Sepanjang 2017, Konsumsi Listrik Hanya Tumbuh 3,3%
A
A
A
JAKARTA - PT PLN (Persero) menyebut realisasi konsumsi listrik secara nasional masih rendah. Berdasarkan data PLN, pertumbuhan penjualan listrik pada 2017 hanya sebesar 3,3% turun dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 6,48%.
"Konsumsi listrik mengalami penurunan, di mana pada awalnya pertumbuhan listrik lebih tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun sekarang sebaliknya," ujar Direktur Regional PLN Jawa Bagian Barat Haryanto WS di acara workshop Sinergi PLN dalam Mendukung Kebutuhan Listrik Nasional, di Jakarta, Senin (14/5/2018).
Menurut dia, rendahnya konsumsi listrik tersebut menjadi akar direvisinya Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2018-2017. Pasalnya dikhawatirkan terjadi kelebihan suplai pembangkit listrik.
Dalam RUPTL 2018-2017 kapasitas terpasang pembangkit diturunkan dari 77,9 gigawatt (GW) menjadi 56 GW disesuaikan antara pertumbuhan konsumsi listrik dengan realisasi pertumbuhan ekonomi.
"Pada triwulan satu ini saja pertumbuhan listrik masih jauh dari yaitu 1,2-1,5%. Pertumbuhan ini masih di bawah pertumbuhan ekonomi," kata dia.
Sebab itu, imbuhnya, supaya tidak terjadi disparitas yang jauh antara suplai dan permintaan, perlu adanya sinergi antara kementerian/lembaga maupun pemangku kepentingan lainnya.
Untuk menyerap konsumsi listrik yang lebih tinggi, sambung dia, pemerintah perlu mendorong adanya kawasan industri atau kawasan bisnis baru atau kawasan ekonomi khusus tidak hanya bertumpu di Jakarta sebagai konsumsi listrik terbesar dibandingkan dengan wilayah lainnya.
Dia menambahkan, konsumsi listrik per kapita Indonesia akan meningkat jika didukung dengan pertumbuhan ekonomi yang juga meningkat. Sementara pertumbuhan ekonomi akan meningkat jika didukung oleh pertumbuhan industri. "Di sini pentingnya peran industri, karena mereka akan menyerap listrik yang banyak," kata dia.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Tumiran mengatakan, untuk meningkatkan konsumsi listrik perlu adanya sinergi antara pemerintah. Pasalnya setiap kementerian/lembaga mempunyai kewenangan berbeda. Di satu sisi kapasitas pembangkit harus ditingkatkan tapi disisi lain listrik tidak terserap.
"Ini pentingnya pertumbuhan industri untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Negara yang maju pertumbuhan ekonomi idealnya 7%," jelasnya.
"Konsumsi listrik mengalami penurunan, di mana pada awalnya pertumbuhan listrik lebih tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun sekarang sebaliknya," ujar Direktur Regional PLN Jawa Bagian Barat Haryanto WS di acara workshop Sinergi PLN dalam Mendukung Kebutuhan Listrik Nasional, di Jakarta, Senin (14/5/2018).
Menurut dia, rendahnya konsumsi listrik tersebut menjadi akar direvisinya Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2018-2017. Pasalnya dikhawatirkan terjadi kelebihan suplai pembangkit listrik.
Dalam RUPTL 2018-2017 kapasitas terpasang pembangkit diturunkan dari 77,9 gigawatt (GW) menjadi 56 GW disesuaikan antara pertumbuhan konsumsi listrik dengan realisasi pertumbuhan ekonomi.
"Pada triwulan satu ini saja pertumbuhan listrik masih jauh dari yaitu 1,2-1,5%. Pertumbuhan ini masih di bawah pertumbuhan ekonomi," kata dia.
Sebab itu, imbuhnya, supaya tidak terjadi disparitas yang jauh antara suplai dan permintaan, perlu adanya sinergi antara kementerian/lembaga maupun pemangku kepentingan lainnya.
Untuk menyerap konsumsi listrik yang lebih tinggi, sambung dia, pemerintah perlu mendorong adanya kawasan industri atau kawasan bisnis baru atau kawasan ekonomi khusus tidak hanya bertumpu di Jakarta sebagai konsumsi listrik terbesar dibandingkan dengan wilayah lainnya.
Dia menambahkan, konsumsi listrik per kapita Indonesia akan meningkat jika didukung dengan pertumbuhan ekonomi yang juga meningkat. Sementara pertumbuhan ekonomi akan meningkat jika didukung oleh pertumbuhan industri. "Di sini pentingnya peran industri, karena mereka akan menyerap listrik yang banyak," kata dia.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Tumiran mengatakan, untuk meningkatkan konsumsi listrik perlu adanya sinergi antara pemerintah. Pasalnya setiap kementerian/lembaga mempunyai kewenangan berbeda. Di satu sisi kapasitas pembangkit harus ditingkatkan tapi disisi lain listrik tidak terserap.
"Ini pentingnya pertumbuhan industri untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Negara yang maju pertumbuhan ekonomi idealnya 7%," jelasnya.
(fjo)