Asia Timur, Kawasan Paling Ramah bagi Usaha Start-up
A
A
A
TOKYO - Berbicara soal usaha rintisan alias start-up, orang selalu menaruh perhatian ke Silicon Valley di Amerika Serikat, dengan kisah sukses Apple hingga Facebook. Namun lanskap sudah berubah. Kini, Asia Timur menjadi kawasan paling terdepan dalam pengembangan start-up di dunia.
Dengan akses pasar yang terus tumbuh, berkumpulnya tenaga ahli yang terampil, biaya hidup relatif lebih rendah dari Silicon Valley dan rekan-rekan Barat lainnya, kota-kota di Asia Timur sedang melangkah untuk memenangkan persaingan.
Melansir CNBC, Jumat (4/5/2018), media yang berbasis di New Jersey, AS itu, meneropong kota-kota start-up terkemuka di Asia Timur dan bagaimana biayanya, termasuk kemudahan melakukan bisnis.
Beijing, China
Ibu kota China ini menjadi rumah bagi 7.000 start-up dan lebih dari 40 unicorn—istilah bagi start-up yang memiliki valuasi di atas USD1 miliar atau Rp13,9 triliun. Di Beijing terdapat kawasan Zhongguancun, sebagai jawaban China untuk Silicon Valley. Ini menjadi tempat tinggal bagi 300 start-up. Sedangkan yang lebih luas ialah Distrik Haidan, yang menjadi markas dan kisah sukses Xiaomi dan Baidu.
Biaya hidup: USD1.420 per bulan
Ruang coworking: USD265 per bulan
Kecepatan internet: rata-rata 6 mbps
Start-up terkemuka: Baidu, Ofo, dan Xiaomi
Shanghai, China
Salah satu kota paling padat di dunia. Hal ini disebabkan biaya hidup yang umumnya terjangkau. Bahkan, beberapa kabupaten di sana akan menyediakan tempat dan memudahkan izin jika Anda memilih mendaftar untuk membangun bisnis di sana.
Alhasil, kini ada 3.000 perusahaan baru di Shanghai. Meski jumlahnya kalah dari Beijing, namun menurut South China Morning Post, kota ini memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dalam hal memperluas jaringan bisnis secara internasional.
Biaya hidup: USD1.598,85 per bulan
Ruang coworking: USD197 per bulan
Kecepatan internet (rata-rata): 7 mbps
Startup terkemuka: 99Bill, AdChina, Qiniu
Shenzhen, China
Kota ini telah mengalami transformasi meterorik dalam 30 tahun terakhir. Semula sebagai desa nelayan kecil dengan populasi 175.000 orang, kini menjadi kota metropolis dengan lebih 12,5 juta penduduk. Pertumbuhan pesat ini melahirkan komunitas pengusaha baru ekonomi kreatif, diantaranya sudah menjadi perusahaan global seperti Tencent dan OnePlus. Shenzen pun menjadi tempat bagi pengembang hardware, penelitian, dan investasi pengembangan IT di China.
Biaya hidup: USD1.260,45 per bulan
Ruang coworking: USD318 per bulan
Kecepatan internet (rata-rata): 11 mbps
Startup terkemuka: DJI, OnePlus, Tencent
Hong Kong
Hong Kong telah lama menjadi salah satu pusat keuangan terkemuka di dunia. Tetapi hingga saat ini, mereka sedang berjuang untuk meniru keberhasilan tersebut pada adegan yang baru, yaitu usaha rintisan alias start-up.
Belakangan tahun ini, Hong Kong geliat meningkatkan aktivitas ekonomi kreatif dan kota ini sekarang memiliki lebih 2.000 start-up dan 50 coworking. Tahun lalu, Hong Kong sukses merayakan aplikasi GoGoVan, unicorn pertama dari Hong Kong.
