Halal Boom

Minggu, 20 Mei 2018 - 08:57 WIB
”Halal Boom”
Halal Boom
A A A
SEPULUH tahun terakhir ini kita menyaksikan geliat pasar muslim di Tanah Air yang luar biasa.

Perubahan cepat ini menghasilkan industri-industri baru seperti industri fashion hijab, kosmetik halal, industri budaya Islam (buku, musik, film) hingga hotel syariah yang sebelumnya seperti mati suri. Saya mencoba membagi fase perkembangan pasar muslim tersebut menjadi empat fase seperti terlihat pada bagan di samping.

Evolusi Pasar Muslim

#1. ”Long Sleep”
Fase pertama adalah masamasa tidur panjang (long sleep ) di mana secara ukuran (size ) dan pertumbuhan (growth ) masih sangat kecil. Kalau marketer membidik sebuah pasar, dua indikator pertama yang digunakan adalah size dan growth ini. Karena masih kecil, tak mengherankan jika pasar muslim belum dilirik oleh marketer dan brand.

Hal itu mengherankan mengingat jumlah penduduk muslim Indonesia sangat dominan, mencapai 88%. Bahkan dari sisi jumlah konsumen, Indonesia adalah pasar muslim terbesar di dunia mengungguli China dan India. Di masa ini tak banyak brand yang menarget pasar muslim dan memosisikan diri sebagai brand berorientasi Islam. Kalaupun ada pun brand tersebut tak masuk radar sebagai brand yang diperhitungkan. Wardah misalnya, walaupun sudah hadir di pasar sejak 1985, brand ini praktis terlihat hingga pasca-2000-an.

#2. Market Euphoria
Kondisi di atas berubah drastis begitu kita memasuki milenium baru. Critical mass-nya terjadi menjelang tahun 2010-an di mana berbagai industri yang menarget pasar muslim tumbuh subur bak jamur di musim hujan. Saya menyebutnya fase market euphoria .

Dalam buku Marketing to the Middle-Class Muslim (2014) saya mengidentifikasi ada 11 industri yang berkembang sangat pesat seperti f ashion hijab, kosmetik halal, keuangan syariah termasuk emas, pendidikan dan sekolah Islam, hotel syariah, hingga zakat (ziswaf). Saat-saat ini pasar muslim menikmati masa-masa bulan madu yang sangat hot. Di sini mulai terlihat pergeseran perilaku konsumen muslim di mana apa yang saya sebut sebagai spiritual value mulai menjadi prioritas pengambilan keputusan konsumen.

Yang saya maksud spiritual value adalah manfaat yang didapat oleh konsumen dari ketaatan pada ajaran Islam saat mereka mengonsumsi produk. Misalnya ketika konsumen muslim mengonsumsi makanan yang halal mereka mendapatkan spiritual value karena telah menjalankan perintah-Nya. Dengan pergeseran perilaku konsumen ini, brand pun mulai berlomba-lomba memberikan spiritual value ke konsumen dalam bentuk kehalalan produk, ketaatan syariah, atau kesesuaian dengan ajaran Nabi.

#3. Sharia Deepening
Setiap eu foria tentu selalu ada koreksinya. Setelah tahun 2015 beberapa industri seperti f ashion hijab, kosmetik halal, keuangan syariah, budaya (buku, musik, film), atau hotel syariah mulai terlihat kelelahan walaupun tetap tumbuh. Dalam siklus industri, hal ini wajar saja setelah sebelumnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat.

Namun di sisi lain saya melihat ada pergeseran lain yang menarik, yaitu konsumen muslim semakin menuntut kedalaman kehalalan dan ketaatan syariah dari produk/ jasa yang dikonsumsinya. Masa-masa ini saya sebut fase sharia deepening. Fase ini ditandai dengan semakin tingginya kesadaran konsumen untuk mulai meninggalkan riba.

Kini kian banyak komunitas-komunitas muslim yang mengampanyekan antiriba. Di sisi lain banyak juga selebritas yang berhijrah, salah satunya dengan meninggalkan riba. Harus diingat, influencing power dari para selebritas ini cukup besar karena mereka menjadi role model para fans dan followers -nya.

Di samping itu konsumen juga kian menuntut ”kedalaman kehalalan” produk yang kian tinggi di mana mereka mengharapkan kehalalan tak hanya sebatas di produk akhir, tapi juga ditelusur hingga ke sepanjang rantai nilainya (halal supply -chain ). Artinya pengecekan halal harus dilakukan mulai dari retailer , distributor, produser hingga supplier di rantai paling hulu.

#4. Halal Boom
Setelah tahun 2019 saya meramalkan pasar muslim akan kian menggeliat seiring dengan diimplementasikannya Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU-JPH). Menurut undang-undang tersebut semua produk yang terkait dengan makanan, minuman, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi hingga produk rekayasa genetik di seluruh wilayah Indonesia harus memiliki sertifikat halal.

Artinya sejak 2019 sebuah produk akan dilarang beredar di wilayah Indonesia jika tidak besertifikat halal. Kalau undang-undang tersebut konsisten diberlakukan tanpa ada penundaan-penundaan, saya yakin kita akan menyongsong apa yang saya sebut sebagai era halal boom.

YUSWOHADY
Managing Partner Inventure www.yuswohady.com
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0455 seconds (0.1#10.140)