Mengakrabkan Cashless Society

Kamis, 31 Mei 2018 - 12:00 WIB
Mengakrabkan Cashless Society
Mengakrabkan Cashless Society
A A A
PEMERINTAH telah mencanangkan gerakan nasional pembayaran nontunai. Dalam mengakrabkan penggunaan nontunai (cashless), sosialisasi telah dilakukan bersama pemangku kepentingan terkait. Visa sebagai pemain global di industri nontunai dengan jaringan yang luas di seluruh dunia telah lama menjadi mitra perbankan swasta dan nasional.Bagaimana Visa melihat program pemerintah melalui pencanangan gerakan nontunai ini? Berikut petikan wawancara KORAN SINDO dengan Presiden Direktur PT Visa Worldwide Indonesia Riko Abdurrahman di Jakarta belum lama ini.
Sekarang ini eranya cashless society, Anda sebagai salah satu pemain di industri ini melihatnya seperti apa?
Trennya memang sudah harus ke sana, karena berdasarkan survei kami, potensinya itu besar sekali. Ada dua survei kalau tidak salah yang kami punya. Di Jakarta itu, arahnya ke cashlesh society. Akan ada upside sekitar USD4,6 miliar yang dihasilkan. Lantaran efisiensi itu, transaksi jadi lebih cepat. Ekonomi transparansi tercipta sehingga manfaatnya besar sekali. Lalu pada survei Moodys tahun 2016 yang menyebutkan antara 2011-2015 card usage itu berkontribusi sekitar 0,05% ke Produk Domestik Bruto (PDB) kita dan transfer sekitar USD2,17 miliar pertumbuhannya. Itu hampir 63.000 employment per tahun. Itu studinya dan memang dampaknya besar.

Kalau kami lihat Visa memang produknya cashless. Dari dulu, sebelum pemerintah menggerakkan program nontunai, kami sudah melakukannya. Mendorong penggunaan nontunai kepada masyarakat, otomatis dengan adanya gerakan pemerintah ini, kami juga terbantu. Sebab pemain di industri ini juga salah satunya kami yang benar-benar mencoba mendorong ini.

Sejauh mana kolaborasi program pemerintah ini?

Pertama, kami akan selalu menyesuaikan dengan peraturan pemerintah melalui Bank Indonesia (BI), karena kami berkomitmen berperan di industri pembayaran elektronik di Indonesia. Apa pun kebijakan pemerintah, kami akan mendukung.

Apakah program ini bisa 'mengganggu', sebab bisa saja pemerintah akan menerbitkan kartu khusus nontunai?

Saya rasa tidak. Buktinya, kami masih eksis di sini (Indonesia). Itu artinya baik-baik saja. Yang lebih penting, kami dialog dengan semua pemangku kepentingan, semua aturan kami jalankan. Sebab kami berkomitmen mendukung peran pemerintah berkaitan dengan keberlangsungan kami di sini.

Visa sudah sangat lama memiliki teknologi pembayaran nontunai, bisa dijelaskan?
Visa ini technology provider karena kami merupakan perusahaan teknologi. Sedangkan yang mengeluarkan kartunya adalah perbankan. Bank menggunakan teknologi dan jaringan Visa. Namun, kami bukan penerbit kartu. Kami ada di teknologi infrastruktur jaringannya.

Anda sempat berkarier cukup lama di Filipina. Apa bedanya perkembangan industri nontunai di sana dan di Indonesia?
Kalau kita bicara perkembangan negara lain tergantung teknologi yang digunakannya. Ada namanya contactless card, seperti di Singapura dan Australia. Penetrasinya jauh lebih besar. Dua negara itu paling advanced dari segi teknologi pembayaran elektroniknya, bahkan lebih besar dibandingkan di Filipina. Kalau ngomong Indonesia, Vietnam, dan Filipina, menurut saya perkembangan industrinya hampir sama. Terutama Indonesia dengan Filipina itu mirip sekali, mulai dari perilaku konsumen hingga pemerintahnya. Orang sana suka sekali dengan yang namanya mencicil. Regulasinya juga mirip, lingkungannya, macetnya juga sama.

Kalau dari aspek sumber daya manusianya bagaimana?

Ada plus-minusnya. Filipina itu dijajah Spanyol selama 350 tahun, setelah itu dijajah Amerika. Nah, Amerika itu meninggalkan sistem pendidikan bagus sehingga kalau kita lihat di sana hampir semua karyawan saya, terutama di tim manajemen saya, itu hampir semua lulusan universitas lokal di Filipina. Tidak ada yang lulusan luar negeri. Itu menunjukkan sistem pendidikan sangat bagus. Tiga sekolah terbaik di sana itu University of Filipina, De Lasalle University, dan Ateneo University. Semua perusahaan top di Filipina termasuk di sektor pemerintahan semuanya berkuliah di tiga top universitas ini.

Pelajar kita asal Indonesia juga banyak menerima beasiswa di universitas di Filipina. Jadi, karena sistem pendidikannya bagus, menurut saya kualitas orang-orangnya juga bagus. Komunikasi juga lancar banget. Mereka lebih pintar ngomong dibanding kita. Namun, orang Indonesia jauh lebih pekerja keras. Di sana mereka (orang Filipina) lebih melek hukum. Ada apa-apa protes mempertanyakan hak-hak mereka sebagai warga negara atau sebagai pekerja.

Bisa dijelaskan visi dan misi Visa di Indonesia?

Bagi saya, kita semua di Visa melalui visi global sudah sangat bagus dan memang sudah sesuai dengan nature of our business. Jadi di Visa, misinya menjadikan Visa sebagai cara terbaik untuk membayar dan dibayar oleh siapa pun dan di mana pun. Itu termasuk inklusi keuangan dari berbagai sektor dan semua segmen. Jadi, menurut saya itu sudah sangat tepat sekali. Jadi, sudah mapan. Nggak harus datang orang baru, kemudian bikin visi baru. Saya nggak melihat itu perlu, malah bahaya. Misi sudah tepat, sekarang bagaimana strateginya.

Bicara teknologi, kabarnya Visa punya teknologi pembayaran terbaru yang lebih cepat dan lebih aman. Bisa diceritakan?
Iya, pastinya. Namun, belum bisa saya bilang. Kami ada teknologi Visa Tokenization Service (VTS). Ini juga masih berkembang. Yang jelas itu teknologinya terkini, terbaru, maka semua harus serba digitalisasi. Ini otomatis harus digital semua dan kita juga harus mengembangkannya. Kedua, Acceptance. Percuma ini berjalan kalau terminalnya nggak ada. Harus ada kemudahannya. Itu dua fokus utama kami saat ini.

Soal regulasi bagaimana?
Menurut saya, tidak hanya Indonesia, regulasi itu harus ada. Makanya, kami terbuka sama regulator. Kalau ada improve sesuatu yang baru, kami tentu harus dapat persetujuan. Itu perlu waktu sehingga jauh hari kami sosialisasikan. Seperti VTS tadi, kepada BI kami sudah presentasi. Namun, presentasi saja kan tidak cukup. Nanti akan kami lanjutkan lagi prosesnya.

VTS sendiri efisiensinya berapa besar?
Sebenarnya sama saja dengan tap, tapi dari segi keamanannya lebih baik, bahkan sangat secure.
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6784 seconds (0.1#10.140)