Biaya hidup: USD2.869,85 per bulan
Ruang coworking: USD255 per bulan
Kecepatan internet (rata-rata): 38 mbps
Startup terkemuka: GoGoVan, Tink Labs, WeLab
Taipei, Taiwan
Dengan populasi di bawah 3 juta, ibu kota Taiwan ini memiliki ukuran relatif kecil dibandingkan kota-kota industri lainnya di Asia Timur. Terlepas dari itu, Taipei telah lama menjadi pusat global untuk pengembangan perangkat keras dan manufaktur dan merupakan rumah bagi jaringan keahlian teknik dan desain terkemuka.
Untuk mengembangkan ekonomi kreatif ini, Pemerintah Taiwan memberi visa dan subsidi bagi pengusaha yang bersedia membangun usaha rintisan. Saat ini, Taipei menjadi rumah bagi sekitar 50 kantor coworking dan lebih dari dua lusin inkubator dan akselerator.
Biaya hidup: USD1.319,90 per bulan
Ruang coworking: USD195 per bulan
Kecepatan internet (rata-rata): 23 mbps
Startup terkemuka: Acer, Appier, Umbo Computer Vision
Fukuoka, Jepang
Kota pelabuhan Jepang Fukuoka telah menumbuhkan reputasinya sebagai hub bagi usaha start-up berkat kepemimpinan Wali Kota Soichiro Takashima. Kota ini sangat ramah bagi kewirausahaan, karena memberi visa selama enam bulan bagi orang asing yang ingin membangun usaha ini. Sedangkan pengusaha lokal diberi pinjaman hingga USD232.000.
Meski populasinya terbilang sedikit, hanya 1,5 juta penduduk, Fukuoka telah menjadi kota dengan pertumbuhan tercepat di Jepang di luar Tokyo. Membanggakannya, kota ini juga menjadi kota dengan jumlah populasi angkatan muda terbesar di Jepang, dengan rata-rata penduduk berusia 15 hingga 29 tahun. Termasuk berkembangnya komunitas ekspatriat.
Biaya hidup: USD1.510,45 per bulan
Ruang coworking: USD186 per bulan
Kecepatan internet (rata-rata): 46 mbps
Startup terkemuka: Ikkai, Qurate, Renzo
Tokyo, Jepang
Ibu kota Jepang ini dulunya merupakan pusat dari perusahaan internet saat terjadi ledakan dotcom, sehingga dijuluki “Bit Valley”. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, dominasi mereka di tingkat global mulai pudar akibat investasi di perusahaan baru sangat buruk.
Karena itu, mereka ingin mengembalikan kembali kejayaan Tokyo sebagai ibu kota ekonomi terbesar ketiga di dunia, dan rumah bagi salah satu investor teknologi informasi kenamaan: Softbank.
Dengan peluang berlimpah, seperti kecakapan SDM, bukan hal mustahil bagi usaha start-up di Tokyo untuk kembali berkibar. Namun mereka memiliki masalah yaitu populasi penduduk yang menua yang sangat banyak.
Biaya hidup: USD2.163,10 per bulan
Ruang coworking: USD512 per bulan
Kecepatan internet (rata-rata): 21 mbps
Startup terkemuka: bitFlyer, Rakuten, Wantedly
Seoul, Korea Selatan
Seoul merupakan rumah bagi setengah dari total 50 juta penduduk Korea Selatan. Menampung hingga 3.500 start-up dan sekitar 100 akselerator, terutama di distrik Gangnam yang terkenal.
Dalam upaya membangun ekonomi kreatif, pemerintah Korea Selatan telah berinvestasi besar-besaran dalam ekosistem start-up dan tahun lalu menunjuk perusahaan baru yang memulai dan usaha kecil menengah. Korea Selatan juga mendukung perkembangan ekonomi kreatif, namun cenderung condong untuk mendukung warga negara Korea Selatan bukan pendatang.
Biaya hidup: USD1.849,15 per bulan
Ruang coworking: USD94 per bulan
Kecepatan internet (rata-rata): 47 mbps
Startup terkemuka: Kakao, Viva Republica, Yello Mobile
Selain biaya, tentu saja ada faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan ketika meluncurkan start-up, seperti komunitas, ketersediaan investasi dan akses terhadap sumber daya lokal. Inilah sedikit kisah kota-kota terkemuka di Asia Timur dan apa yang mereka tawarkan kepada pelaku ekonomi kreatif yang bercita-cita tinggi.
