Capai Kemandirian Pangan dengan Hidroponik

Minggu, 01 Juli 2018 - 10:46 WIB
Capai Kemandirian Pangan...
Capai Kemandirian Pangan dengan Hidroponik
A A A
JAKARTA - Siapa bilang bercocok tanam identik dengan pekerjaan yang melelahkan dan tidak keren? Zaman kian canggih, menjadi petani tidak lagi takut kotor atau bertemu cacing.

Tidak juga bersusah-susah mencangkul di bawah terik matahari. Hidroponik membawa pengalaman baru untuk bertani. Berbagai jenis sayuran, buah, bahkan tanaman hias pun dapat ditanam melalui media air. Ilmu hidroponik bisa dipelajari secara autodidak terlebih dengan arus informasi yang semakin luas. Ditemui dalam pameran Asian Agriculture and Food Forum (AAFF) 2018 di JCC Senayan Jakarta, Ronny Tanumihardja, founder Smart Hydroponic tampak antusias menjelaskan hidroponik kepada para pengunjung yang mampir ke stannya.

Lembaran daun-daun hijau segar memang nampak cantik berada di atas pipa memanjang dengan aliran air di bawahnya yang ditampung dengan sebuah kotak. Sayuran yang biasa dimakan, seperti selada air, pokcoy, caisim, bayam, dan kangkung menarik minat pengunjung untuk melihat bahkan berfoto di antaranya. Karena sayur-sayuran tersebut terlihat lebih hijau dan segar. Beberapa juga akhirnya bertanya cara menanam seperti itu kepada Ronny.

Lelaki paruh baya ini tampak sibuk sambil sesekali menyemprotkan cairan ke tanaman-tanamannya. “Hidroponik itu menggabungkan hobi dan benefit sangat menyenangkan dan bermanfaat. Selain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, hidroponik juga bisa untuk menambah penghasilan,” jelasnya.

Bisa dibayangkan bila satu rumah memiliki satu hidroponik, satu keluarga sudah bisa memenuhi kebutuhan sayur mereka. Tentu tidak perlu khawatir jika harga sayuran tiba-tiba melonjak karena musim hujan atau harga cabai yang meroket.

“Yang suka pedas, kalau ingin makan tinggal petik cabai tanpa harus ke warung. Sangat memudahkan sekali,” sambungnya. Kemandirian atau ketahanan pangan bisa dicapai dari bertani dengan hidroponik.

Masyarakat bisa mandiri dimulai dari rumah tangga menyediakan kebutuhan makanannya sendiri. Ronny juga memaparkan dalam skala luas jika hidroponik sudah dilakukan oleh masyarakat secara masif, Indonesia tidak akan lagi bergantung impor.

Memang sangat disayangkan jika Indonesia yang konon memilik tanah subur juga wilayah yang luas, tapi buah atau sayurannya masih impor. “Pasar tradisional saja sudah jual buah impor, hal ini terjadi karena pemerintah masih kurang serius memperhatikan pertanian. Serius untuk tahu perkembangan pertanian sudah sejauh apa agar hasil pertanian kita tidak kalah dengan negara lain yang sudah menerapkan berbagai macam teknologi pertanian dan bertani secara pintar,” ungkap Ronny.

Melirik Jepang dan Singapura, negara yang lebih kecil dari Indonesia itu menyebut pertanian sudah mencapai tahap plant factory .

Ronny yang pernah meninjau langsung lahan pertanian ala pabrik milik Jepang menceritakan, petani Jepang bisa membuat hasil tani bagaimana keakurasian bentuk serta rasanya bisa dikontrol dengan baik. Sebagai arsitek, Ronny kagum pada Singapura yang serius dengan kemandirian pangan mereka. Lahan tidak punya, akhirnya digunakan ruangan atau atap gedung perkantoran.

“Mereka serius menggarap dengan menggunakan blower untuk mengatur suhu, lampu dengan spektrum menyerupai cahaya matahari, juga tempat tanaman yang bisa bergerak otomatis,” ucapnya.

Ronny menambahkan, desain unik untuk estetika maupun keperluan penanaman. Penempatan hingga ruang tunggu transportasi seperti layaknya tanaman hias. Di Indonesia, Ronny menilai trennya sudah mulai baik seiring dengan berkembangnya media sosial. Para petani modern ini tidak lupa untuk mengabadikan momen bertanam mereka dan dibagikan ke jejaring sosial.

Dengan demikian, pancaran keseruan dan kebahagiaan dari bertani hidroponik menular. Sebab, tanaman juga dapat menjadi obat penghilang stres bagi masyarakat urban. Aktivitas menyemai hingga memanen tentu menjadi kepuasan tersendiri di luar rutinitas padat.

Selain tentunya kelebihan hidroponik lainnya, di mana memungkinkan semua jenis sayuran dan buah bisa ditanam di semua daerah. “Buah stroberi yang biasa kita petik di agrowisata Lembang dapat dengan mudah kita tanam di rumah. Selada juga kol yang biasa hanya tumbuh di daerah puncak, dapat ditanam secara hidroponik di perkotaan,” ujar Ronny.

