Wisata Halal Incar Nomor 1 Dunia

Selasa, 22 Mei 2018 - 08:10 WIB
Wisata Halal Incar Nomor...
Wisata Halal Incar Nomor 1 Dunia
A A A
JAKARTA - Indonesia menargetkan menjadi pasar utama wisata halal dunia. Semakin tingginya kebutuhan gaya hidup halal dan beragam destinasi yang dimiliki Indonesia membuat pengembangan sektor ini sangat terbuka.

Tiga provinsi, yakni Nusa Tenggara Barat, Sumatera Barat dan Aceh telah ditetapkan pemerintah pusat menjadi rintisan pengembangan wisata halal ini. Keyakinan Indonesia beralasan. Dari tahun ke tahun peringkat Indonesia dalam Global Muslim Travel Index (GMTI) yang dirilis Crescentrating dan Mastercard menunjukkan posisi terus meroket.

Pada awal GMTI 2015 lalu, peringkat Indonesia berada di urutan keenam dari total 130 negara yang disurvei. Pada 2019, Indonesia menargetkan bisa menempati peringkat pertama setelah setelah tahun ini berhasil meraih posisi kedua.

Dari tiga kriteria utama wisata halal yang disyaratkan GMTI, yakni destinasi yang ramah lingkungan, layanan dan fasilitas yang ramah muslim serta kesadaran halal dan pemasaran destinasi, seluruhnya bisa dipenuhi Indonesia.

Sejumlah pemerintah daerah lain kini juga sudah membuat program khusus untuk melayani kunjungan wisatawan muslim dunia. Predikat sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia dan sejumlah fasilitas pendukung yang lebih memadai menjadikan Indonesia akan lebih diminati.

Tahun depan, Indonesia telah menargetkan bisa mendatangkan 5 juta wisatawan mancanegara (wisman) muslim. Jumlah ini mencapai 25% dari total 20 juta target wisman yang diharapkan masuk ke Indonesia. Untuk mewujudkan target itu, pemerintah melalui Kementerian Pariwisata antara lain menggelar Indonesia Muslim Travel Index. Peluncuran Indonesia Muslim Travel Index akan dilakukan 5 Juni nanti. “Jika Thailand atau Malaysia dengan jumlah populasi muslim lebih kecil, bisa mendatangkan wisman muslim lebih banyak, seharusnya Indonesia bisa lebih besar lagi,” ujar Menteri Pariwisata Arief Yahya penuh optimistis di Jakarta, kemarin.

Untuk menarik wisman muslim ke Tanah Air, menurut Menpar, butuh sejumlah strategi dan pelayanan yang terbaik. Ada empat tantangan yang terus dibenahi, Pertama soal akses meliputi konektivitas udara, jumlah bandara dan kapasitas tempat duduk pesawat. Selain itu konektivitas di darat seperti stasiun, jalan, serta konektivitas laut pelabuhan kapal pesiar. Kedua, aspek komunikasi meliputi jangkauan dan dukungan fasilitas digital. Ketiga lingkungan seperti keamanan dan budaya. Terakhir adalah layanan yang meliputi makanan halal yang sudah disertifikasi, tempat ibadah, hotel dan dan pengalaman unik. “Intinya ada tiga strategi pengembangan destinasi, yakni atraksi, akses, amenitas,” kata Menpar.

Kemenpar pun telah membentuk tim khusus untuk pengembangan wisata halal ini. Ketua Tim Percepatan Wisata Halal Riyanto Sofyan mengungkapkan, wisman muslim antara lain dari Uni Emirat Arab, Qatar, Rusia, Jerman, Malaysia, Singapura, China dan India. Namun untuk memberi layanan yang lebih baik, Indonesia perlu memperbaiki aksesibilitas dari negara-negara yang menjadi orijinasi pasar wisman tersebut. Untuk promosi, pihaknya pun menggencarkan pemasaran dan misi penjualan, misalnya melalui ajang Arabian Travel Mart, Moskow Halal Expo dan Australia Halal Expo.

Peluang untuk memimpin pasar wisman muslim global, tandas Riyanto, sangat terbuka. Dari sisi destinasi beberapa daerah yang dinilai sudah siap sebagai tujuan wisata halal cukup banyak. Di luar tiga provinsi destinasi unggulan, daerah-daerah lain yang siap adalah Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, Yogyakarta dan Bali. Untuk bersaing dengan negara lain seperti Malaysia, Indonesia juga tidak akan kesulitan karena sudah banyak melakukan pembenahan di berbagai sektor. Konektivitas jalur udara misalnya, Indonesia jauh lebih baik ketimbang Malaysia.“Kami selalu optimistis, tapi juga perlu dukungan semangat serta komitmen para pejuang Pesona Indonesia terutama pimpinan daerah,” ujar Riyanto.
Plt Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Nanggroe Aceh Darussalam Amiruddin mengatakan, Aceh dengan 99% penduduk muslim akan sangat mudah untuk mengembangkan wisata halal. Kendati sudah menyabet predikat Destinasi Budaya Ramah Wisatawan Muslim Terbaik dalam Kompetisi Pariwisata Halal Nasional 2016, pihaknya tak henti berbenah untuk bisa memenuhi semua aspek halal khususnya yang menjadi perhatian wisman muslim. Dari segi makanan misalnya, pihaknya mendorong kalangan industri untuk mengurus sertifikat halal. “Saat ini ada 300 produk pangan yang sudah berlabel halal,” ujarnya.

