Maksimalkan Keselamatan Penerbangan
A
A
A
JAKARTA - Keselamatan penerbangan di Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta), Tangerang, Banten, sangat penting. Tidak hanya pada sisi darat melainkan juga udara.
Dalam UU No 1/2009 tentang Penerbangan, disebutkan keselamatan penerbangan sipil dan militer diselenggarakan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Adapun yang dimaksud keselamatan di dunia penerbangan bersifat menyeluruh mulai dari keselamatan sisi udara, pesawat, bandara, angkutan udara, navigasi, serta fasilitas penunjang lainnya.
Sebagai wajah Indonesia di mata dunia, keselamatan penerbangan di Bandara Soetta menjadi perhatian. Selain menjaga citra Indonesia juga bukti laiknya bandara ini bersaing di dunia internasional. Bandara Soetta juga kerap dijadikan pintu masuk penyelundupan narkotika.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku prihatin dengan tingginya penyelundupan narkotika di Bandara Soetta. “Ada kenaikan jumlah penyelundupan narkoba pada 2017 hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah kasus pada 2016,” ujarnya di Bandara Soetta, beberapa waktu lalu.
Berdasarkan catatannya penyelundupan narkotika yang diungkap Bea Cukai Ban dara Soetta pada 2017 mencapai 325 kasus. Angka ini mengalami peningkatan di bandingkan data pada 2016 sebanyak 286 kasus.
Pelanggaran imigrasi di Bandara Soetta juga masih tinggi. Terhitung Januari-Desember 2017, Kantor Imigrasi Bandara Soetta mengamankan 562 warga asing lantaran kasus pelanggaran keimigrasian. Paling menonjol kasus pencurian koper penumpang dengan pelakunya siswa SMP.
Kasus ini menimbulkan kesan masih minimnya keselamatan penum pang. Ternyata canggihnya Terminal 3 Bandara Soetta yang selalu digembar-gemborkan pengelola Bandara Soetta, yakni PT Angkasa Pura (AP) II, tidak membuat pengguna jasa penerbangan menjadi aman. Senior Manager of Branch Communication and Legal PT Angkasa Pura II Erwin Revianto mengaku belajar dari kasus pencurian dengan menambah kamera pengawas atau CCTV.
“Kami akan mengganti kerugian barang-barang pe numpang yang hilang dan telah melapor ke Polres Bandara. Untuk menghindari peristiwa serupa, kami akan meningkatkan sistem pengawasan,” ujar Erwin.
Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navi gasi Penerbangan (AirNav) Indonesia membenarkan masih adanya ancaman keselamatan penerbangan. Lembaganya mencatat di sisi udara pernah terjadi senggolan antarpesawat Lion Air. Ini terjadi karena tingginya angka pergerak an pesawat hingga 81 pergerakan per jamnya.
“Kalau Soetta itu padat. Di runway ada pesawat, bus penumpang, mobil logistik, dan lain-lain. Dulu sering terjadi insiden gesekan,” kata Manajer Humas Airnav Indonesia Yohanes Sirait.
Pihaknya mengurusi bidang navigasi di sisi udara dan darat mulai saat pesawat bergerak di apron, runway, pesawat di udara, hingga pesawat tersebut tiba di bandara tujuan.
Menurut dia, keselamatan penerbangan di Bandara Soetta menjadi rawan karena tidak adanya fasilitas dan teknologi canggih yang menunjang selama ini. “Airnav mulai beroperasi sejak 2013. Kalau dulu kita pakai radar darat untuk memantau pergerakan ASMGCS level 1 sehingga gesekan kerap terjadi. Sekarang kita sudah ASMGCS level 2,” kata Yohannes.
Saat menggunakan ASMGCS level 1 hanya pesawat yang terpantau. Sementara mobil dan angkutan lainnya tidak terpantau. Kini dengan ASMGCS level 2, semua terpantau. Alat ini baru terpasang tahun lalu.
“Radar Soetta juga kita ganti karena sudah 30 tahun. Pada 2016, kita punya radar baru. Jadi, masa kedaluwarsa radar 15 tahun. SDM juga terus kita latih ke London, Prancis, dan Australia,” ungkapnya.