Dengan akses pasar yang terus tumbuh, berkumpulnya tenaga ahli yang terampil, biaya hidup relatif lebih rendah dari Silicon Valley dan rekan-rekan Barat lainnya, kota-kota di Asia Timur sedang melangkah untuk memenangkan persaingan.
Melansir CNBC, Jumat (4/5/2018), media yang berbasis di New Jersey, AS itu, meneropong kota-kota start-up terkemuka di Asia Timur dan bagaimana biayanya, termasuk kemudahan melakukan bisnis.
Beijing, China
Ibu kota China ini menjadi rumah bagi 7.000 start-up dan lebih dari 40 unicorn—istilah bagi start-up yang memiliki valuasi di atas USD1 miliar atau Rp13,9 triliun. Di Beijing terdapat kawasan Zhongguancun, sebagai jawaban China untuk Silicon Valley. Ini menjadi tempat tinggal bagi 300 start-up. Sedangkan yang lebih luas ialah Distrik Haidan, yang menjadi markas dan kisah sukses Xiaomi dan Baidu.
Biaya hidup: USD1.420 per bulan
Ruang coworking: USD265 per bulan
Kecepatan internet: rata-rata 6 mbps
Start-up terkemuka: Baidu, Ofo, dan Xiaomi
Shanghai, China
Salah satu kota paling padat di dunia. Hal ini disebabkan biaya hidup yang umumnya terjangkau. Bahkan, beberapa kabupaten di sana akan menyediakan tempat dan memudahkan izin jika Anda memilih mendaftar untuk membangun bisnis di sana.
Alhasil, kini ada 3.000 perusahaan baru di Shanghai. Meski jumlahnya kalah dari Beijing, namun menurut South China Morning Post, kota ini memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dalam hal memperluas jaringan bisnis secara internasional.
Biaya hidup: USD1.598,85 per bulan
Ruang coworking: USD197 per bulan
Kecepatan internet (rata-rata): 7 mbps
Startup terkemuka: 99Bill, AdChina, Qiniu
Shenzhen, China
Kota ini telah mengalami transformasi meterorik dalam 30 tahun terakhir. Semula sebagai desa nelayan kecil dengan populasi 175.000 orang, kini menjadi kota metropolis dengan lebih 12,5 juta penduduk. Pertumbuhan pesat ini melahirkan komunitas pengusaha baru ekonomi kreatif, diantaranya sudah menjadi perusahaan global seperti Tencent dan OnePlus. Shenzen pun menjadi tempat bagi pengembang hardware, penelitian, dan investasi pengembangan IT di China.
Biaya hidup: USD1.260,45 per bulan
Ruang coworking: USD318 per bulan
Kecepatan internet (rata-rata): 11 mbps
Startup terkemuka: DJI, OnePlus, Tencent
Hong Kong
Hong Kong telah lama menjadi salah satu pusat keuangan terkemuka di dunia. Tetapi hingga saat ini, mereka sedang berjuang untuk meniru keberhasilan tersebut pada adegan yang baru, yaitu usaha rintisan alias start-up.
Belakangan tahun ini, Hong Kong geliat meningkatkan aktivitas ekonomi kreatif dan kota ini sekarang memiliki lebih 2.000 start-up dan 50 coworking. Tahun lalu, Hong Kong sukses merayakan aplikasi GoGoVan, unicorn pertama dari Hong Kong.
Biaya hidup: USD2.869,85 per bulan
Ruang coworking: USD255 per bulan
Kecepatan internet (rata-rata): 38 mbps
Startup terkemuka: GoGoVan, Tink Labs, WeLab
Taipei, Taiwan
Dengan populasi di bawah 3 juta, ibu kota Taiwan ini memiliki ukuran relatif kecil dibandingkan kota-kota industri lainnya di Asia Timur. Terlepas dari itu, Taipei telah lama menjadi pusat global untuk pengembangan perangkat keras dan manufaktur dan merupakan rumah bagi jaringan keahlian teknik dan desain terkemuka.