Kini, hotel-hotel di Aceh pun berlomba agar bisa halal compliance. “Mereka pada umumnya sudah memberikan pelayanan yang halal. Restoran di hotel bintang 3 ke atas, semua sudah mendaftarkan sertifikat halal,” imbuhnya.

Salah satu destinasi religi terpopuler di Aceh yaitu Masjid Baiturrahman, kata Amiruddin, juga sangat ramah terhadap wisatawan muslim maupun nonmuslim. Bagi nonmuslim diperkenankan untuk melihat-lihat area pelataran di sekitar masjid. Pengurus masjid menyediakan kostum seperti jubah dan kerudung. Menurut Amiruddin, saat ini wisman muslim terbanyak ke Aceh berasal dari Malaysia. Hal ini lantaran adanya penerbangan langsung dari Kuala Lumpur dan Penang ke Aceh.

Kegairahan juga dirasakan Pemerintah Kabupaten Sleman. Saat ini meski untuk destinasi wisata halal belum ditetapkan, tetapi sudah mulai bermunculan tempat-tempat yang mendukung pengembangan halal tourism tersebut. Di antaranya mulai ada hotel syariah dan restoran yang sudah bersertifikasi halal. “Untuk wisata halal memang belum sepesat di NTB, namun di Sleman sudah mulai ada pengembangan,” kata Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Sleman Sudarningsih.

Di Kota Yogyakarta, pemerintah setempat telah memetakan di antaranya dari sisi geografis, historis, dan sosiologis. Misalnya saja di kawasan Kauman dan Gondomanan yang memiliki sejarah khusus. "Dua area tersebut kalau melihat dari historisnya merupakan kawasan sejarah lahirnya Muhammadiyah, ini juga menjadi kajian kami," ujar Pelaksana Tugas Kepala Dispar Kota Yogyakarta Yunianto Dwi Sutono.

Butuh Kerja Keras
Di tengah target besar yang dicanangkan pemerintah menggaet 5 juta wisman muslim pada 2019, sejumlah pengamat meminta pemerintah bertindak realistis. Mereka mengingatkan masih banyak hal yang harus dilakukan secara kerja keras untuk menyiapkan strategi dan infrastruktur menuju sasaran itu.

Anggota Dewan Masyarakat Ekonomi Syariah Sapta Nirwandar mengatakan target 5 juta wisatawan muslim di 2019 lumayan berat. Ini karena ekosistem yang belum terlalu menunjang wisata halal di lapangan secara riil. Sementara apabila ingin menggaet wisatawan Timur Tengah membutuhkan pelayanan berbeda dan karakternya berwisata bersama keluarga dan memiliki selera tinggi. “Selain itu juga kendala lainnya ada pada penerbangan yang belum memadai untuk rutin dari negara negara wisatawan muslim ke Indonesia. Apakah sudah siap kita untuk model wisata seperti itu,” ujar Sapta.

Dirinya mengaku belum melihat juga ada promosi dengan level yang lebih tinggi untuk mempromosikan wisata Indonesia di negara negara Timur Tengah. Ini berbeda dengan Malaysia yang gencar seperti menawarkan Bukit Bintang. Keunggulan Malaysia karena jauh lebih aman dan nyaman. Sehingga wisatawan keluarga muslim dari negara negara Arab lebih yakin datang dan menetap lama. Potensi wisatawan muslim juga dari Cina, Kazakhstan, Uzbekistan, dan Asia Tengah. “Sedangkan penerbangan dari Indonesia jauh lebih tinggi ke Asia Tengah dibandingkan sebaliknya,” ujar mantan menteri pariwisata ini.

Karakter wisatawan muslim disebut Sapta, biasanya
mencari suasana kota, mal, hotel bintang lima, atau alam seperti Ubud, Bali. Menurutnya wisatawan tersebut sudah jenuh dengan destinasi Eropa dan mencari tujuan baru yang aman dan nyaman. Dari sisi promosi yang dilakukan selain via online juga harus dilakukan langsung ke komunitas sehingga lebih dekat dan memengaruhi keputusan mereka.

Menurut pengamat marketing Yuswohady, ada isu utama yang harus diperhatikan yaitu keamanan. Ini penting karena isu pariwisata sangat sensitif dengan keamanan. Terutama dalam dua tahun kedepan Indonesia akan masih menghadapi tahun pemilu. Namun potensi wisata muslim sangat besar di tengah era ekonomi leisure atau butuh kesenangan.

Menurutnya secara suplai, pada lokasi tujuan wisata di Indonesia, sudah terdapat lingkungan yang muslim friendly, seperti Aceh Sumbar atau Lombok yang memiliki masjid.

Anggota Komisi X DPR Nizar Zahro menilai upaya pemerintah membangkitkan wisata halal di cenderung terlambat, karena negara lain seperti Malaysia sudah lebih maju melakukan inovasi atas wisata halal tersebut. Nizar menilai pemerintah harus mempermudah dalam regulasi sertifikasi halal, dan mengedukasi para wisatawan untuk lebih mendahulukan makanan halal. (Inda Susanti/Hafid Fuad/Suharjono/Priyo Setyawan/Mula Akmal)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1732 seconds (0.1#10.140)