Petani Bawang Putih Ungkap Praktik Jual Beli Kuota Wajib Tanam

Rabu, 16 Mei 2018 - 18:03 WIB
Petani Bawang Putih...
Petani Bawang Putih Ungkap Praktik Jual Beli Kuota Wajib Tanam
A A A
MATARAM - Dugaan penyelewengan realisasi Permentan Nomor 38/2017 tentang rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) ternyata tidak hanya pada pemotongan jatah benih bawang putih yang disalurkan melalui PT Pertani. Ada juga kejanggalan pada realisasi wajib tanam 5% dari kuota impor sebagai disyaratkan pada regulasi tersebut.

Sejumlah kelompok tani di wilayah itu mengungkap praktik jual-beli kuota tanam petani oleh importir untuk mengelabui kewajiban. Ketua Kelompok Orong Sorga Sinawarni menuturkan, di tengah musim tanam bawang putih 2017 di Sembalun, pemerintah memang melaksanakan kewajibannya untuk memverifikasi wajib tanam dari para importir.

Hanya saja hal itu, menurutnya tidak secara konsisten dilakukan. Akibatnya muncul tawaran pembelian kuota lahan bawang putih dari para importir bermunculan di tengah masyarakat petani. "Dari pada kita disuruh tanam, lebih baik kita beli kuota tanam petani, dengan begitu, kewajiban tanam 5 persen sudah terlaksana," ujar Sinawarni menirukan ucapan salah satu importir, Rabu (16/5/2018).

Kondisi itu menurut Sinawarni disebabkan oleh lemahnya pengawasan dari pihak pemerintah, baik dari Dinas Pertanian Kabupaten Lombok Timur maupun Dirjen Hortikultura Kementan RI. "Jadi pemerintah ini hanya melaksanakan tugas begitu saja, datang dan cek dimana lahan perusahaan. Setelah mendapatkan verifikasi di lapangan, mereka balik, tugas selesai," ucapnya.

Untuk sistem pembelian kuota ini, Ahmadi, Ketua Kelompok Tani Montong Mentagi mengisahkan bahwa masyarakat petani mendapatkan tawaran yang menggiurkan dari para importir. Dari tawarannya, petani cukup mengatakan kepada pihak pemerintah yang datang mengecek, bahwa lahan tersebut adalah benih yang ditanam oleh pihak importir.

"Saya pernah ditawarkan, untuk lima hektare lahan akan dibayar Rp200 juta. Tugasnya hanya mengatakan kepada pemerintah yang datang mengecek lapangan, bahwa bawang putih itu adalah milik perusahaan importir," tutur Ahmadi.

Terhadap dugaan pemotongan jatah bawang putih, Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, menyatakan akan mengusutnya. Apalagi, pemerintah menarik anggaran sebesar Rp100 miliar dari dana APBN-P 2017 untuk penyerapan benih bawang putih lokal di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur.

"Kita akan cek dulu informasinya, apakah dugaan itu (pemotongan jatah benih) benar adanya atau tidak," kata Direktur Ditreskrimsus Polda NTB Kombes Pol Syamsudin Baharuddin di Mataram..

Sebelum turun lapangan dan mengklarifikasi dugaan persoalan ini kepada para pihak yang terlibat, pihak kepolisian akan merapatkan barisannya untuk menentukan arah penanganan.

"Pastinya kita akan bicarakan dulu, apakah berkaitan dengan bidang indagsi (industri, perdagangan, dan investasi) atau malah lari ke tipikor (tindak pidana korupsi), biar jelas arah penanganannya," ujar mantan penyidik Bareskrim Mabes Polri tersebut.

Ratusan Hektare


Menanggapi keluhan sejumlah kelompok tani di Sembalun, Dirjen Hortikultura Kementan, Suwandi, Rabu (16/5) mengatakan pengajuan dari importir baru bisa disetujui jika memenuhi syarat tempat hingga terpampang jelas nama kelompok tani jika ada kerja sama.

Tak kalah penting menurut Suwandi, lahan yang diajukan untuk tanam bawang haruslah merupakan ekstensifikasi karena pada akhirnya, kebijakan ini bertujuan untuk menambah produksi hingga bisa menyukseskan swasembada bawang putih 2020. “Kalau importir wajib tanam 5%, memang tujuannya untuk menambah luas tanam. Untuk menuju swasembada, memang dibutuhkan wajib tanam yang banyak,” ucapnya.

Mengenai lahan bawang putih di Sembalun, Ia mengakui, memang ada beberapa importir yang mengajukan wajib tanam di NTB, di Lombok Timur. Daftar nama perusahaan maupun mitra kelompok taninya pun terdata di Kementan. Berdasarkan data Kementerian, terdapat 12 importir dari 61 importir yang terkena wajib tanam melakukan kewajibannya itu Sembalun, Lombok Timur.

Luas lahan wajib tanam para importir ini secara total bahkan mencapai 1,36 ribu hektare. Angka tersebut setara dengan 28,63% dari total wajib tanam dari RIPH 2017-Maret 2018 sebanyak 4,75 ribu hektare.

Dari kewajiban tanam yang sedemikian besar, realisasi tanam di Sembalun, Lombok Timur, barulah mencapai 189,2 hektare alias hanya 13,91% dari wajib tanam. Delapan dari 12 importir tersebut pun diketahui merealisasikan tanam menggunakan benih lokal. “Nah, kalau di situ ada masalah, kita monitor terus. Rutin. Bahkan dari dinas berwajib mengontrol semua,” tandas Suwandi.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9926 seconds (0.1#10.140)