UMKM Dukung Nawacita Jika Dua Hal Ini Dipenuhi
A
A
A
JAKARTA - Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) diyakini bisa membantu Presiden Joko Widodo dalam mewujudkan program Nawacita, jika pemerintah bisa menjamin perlindungan bagi pelakunya.
Kontribusi UMKM bagi pertumbuhan ekonomi sudah berlangsung sejak lama, melalui penyerapan tenaga kerja pada berbagai sektor usaha.
Selain itu, UMKM merupakan sektor yang telah terbukti ketangguhannya dalam menghadapi berbagai krisis. Karena itu, Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Harry Agustanto menilai pemerintah sudah seharusnya memberikan penguatan serta perlindungan hukum bagi para pelaku UMKM.
Menurut Harry, penguatan dan perlindungan UMKM sejalan dengan tujuan Nawacita yang ingin meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa lainnya. Nawacita rancangan Jokowi, ujarnya, juga bercita-cita mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
"Kedudukan UMKM sangat penting bagi perekonomian Indonesia sehingga layak dilindungi. Apalagi kedudukan UMKM yang cukup lemah dibandingkan dengan pelaku usaha dan industri besar," kata Harry melalui siaran pers, Selasa (1/5/2018).
Ia menuturkan, di dunia usaha rentan terjadi monopoli dan persaingan bisnis tidak sehat yang dapat menimbulkan kerugian. Bukan hanya bagi pelaku usaha tetapi juga masyarakat. MenurutHarry, jika perilaku anti-persaingan, monopoli, kartel yang umumnya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar terus dibiarkan, maka pelaku UMKM juga ikut menjadi korban karena terjadi hambatan dalam memasuki pasar.
Selanjutnya, kata dia, salah satu cara untuk menguatkan kedudukan UMKM adalah dengan menegakkan hukum persaingan usaha sehingga terciptanya persaingan yang bersih dan sehat. Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat bertujuan untuk mewujudkan iklim usaha yang sehat dan tanggung jawab pelaku usaha dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Beleid itu juga memberikan perlindungan terhadap usaha kecil menengah dalam kaitannya dengan kesempatan kepastian berusaha. "Selain itu, cara lain untuk memperkuat kedudukan UMKM adalah dengan memperkuat kemitraan UMKM dengan Perusahaan Besar. Saat ini telah ada UU Nomor 20 Tahun 2008 dan PP Nomor 17 Tahun 2013 yang di dalamnya mengatur tentang pengawasan kemitraan antara Pelaku Usaha UMKM dengan Perusahaan Besar oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)," katanya.
Kemitraan yang dimaksud sesuai UU adalah kerja sama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku UMKM dengan usaha besar.
Dalam melaksanakan kemitraan, menurut dia, para pihak mempunyai kedudukan hukum yang setara dan usaha besar dilarang memiliki dan/atau menguasai UMKM mitra usahanya. "Maksudnya, usaha besar dilarang memiliki sebagian besar atau seluruh saham, modal, aset UMKM atau menguasai pengambilan keputusan terhadap UMKM yang menjadi mitranya," lanjut Harry.
Ketentuan itu untuk mengantisipasi terjadinya penyalahgunaan berbagai fasilitas Pemerintah yang diberikan kepada pelaku UMUM oleh pelaku usaha besar yang menjadi mitranya.
"Saat ini masih banyak perusahaan besar yang belum mematuhi aturan-aturan tentang pengawasan kemitraan. Oleh karena itu KPPU didorong untuk bisa menggunakan pendekatan kepatuhan atau compliance bukan hukuman. Pencegahan harus lebih dikedepankan dibandingkan penegakkan hukum," tandasnya.
Jika perusahaan besar yang terindikasi menyalahgunakan posisi tawar dominan, diberikan sosialisasi terlebih dulu mengenai pengawasan kemitraan. Apabila masih belum mematuhi kemudian diberi peringatan. Kemudian, jika perusahaan besar sudah memperbaiki kesalahannya maka tidak perlu diproses lebih lanjut. Namun jika telah berkali-kali melanggar, tegas dia, maka perlu untuk diberikan hukuman sebagai bentuk pembinaan.