Menurut dia, masalah paling utama di udara dan darat adalah tabrakan pesawat. Karena itu, butuh peralatan canggih, yakni radar. Semua mulai dibenahi. “Selain itu, bahaya nyata penerbangan di bandara adalah balon udara. Ini gangguan paling besar dalam dua tahun terakhir. Banyak laporan pilot soal balon udara,” ujar Yohannes.
Selain balon udara, gangguan lain yang juga sangat nyata bagi keselamatan penerbangan, yakni sinar laser, drone, dan layang-layang. Ini sering ditemukan dan dikeluhkan pilot di Bandara Soetta.
“Maka itu, kita perlu melakukan pembersihan di Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Bandara Soetta. Apalagi kapasitas pergerakan pesawat di Indonesia tertinggi di Asia,” ungkapnya.
Sementara itu, PT Jasa Angkasa Semesta (JAS) selaku airport service menyatakan, keselamatan penerbangan domestik maupun internasional memiliki tingkat kerawanan sama dengan karakternya sendiri.
JAS lebih banyak melayani jasa penerbangan internasional sekitar 34 penerbangan per harinya. Manager Baggage & ULD Services PT JAS Neneng Sumiati mengatakan, pihaknya memiliki sistem penanganan bagasi dan penumpang yang menyeluruh sehingga kasus pembobolan bisa diminimalisasikan.
“Kami hanya fokus pengam an an bagasi. Kalau dari keamanan bagasi, kita harus melewati security screening, lalu verifikasi bagasi dan security question pada semua bawaan penumpang,” ujarnya.
Hal penting harus diperhatikan dalam pengamanan bagasi penumpang adalah waktu bagasi diterima penumpang dan keluar dari convert belt kemudian proses check in dan bagasinya. Pelayanan bagasi ini mengacu Peraturan Menteri Perhubungan No 178/2012 tentang Standar Pelayanan Pengguna Jasa Bandara, yakni 20 menit pertama sejak pesawat tiba dan 40 menit terakhir.
“Jadi, ada bagian check in counter setelah penumpang menyerahkan barang dan diganti dengan tanda terima atau bag tag. Kalau bagasi hilang bisa dibuat laporan dan tunjukkan bag tag-nya,” kata Neneng. (Hasan Kurniawan)
Dalam UU No 1/2009 tentang Penerbangan, disebutkan keselamatan penerbangan sipil dan militer diselenggarakan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Adapun yang dimaksud keselamatan di dunia penerbangan bersifat menyeluruh mulai dari keselamatan sisi udara, pesawat, bandara, angkutan udara, navigasi, serta fasilitas penunjang lainnya.
Sebagai wajah Indonesia di mata dunia, keselamatan penerbangan di Bandara Soetta menjadi perhatian. Selain menjaga citra Indonesia juga bukti laiknya bandara ini bersaing di dunia internasional. Bandara Soetta juga kerap dijadikan pintu masuk penyelundupan narkotika.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku prihatin dengan tingginya penyelundupan narkotika di Bandara Soetta. “Ada kenaikan jumlah penyelundupan narkoba pada 2017 hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah kasus pada 2016,” ujarnya di Bandara Soetta, beberapa waktu lalu.
Berdasarkan catatannya penyelundupan narkotika yang diungkap Bea Cukai Ban dara Soetta pada 2017 mencapai 325 kasus. Angka ini mengalami peningkatan di bandingkan data pada 2016 sebanyak 286 kasus.
Pelanggaran imigrasi di Bandara Soetta juga masih tinggi. Terhitung Januari-Desember 2017, Kantor Imigrasi Bandara Soetta mengamankan 562 warga asing lantaran kasus pelanggaran keimigrasian. Paling menonjol kasus pencurian koper penumpang dengan pelakunya siswa SMP.
Kasus ini menimbulkan kesan masih minimnya keselamatan penum pang. Ternyata canggihnya Terminal 3 Bandara Soetta yang selalu digembar-gemborkan pengelola Bandara Soetta, yakni PT Angkasa Pura (AP) II, tidak membuat pengguna jasa penerbangan menjadi aman. Senior Manager of Branch Communication and Legal PT Angkasa Pura II Erwin Revianto mengaku belajar dari kasus pencurian dengan menambah kamera pengawas atau CCTV.
