Takeda Pharmaceutical, Perkuat Sistem Kesehatan Global

Selasa, 15 Mei 2018 - 14:00 WIB
Takeda Pharmaceutical,...
Takeda Pharmaceutical, Perkuat Sistem Kesehatan Global
A A A
KETIKA Chobei Takeda I memulai bisnis obat-obatan di Osaka pada 1781, dia sukses membangun reputasi yang tinggi atas layanan dan produknya yang berkualitas. Sekitar 235 tahun kemudian sebagian besar obat-obatan yang diproduksi Takeda Pharmaceutical Company menyebar ke 70 negara dan benua di seluruh dunia.

Hingga kini Takeda terus coba menemukan dan mengembangkan obat baru. Tujuannya sederhana dan mulia, yaitu membantu menyelamatkan nyawa pasien, keluarga, dan masyarakat. "Ilmuwan kami dibantu teknologi terbaru dan didukung divisi lain yang mumpuni," ungkap Takeda Pharmaceutical Company di laman resmi takeda.com.

Motivasi Takeda untuk meningkatkan sistem kesehatan masyarakat di seluruh dunia dibuktikan dengan kontribusi di berbagai wabah penyakit. Presiden Takeda Vaccines di Amerika Serikat (AS) Rajeev Venkayya mengatakan perusahaan Jepang itu berhasil menemukan rumus khusus untuk mencegah infeksi wabah virus Ebola.

"Dalam situasi seperti ini (pada 2014), saya kira Ebola menjadi krisis dan tantangan global. Infrastruktur lokasi di mana wabah Ebola menyebar sangat terbatas, meski investasi mengalir dalam beberapa tahun terakhir. Ebola sama mematikannya dengan H5N1 dan virus flu burung," ujar Venkayya, dikutip pharmafile.com.

Wabah Ebola hanyalah satu dari sederetan wabah penyakit menular yang menghantui masyarakat dunia. Namun, permasalahan di sektor kesehatan lebih dari itu. Faktanya, sebagian besar masyarakat di dunia tidak mampu mendapatkan perawatan dan pengobatan yang layak mengingat aksesnya terlalu mahal dan sulit.

Takeda sadar satu dari tiga orang di negara berkembang tidak dapat memperoleh obat yang tepat. Penyebabnya mulai kondisi ekonomi masyarakat yang lemah hingga sedikitnya dokter spesialis. Bahkan, di negara maju sekali pun, pasien kurang mampu sering kesulitan menebus obat-obatan yang diresepkan dokter.

Perawatan kesehatan, distribusi obatobatan, dan inovasi klinis boleh mengalami kemajuan yang sangat pesat. Namun, akses terhadap kemajuan itu menyisakan tantangan yang sangat besar bagi mayoritas masyarakat di dunia.

Keterbatasan tersebut juga menimbulkan dilema bagi mereka yang sangat membutuhkannya. Seperti prinsip dan filosofi yang diwariskan Chobei Takeda I, Takeda menganggap diri sebagai bagian dari masyarakat dan harus menimbangnya sebagai keluarga. Chobei Takeda I bahkan mengobati pasien layaknya anak sendiri. Atas alasan itu, Takeda mulai memikirkan dan membentuk program Access to Medicines (AtM).

Sekitar 38 juta orang meninggal dari penyakit tak menular per tahun di negara berkembang. Selama bertahun-tahun Takeda menyediakan obat-obatan, menggelontorkan dana sumbangan, dan membuka akses sesuai keperluan wilayah masing-masing. Program itu diterapkan di wilayah yang membutuhkan bantuan medis.

Di Afrika Sub-Sahara, Takeda menginisiasi pendekatan nirlaba dengan mendirikan Pusat Mutu Tinggi (center of excellence/CoE) untuk menyediakan pemeriksaan dan perawatan penyakit onkologi atau hematologi. Pusat vaksinasi yang terletak di Kenya itu bekerja sama dengan ahli medis lokal sehingga bekerja maksimal.

Takeda juga memiliki program bantuan pasien (patient assistance programs/PAP) di Asia Tenggara, Amerika Latin, dan Timur Tengah untuk memberikan bantuan keuangan terhadap pasien kurang mampu dalam menebus obat. "Tujuannya ialah setiap pasien dapat mengakses obat-obatan yang diperlukan," ungkap Takeda.

Pilar lain yang menggarisbawahi program tanggung jawab sosial Takeda ialah mencegah penyakit sebelum menyebar dan membangun kapasitas lokal seperti yang sudah didirikan di Brasil, Ukraina, dan Filipina. Di Brasil, aktivitas tersebut meliputi pembentukan jaringan pusat infusi di kota-kota kecil di seluruh wilayah.

Takeda juga melakukan kolaborasi bersama para pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan obat-obatan didistribusikan sampai ke tangan pasien. "Kami telah menjalankan program bantuan yang komprehensif di sejumlah emerging market. Kami ingin pasien dapat menerima obat-obatan yang diperlukan," ujar Takeda.

"Dapur" Takeda
Ketika menerima obat, pasien biasanya lebih fokus pada seberapa banyak dan kapan obat itu harus diminum. Mereka jarang melihat kandungan di dalamnya. Obat-obatan tersebut merupakan hasil dari riset panjang Takeda selama beberapa tahun atau dekade dan dari ratusan hingga ribuan kegagalan di laboratorium. Setiap obat biasanya disertai dengan komposisi farmasi aktif (active pharmaceutical ingredients/API).

Pengembangan API bukanlah proses rutin. Ilmuwan farmasi menghabiskan waktu sangat banyak untuk menciptakan satu obat. Dengan beragam kegagalan di sepanjang pengembangan, mereka harus sabar, gigih, dan optimistis. "Sebagai perusahaan, kami bersatu mendukung ilmuwan kami dalam penemuan dan pengembangan API baru," ungkap Takeda.

Setelah API dikembangkan, disempurnakan, dan diuji, tantangan selanjutnya ialah memproduksinya dalam skala besar. Ruangan harus steril dan komposisi bubuk dan cairan di reaktor harus tepat. Satu kali produksi dapat menghasilkan 100 kilogram API, setara dengan 10 juta tablet jika setiap tablet mengandung 10 miligram substansi.

Sebelum didistribusikan obat tersebut akan dibungkus secara otomatis dan kembali diuji. "Setelah proses panjang tersebut, barulah obat tersebut dikonsumsi pasien," ungkap Takeda.
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0768 seconds (0.1#10.140)