Arcandra Bakal Kurangi Porsi Batubara Secara Bertahap
A
A
A
JAKARTA - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra mengatakan batubara masih menjadi sumber energi utama untuk pembangkit listrik di Indonesia hingga tahun 2050.
Namun, Arcandra menjelaskan, porsi batubara dalam bauran energi akan dikurangi secara bertahap digantikan sumber energi lain yang lebih ramah lingkungan dan terbarukan. Hal itu berdasarkan roadmap Kebijakan Energi Nasional (KEN), dimana pemanfaatan batubara dalam bauran energi nasional ditargetkan 30% pada 2025, dan menjadi hanya 25% pada 2050.
"Porsi batubara dalam bauran energi nasional masih cukup besar, karena batubara masih menjadi energi yang termurah hingga saat ini. Pemerintah akan mengurangi secara bertahap. Porsinya pada 2050 mendatang diproyeksikan berkurang menjadi 25% dari total penggunaan sumber energi yang ada," ujar Arcandra dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis (10/3/2018).
Arcandra menjelaskan, total konsumsi batubara pada pembangkit listrik di tahun 2017 sebesar 83 juta ton atau 86% dari total konsumsi batubara domestik di Indonesia. Sedangkan untuk industri semen, tekstil, pupuk dan karet menempati posisi kedua dengan total permintaan 13,7 juta ton.
"Selama 5 tahun terakhir, pembangkit listrik tetap menjadi pelanggan pengguna batubara terbesar di Indonesia. Meski permintaan batubara dari industri domestik lainnya meningkat, tetapi masih lebih rendah dibandingkan permintaan yang berasal dari pembangkit listrik", jelas Arcandra.
Selain menjadi penyumbang sumber energi nasional, batubara juga merupakan salah satu penyumbang penerimaan negara cukup signifikan. Tahun 2017, tercatat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor ESDM meningkat sebesar 62% menjadi Rp129,07 triliun (USD9,53 miliar), dimana subsektor mineral dan batubara (minerba) memberikan kontribusi Rp40,6 triliun. Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan target PNBP untuk minerba yang hanya Rp32,7 triliun.
"Capaian ini menunjukkan sektor energi dan sumber daya mineral, selain perannya memastikan pasokan energi yang terjangkau dan nilai tambah domestik, juga memiliki pengaruh besar terhadap pembangunan nasional dan pertumbuhan ekonomi", tambahnya.
Kementerian ESDM juga telah menetapkan harga batubara khusus untuk pembangkit listrik dalam negeri sebesar USD70 per ton, yang tertuang dalam Keputusan Menteri Nomor 1395 K/30/MEM/2018 tentang Harga Batubara untuk Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum.
Pemerintah berharap dengan diterbitkannya Keputusan Menteri ini, harga jual listrik berbahan baku batubara dari PLTU tetap terjaga. Sehingga dapat melindungi daya beli masyarakat dan industri yang kompetitif.
"Dengan langkah yang agresif ini, kami yakin target investasi dapat tercapai dan juga beberapa lembaga pemeringkat investasi telah meningkatkan peringkat Indonesia. Sehingga akan semakin banyak investasi yang akan datang ke Indonesia di masa depan, khususnya di sektor pertambangan", pungkas Arcandra.
Namun, Arcandra menjelaskan, porsi batubara dalam bauran energi akan dikurangi secara bertahap digantikan sumber energi lain yang lebih ramah lingkungan dan terbarukan. Hal itu berdasarkan roadmap Kebijakan Energi Nasional (KEN), dimana pemanfaatan batubara dalam bauran energi nasional ditargetkan 30% pada 2025, dan menjadi hanya 25% pada 2050.
"Porsi batubara dalam bauran energi nasional masih cukup besar, karena batubara masih menjadi energi yang termurah hingga saat ini. Pemerintah akan mengurangi secara bertahap. Porsinya pada 2050 mendatang diproyeksikan berkurang menjadi 25% dari total penggunaan sumber energi yang ada," ujar Arcandra dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis (10/3/2018).
Arcandra menjelaskan, total konsumsi batubara pada pembangkit listrik di tahun 2017 sebesar 83 juta ton atau 86% dari total konsumsi batubara domestik di Indonesia. Sedangkan untuk industri semen, tekstil, pupuk dan karet menempati posisi kedua dengan total permintaan 13,7 juta ton.
"Selama 5 tahun terakhir, pembangkit listrik tetap menjadi pelanggan pengguna batubara terbesar di Indonesia. Meski permintaan batubara dari industri domestik lainnya meningkat, tetapi masih lebih rendah dibandingkan permintaan yang berasal dari pembangkit listrik", jelas Arcandra.
Selain menjadi penyumbang sumber energi nasional, batubara juga merupakan salah satu penyumbang penerimaan negara cukup signifikan. Tahun 2017, tercatat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor ESDM meningkat sebesar 62% menjadi Rp129,07 triliun (USD9,53 miliar), dimana subsektor mineral dan batubara (minerba) memberikan kontribusi Rp40,6 triliun. Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan target PNBP untuk minerba yang hanya Rp32,7 triliun.
"Capaian ini menunjukkan sektor energi dan sumber daya mineral, selain perannya memastikan pasokan energi yang terjangkau dan nilai tambah domestik, juga memiliki pengaruh besar terhadap pembangunan nasional dan pertumbuhan ekonomi", tambahnya.
Kementerian ESDM juga telah menetapkan harga batubara khusus untuk pembangkit listrik dalam negeri sebesar USD70 per ton, yang tertuang dalam Keputusan Menteri Nomor 1395 K/30/MEM/2018 tentang Harga Batubara untuk Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum.
Pemerintah berharap dengan diterbitkannya Keputusan Menteri ini, harga jual listrik berbahan baku batubara dari PLTU tetap terjaga. Sehingga dapat melindungi daya beli masyarakat dan industri yang kompetitif.
"Dengan langkah yang agresif ini, kami yakin target investasi dapat tercapai dan juga beberapa lembaga pemeringkat investasi telah meningkatkan peringkat Indonesia. Sehingga akan semakin banyak investasi yang akan datang ke Indonesia di masa depan, khususnya di sektor pertambangan", pungkas Arcandra.
(ven)