam memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia.
Labih lanjut Ia menerangkan, karena dengan pelemahan rupiah sehingga akan naikkan biaya produksi. "Ongkos logistik untuk ekspor impor juga terkena dampak pelemahan kurs karena sebagian besar gunakan kapal asing. Swasta yang punya ULN pun terancam gagal bayar, apabila kurs melemah dalam jangka panjang," ujar Bhima saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Sabtu (28/4/2018).
Kondisi ini diperparah dengan kenaikan harga minyak mentah dunia. Indonesia sendiri terang dia mengimpor minyak setiap tahunnya senilai USD24,3 miliar. Jadi rupiah yang terdepresiasi juga pengaruhI ke harga bahan bakar minyak (BBM) khususnya non subsidi yang terancam lebih mahal.
"Mendekati lebaran bahan makanan baik garam, gula, beras, daging, bawang putih komponen impornya besar. Inflasi volatile food dan administered price yang bersamaan bisa pukul daya beli masyarakat," tukasnya.
Sementara itu sebelumnya Bank Indonesia (BI) menilai bahwa impor yang dilakukan pemerintah masih dibatas yang aman. Hal ini dikarenakan impor bahan baku yang dilakukan pemerintah dinilai sangat produktif dalam memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia.
(akr)