Lantas, apakah hidroponik memang benar mudah diterapkan dan dapat dilakukan setiap orang? Ronny mengatakan, tidak sulit, hanya diperlukan passion besar dalam bertani dan ketekunan. “Tidak harus setiap hari dicek, minimal dua hari sekali diperiksa ataupun diberi nutrisi. Kendala hama masih menjadi permasalahan setiap pertanian,” ungkapnya.

Hama di hidroponik juga ada, tapi beda cara penanganannya karena ingin dikonsumsi sendiri atau ingin dijual sebagai hasil pertanian organik tanpa zat kimia berbahaya. “Kami juga punya pestisida atau insektisida nabati, terbuat dari ekstrak daun mint, cabai, ataupun lavender diformulasikan guna menyelesaikan hama dengan cara bijak,” kata Ronny.

Ronny berharap di Indonesia ada gerakan pemasyarakatan dari para petinggi. Sebab, sangat sulit jika hanya mengandalkan kesadaran dari masyarakat. Kesempatan mengisi seminar di ASAFF 2018 bersama Ketua Dharma Wanita TNI Nanny Hadi Tjahjanto juga digunakan Ronny untuk mengenalkan hidroponik.

“Saya sudah katakan kepada Ibu Nanny bahwa saya siap untuk memberi pelatihan ke seluruh Indonesia untuk para istri prajurit atau di wilayah perbatasan karena mereka jauh dari kota,” ujarnya. Bercocok tanam secara hidroponik yang penting ada matahari. Mereka bisa menyediakan pangannya sendiri, itu menjadi kemandirian pangan mereka.Ronny menegaskan, misi utamanya ingin membuat petani cerdas. Kalau pun tidak ingin pindah mencoba teknologi pertanian, petani Indonesia harus menerapkan smart farming. Maksudnya petani mengerti unsur-unsur kandungan tanah. Dengan begitu, jika gagal, bisa dilakukan evaluasi.
“Pakai pupuk apa, karena tidak selalu NPK atau urea. Itu karena kebiasaan, petani kita belum pintar, belum tahu kalau tanaman itu seperti manusia, kurang zat apa baru dikasih,” tuturnya.

Pengamat pertanian, Warid menyatakan, hidroponik dapat menjadi alternatif dalam mencapai ketahanan pangan di tingkat keluarga. Namun, masih perlu inovasi teknologi agar hasilnya bisa benar-benar mencukupi, bahkan melebihi kebutuhan sayur keluarga serta dapat berkelanjutan. Sebab, masyarakat kita masih memanfaatkan hidroponik masih sebatas hobi, hanya sebagian kecil yang memanfaatkannya sebagai usaha pertanian yang berkelanjutan.

“Kendalanya masih cukup banyak terkait dana untuk membuat hidroponik dan (meningkatkan) pengetahuan untuk meracik larutan hidroponik serta pemilihan jenis sayuran yang tepat,“ ujar Ketua Program Studi Agroekoteknologi Universitas Trilogi itu.

Untuk memulai praktik hidroponik dibutuhkan dana yang cukup besar untuk membeli alat dan bahan yang diperlukan, meski tipe hidroponik yang akan digunakan termasuk sederhana. Dari hal ini saja, menurut Warid, beberapa masyarakat sudah enggan mempraktikkan hidroponik secara serius dan berkelanjutan.

“Biasanya setelah dua atau tiga kali panen, mereka berhenti menanam lagi karena mereka harus membeli kembali larutan AB mix,” sambungnya.

Selain itu, kurangnya pengetahuan mengenai jenis sayuran yang tepat membuat mereka menjadi gagal panen. Terkait ketahanan pangan, Warid menilai, pemerintah sudah cukup peduli terhadap praktik hidroponik.

Pemerintah bersama komunitas hidroponik di Indonesia telah mengajak masyarakat untuk melakukan gerakan “grow your own food “ yang salah satunya dengan mengajak warga mempraktikkan hidroponik skala rumah tangga. Namun dengan mengajak saja masih belum cukup. Seharusnya pemerintah memberikan fasilitas yang terkait pemasaran sayuran hasil hidroponik, bukan hanya dukungan dalam input budi daya hidroponik. Menanam secara hidroponik sudah lama dilakukan pengusaha wanita Maya Miranda.

KORAN SINDO yang sempat berkunjung ke kediamannya di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, melihat di taman rumahnya selain tanaman dalam pot ada juga tanaman yang diletakkan di pipa-pipa.

“Saya suka menanam, hidroponik bagian juga dari pertanian dan saya ingin punya sayur organik. Saya sering meminta orang rumah untuk mengawasi tanaman hidroponik ini karena memang dibutuhkan perawatan yang lebih khusus. Tapi kalau saya lagi ada di rumah, pasti sama saya,” ungkapnya. (Ananda Nararya)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0659 seconds (0.1#10.140)