OJK Tindak Tegas Perusahaan Pembiayaan Nakal

Selasa, 08 Mei 2018 - 17:03 WIB
OJK Tindak Tegas Perusahaan Pembiayaan Nakal
OJK Tindak Tegas Perusahaan Pembiayaan Nakal
A A A
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, masih ada beberapa Perusahaan Pembiayaan yang tidak secara prudent menjalankan bisnis pembiayaan, bahkan cenderung abai terhadap praktik manajemen risiko dan good corporate governance (GCG). Terhadap temuan pengawasan tersebut, OJK akan secara tegas dan konsisten menerapkan law enforcement kepada Direksi, Dewan komisaris dan pemegang saham yang melanggar ketentuan regulasi pembiayaan, mulai penerapan surat peringatan sampai dengan pencabutan izin usaha.

Selain itu bisa juga dimintakan untuk mengikuti fit and proper ulang apabila pelanggarannya terkait dengan aspek integritas. "Kami sangat serius dalam penerapan law enforcement dengan harapan industri pembiayaan dijalankan oleh orang-orang betul-betul memiliki kompetensi yang handal dengan integritas yang kuat," kata Kepala Eksekutif Pengawas IKNB Otoritas Jasa Keuangan Riswinandi di Jakarta, Selasa (8/5/2018).

OJK juga akan terus mendorong Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) untuk lebih berperan aktif secara konsisten dan berkelanjutan memfasilitasi peningkatan kompetensi pelaku industri pembiayaan, mulai jajaran manajemen sampai dengan level Direksi dan Dewan Komisaris. Disamping itu, APPI juga perlu mengingatkan para anggotanya dalam menjalankan praktik bisnis dengan governance yang baik dan manajemen risiko yang lebih prudent.

"Semua pelaku industri perlu memiliki awareness dan komitmen yang sungguh-sungguh untuk memastikan seluruh jajarannya agar selalu taat azas, taat aturan, dan taat hukum dalam menjalankan bisnis pembiayaan," jelas dia.

Menurutnya, industri Jasa Keuangan memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan peningkatan kesejahteraan masyarakat luas. Oleh karena itu, diperlukan terobosan kebijakan untuk mengoptimalkan peran industri jasa keuangan dalam merespon potensi peningkatan permintaan pembiayaan menjelang tahun politik tahun 2018 dan 2019.

Tetapi, dengan tetap memperhatikan upaya mitigasi risiko dalam rangka menjaga momentum pertumbuhan yang lebih tinggi agar tetap sustainable dalam jangka panjang. Riswinandi melanjutkan, secara umum industri pembiayaan masih menunjukkan pertumbuhan yang positif.

Sampai dengan Maret 2018, aset industri pembiayaan mengalami peningkatan menjadi Rp483,92 triliun atau tumbuh 7,65%. Sementara piutang pembiayaan mengalami pertumbuhan sebesar 6,08% dengan nilai outstanding per Maret 2018 mencapai Rp419,20 triliun.

Sekitar 80% sumber pendanaan industri pembiayaan berasal dari perbankan dan sisanya sekitar 20% diperoleh melalui ppenerbitan surat berharga, baik melalui penerbitan obligasi maupun MTN. Dilain hal, saat ini pihak perbankan sudah sangat selektif dalam melakukan pencairan kredit kepada perusahaan pembiayaan, sehingga berdampak pada perlambatan pertumbuhan piutang pembiayaan dan berpotensi pada kenaikan NPF (Non Performing Financing).

Kebijakan perbankan tersebut, kata Riswinandi, tentunya bukan tanpa alasan. Pihak perbankan menjadi lebih selektif dikarenakan beberapa perusahaan pembiayaan yang kurang prudent dalam menjalankan kegiatan usahanya, serta kurang optimal dalam menerapkan praktik good corporate governance, yang pada akhirnya berdampak negatif terhadap persepsi industri pembiayaan secara keseluruhan di mata perbankan.

Maka dari itu, OJK selaku regulator menginginkan agar permasalahan ini tidak berkepanjangan. OJK berharap, perbankan dan perusahaan pembiayaan dapat kembali saling mendukung dan menguntungkan satu sama lain. "Kami juga berharap industri pembiayaan sudah mulai berbenah diri untuk meningkatkan penerapan GCG dan manajemen risikonya," ungkap dia.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7054 seconds (0.1#10.140)