Untuk mengembangkan ekonomi kreatif ini, Pemerintah Taiwan memberi visa dan subsidi bagi pengusaha yang bersedia membangun usaha rintisan. Saat ini, Taipei menjadi rumah bagi sekitar 50 kantor coworking dan lebih dari dua lusin inkubator dan akselerator.
Biaya hidup: USD1.319,90 per bulan
Ruang coworking: USD195 per bulan
Kecepatan internet (rata-rata): 23 mbps
Startup terkemuka: Acer, Appier, Umbo Computer Vision
Fukuoka, Jepang
Kota pelabuhan Jepang Fukuoka telah menumbuhkan reputasinya sebagai hub bagi usaha start-up berkat kepemimpinan Wali Kota Soichiro Takashima. Kota ini sangat ramah bagi kewirausahaan, karena memberi visa selama enam bulan bagi orang asing yang ingin membangun usaha ini. Sedangkan pengusaha lokal diberi pinjaman hingga USD232.000.
Meski populasinya terbilang sedikit, hanya 1,5 juta penduduk, Fukuoka telah menjadi kota dengan pertumbuhan tercepat di Jepang di luar Tokyo. Membanggakannya, kota ini juga menjadi kota dengan jumlah populasi angkatan muda terbesar di Jepang, dengan rata-rata penduduk berusia 15 hingga 29 tahun. Termasuk berkembangnya komunitas ekspatriat.
Biaya hidup: USD1.510,45 per bulan
Ruang coworking: USD186 per bulan
Kecepatan internet (rata-rata): 46 mbps
Startup terkemuka: Ikkai, Qurate, Renzo
Tokyo, Jepang
Ibu kota Jepang ini dulunya merupakan pusat dari perusahaan internet saat terjadi ledakan dotcom, sehingga dijuluki “Bit Valley”. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, dominasi mereka di tingkat global mulai pudar akibat investasi di perusahaan baru sangat buruk.
Karena itu, mereka ingin mengembalikan kembali kejayaan Tokyo sebagai ibu kota ekonomi terbesar ketiga di dunia, dan rumah bagi salah satu investor teknologi informasi kenamaan: Softbank.
Dengan peluang berlimpah, seperti kecakapan SDM, bukan hal mustahil bagi usaha start-up di Tokyo untuk kembali berkibar. Namun mereka memiliki masalah yaitu populasi penduduk yang menua yang sangat banyak.
Biaya hidup: USD2.163,10 per bulan
Ruang coworking: USD512 per bulan
Kecepatan internet (rata-rata): 21 mbps
Startup terkemuka: bitFlyer, Rakuten, Wantedly
Seoul, Korea Selatan
Seoul merupakan rumah bagi setengah dari total 50 juta penduduk Korea Selatan. Menampung hingga 3.500 start-up dan sekitar 100 akselerator, terutama di distrik Gangnam yang terkenal.
Dalam upaya membangun ekonomi kreatif, pemerintah Korea Selatan telah berinvestasi besar-besaran dalam ekosistem start-up dan tahun lalu menunjuk perusahaan baru yang memulai dan usaha kecil menengah. Korea Selatan juga mendukung perkembangan ekonomi kreatif, namun cenderung condong untuk mendukung warga negara Korea Selatan bukan pendatang.
Biaya hidup: USD1.849,15 per bulan
Ruang coworking: USD94 per bulan
Kecepatan internet (rata-rata): 47 mbps
Startup terkemuka: Kakao, Viva Republica, Yello Mobile
Selain biaya, tentu saja ada faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan ketika meluncurkan start-up, seperti komunitas, ketersediaan investasi dan akses terhadap sumber daya lokal. Inilah sedikit kisah kota-kota terkemuka di Asia Timur dan apa yang mereka tawarkan kepada pelaku ekonomi kreatif yang bercita-cita tinggi.
(ven)