“Kami akan mengganti kerugian barang-barang pe numpang yang hilang dan telah melapor ke Polres Bandara. Untuk menghindari peristiwa serupa, kami akan meningkatkan sistem pengawasan,” ujar Erwin.
Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navi gasi Penerbangan (AirNav) Indonesia membenarkan masih adanya ancaman keselamatan penerbangan. Lembaganya mencatat di sisi udara pernah terjadi senggolan antarpesawat Lion Air. Ini terjadi karena tingginya angka pergerak an pesawat hingga 81 pergerakan per jamnya.
“Kalau Soetta itu padat. Di runway ada pesawat, bus penumpang, mobil logistik, dan lain-lain. Dulu sering terjadi insiden gesekan,” kata Manajer Humas Airnav Indonesia Yohanes Sirait.
Pihaknya mengurusi bidang navigasi di sisi udara dan darat mulai saat pesawat bergerak di apron, runway, pesawat di udara, hingga pesawat tersebut tiba di bandara tujuan.
Menurut dia, keselamatan penerbangan di Bandara Soetta menjadi rawan karena tidak adanya fasilitas dan teknologi canggih yang menunjang selama ini. “Airnav mulai beroperasi sejak 2013. Kalau dulu kita pakai radar darat untuk memantau pergerakan ASMGCS level 1 sehingga gesekan kerap terjadi. Sekarang kita sudah ASMGCS level 2,” kata Yohannes.
Saat menggunakan ASMGCS level 1 hanya pesawat yang terpantau. Sementara mobil dan angkutan lainnya tidak terpantau. Kini dengan ASMGCS level 2, semua terpantau. Alat ini baru terpasang tahun lalu.
“Radar Soetta juga kita ganti karena sudah 30 tahun. Pada 2016, kita punya radar baru. Jadi, masa kedaluwarsa radar 15 tahun. SDM juga terus kita latih ke London, Prancis, dan Australia,” ungkapnya.
Menurut dia, masalah paling utama di udara dan darat adalah tabrakan pesawat. Karena itu, butuh peralatan canggih, yakni radar. Semua mulai dibenahi. “Selain itu, bahaya nyata penerbangan di bandara adalah balon udara. Ini gangguan paling besar dalam dua tahun terakhir. Banyak laporan pilot soal balon udara,” ujar Yohannes.
Selain balon udara, gangguan lain yang juga sangat nyata bagi keselamatan penerbangan, yakni sinar laser, drone, dan layang-layang. Ini sering ditemukan dan dikeluhkan pilot di Bandara Soetta.
“Maka itu, kita perlu melakukan pembersihan di Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Bandara Soetta. Apalagi kapasitas pergerakan pesawat di Indonesia tertinggi di Asia,” ungkapnya.
Sementara itu, PT Jasa Angkasa Semesta (JAS) selaku airport service menyatakan, keselamatan penerbangan domestik maupun internasional memiliki tingkat kerawanan sama dengan karakternya sendiri.
JAS lebih banyak melayani jasa penerbangan internasional sekitar 34 penerbangan per harinya. Manager Baggage & ULD Services PT JAS Neneng Sumiati mengatakan, pihaknya memiliki sistem penanganan bagasi dan penumpang yang menyeluruh sehingga kasus pembobolan bisa diminimalisasikan.
“Kami hanya fokus pengam an an bagasi. Kalau dari keamanan bagasi, kita harus melewati security screening, lalu verifikasi bagasi dan security question pada semua bawaan penumpang,” ujarnya.
Hal penting harus diperhatikan dalam pengamanan bagasi penumpang adalah waktu bagasi diterima penumpang dan keluar dari convert belt kemudian proses check in dan bagasinya. Pelayanan bagasi ini mengacu Peraturan Menteri Perhubungan No 178/2012 tentang Standar Pelayanan Pengguna Jasa Bandara, yakni 20 menit pertama sejak pesawat tiba dan 40 menit terakhir.
“Jadi, ada bagian check in counter setelah penumpang menyerahkan barang dan diganti dengan tanda terima atau bag tag. Kalau bagasi hilang bisa dibuat laporan dan tunjukkan bag tag-nya,” kata Neneng. (Hasan Kurniawan)
(nfl)