Kontribusi UMKM bagi pertumbuhan ekonomi sudah berlangsung sejak lama, melalui penyerapan tenaga kerja pada berbagai sektor usaha.
Selain itu, UMKM merupakan sektor yang telah terbukti ketangguhannya dalam menghadapi berbagai krisis. Karena itu, Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Harry Agustanto menilai pemerintah sudah seharusnya memberikan penguatan serta perlindungan hukum bagi para pelaku UMKM.
Menurut Harry, penguatan dan perlindungan UMKM sejalan dengan tujuan Nawacita yang ingin meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa lainnya. Nawacita rancangan Jokowi, ujarnya, juga bercita-cita mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
"Kedudukan UMKM sangat penting bagi perekonomian Indonesia sehingga layak dilindungi. Apalagi kedudukan UMKM yang cukup lemah dibandingkan dengan pelaku usaha dan industri besar," kata Harry melalui siaran pers, Selasa (1/5/2018).
Ia menuturkan, di dunia usaha rentan terjadi monopoli dan persaingan bisnis tidak sehat yang dapat menimbulkan kerugian. Bukan hanya bagi pelaku usaha tetapi juga masyarakat. MenurutHarry, jika perilaku anti-persaingan, monopoli, kartel yang umumnya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar terus dibiarkan, maka pelaku UMKM juga ikut menjadi korban karena terjadi hambatan dalam memasuki pasar.
Selanjutnya, kata dia, salah satu cara untuk menguatkan kedudukan UMKM adalah dengan menegakkan hukum persaingan usaha sehingga terciptanya persaingan yang bersih dan sehat. Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat bertujuan untuk mewujudkan iklim usaha yang sehat dan tanggung jawab pelaku usaha dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Beleid itu juga memberikan perlindungan terhadap usaha kecil menengah dalam kaitannya dengan kesempatan kepastian berusaha. "Selain itu, cara lain untuk memperkuat kedudukan UMKM adalah dengan memperkuat kemitraan UMKM dengan Perusahaan Besar. Saat ini telah ada UU Nomor 20 Tahun 2008 dan PP Nomor 17 Tahun 2013 yang di dalamnya mengatur tentang pengawasan kemitraan antara Pelaku Usaha UMKM dengan Perusahaan Besar oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)," katanya.
Kemitraan yang dimaksud sesuai UU adalah kerja sama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku UMKM dengan usaha besar.
Dalam melaksanakan kemitraan, menurut dia, para pihak mempunyai kedudukan hukum yang setara dan usaha besar dilarang memiliki dan/atau menguasai UMKM mitra usahanya. "Maksudnya, usaha besar dilarang memiliki sebagian besar atau seluruh saham, modal, aset UMKM atau menguasai pengambilan keputusan terhadap UMKM yang menjadi mitranya," lanjut Harry.
Ketentuan itu untuk mengantisipasi terjadinya penyalahgunaan berbagai fasilitas Pemerintah yang diberikan kepada pelaku UMUM oleh pelaku usaha besar yang menjadi mitranya.
"Saat ini masih banyak perusahaan besar yang belum mematuhi aturan-aturan tentang pengawasan kemitraan. Oleh karena itu KPPU didorong untuk bisa menggunakan pendekatan kepatuhan atau compliance bukan hukuman. Pencegahan harus lebih dikedepankan dibandingkan penegakkan hukum," tandasnya.
Jika perusahaan besar yang terindikasi menyalahgunakan posisi tawar dominan, diberikan sosialisasi terlebih dulu mengenai pengawasan kemitraan. Apabila masih belum mematuhi kemudian diberi peringatan. Kemudian, jika perusahaan besar sudah memperbaiki kesalahannya maka tidak perlu diproses lebih lanjut. Namun jika telah berkali-kali melanggar, tegas dia, maka perlu untuk diberikan hukuman sebagai bentuk pembinaan.
(fjo)