Rupiah Dibayangi Perang Dagang, Ekonom Sarankan Benahi Ekspor
A
A
A
JAKARTA - Pelemahan nilai tukar rupiah yang terus terjadi belakangan, bahkan hingga menyentuh level Rp14.450 per dolar Amerika Serikat (USD). Menurut pengamat ekonomi sekaligus Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perbanas Aviliani menerangkan, bahwa pelemahan rupiah dikarenakan aliran dana masuk yang tidak terkontrol.
"Ada Masalah cash flow antara uang masuk dan keluar, memang disini bukan pengendalian devisa dan pemerintah harusnya bisa melihat kebutuhannya berapa sih yang dibutuhkan sehingga termnya atau waktunya bisa diatur," ujar Aviliani di Gedung Sindo, Jakarta, Selasa (3/7/2018).
Lebih lanjut Ia menambahkan, perang dagang antara China dan Amerika Serikat telah membuat investor panik. Akibatnya banyak pelaku investor yang memboyong dolar untuk memberikan tekanan terhadap mata uang termasuk rupiah.
"Soal orang boyong dolar, jadi itu harus dijaga. Kalau tidak menjadi masalah eksternal dan jadi pertanyaan sampai kapan ini. Sekarang masih trade war (perang dagang) jadi belum jelas mau ngapain dan selama masih ada trade war, investor akan tetap shock climbing," jelasnya.
Dia pun menyarankan agar pemerintah memperbaiki faktor internal dibandingkan eksternal. Hal itu dalam upaya agar bisa menstabilkan perekonomian Indonesia dan membuat mata uang garuda kembali perkasa.
"Jadi fluktuasi yang signifikan karena faktor externalnya enggak bisa diprediksi, jadi perbaiki dulu internalnya yakni pertumbuhan ekspor dan pariwisata yang bisa meningkatkan devisa. Karena faktor itulah yang bisa membuat devisa tinggi dan bisa meningkatkan pertumbuhan, jadi jangan impor yang besar," paparnya.
"Ada Masalah cash flow antara uang masuk dan keluar, memang disini bukan pengendalian devisa dan pemerintah harusnya bisa melihat kebutuhannya berapa sih yang dibutuhkan sehingga termnya atau waktunya bisa diatur," ujar Aviliani di Gedung Sindo, Jakarta, Selasa (3/7/2018).
Lebih lanjut Ia menambahkan, perang dagang antara China dan Amerika Serikat telah membuat investor panik. Akibatnya banyak pelaku investor yang memboyong dolar untuk memberikan tekanan terhadap mata uang termasuk rupiah.
"Soal orang boyong dolar, jadi itu harus dijaga. Kalau tidak menjadi masalah eksternal dan jadi pertanyaan sampai kapan ini. Sekarang masih trade war (perang dagang) jadi belum jelas mau ngapain dan selama masih ada trade war, investor akan tetap shock climbing," jelasnya.
Dia pun menyarankan agar pemerintah memperbaiki faktor internal dibandingkan eksternal. Hal itu dalam upaya agar bisa menstabilkan perekonomian Indonesia dan membuat mata uang garuda kembali perkasa.
"Jadi fluktuasi yang signifikan karena faktor externalnya enggak bisa diprediksi, jadi perbaiki dulu internalnya yakni pertumbuhan ekspor dan pariwisata yang bisa meningkatkan devisa. Karena faktor itulah yang bisa membuat devisa tinggi dan bisa meningkatkan pertumbuhan, jadi jangan impor yang besar," paparnya.
(akr)