Pemerintah Diingatkan Tetap Alokasikan DBH Cukai Tembakau ke Daerah
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun kembali menyuarakan pembelaannya kepada daerah penghasil tembakau. Kali ini legislator Partai Golkar itu menyoroti rencana pemerintah mengalokasikan minimal 50% Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) untuk mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Niat pemerintah menggunakan lebih dari 50 persen DBHCHT untuk JKN bertujuan meningkatan kuantitas dan kualitas layanan kesehatan. Namun, Misbakhun menentang rencana itu karena DBHCHT merupakan hak daerah.
“Pemerintah harus mempertimbangkan kembali niat tersebut, karena DBHCHT selain merupakan hak dari daerah terutama yang terkait langsung dengan industri nasional hasil tembakau, juga ditujukan untuk mempercepat pembangunan di daerah,” kata Misbakhun di Jakarta, Jumat (20/7/2018).
Wakil rakyat dari daerah pemilihan Jawa Timur II yang meliputi Pasuruan dan Probolinggo itu mengaku pesimistis rencana pemerintah mengalokasikan DBHCHT untuk JKN akan berjalan mulus. Bahkan, katanya, rencana itu melenceng dari tujuan awal penyaluran DBHCHT.
Menurut politikus yang dikenal getol membela kebijakan Presiden Joko Widodo itu, tujuan awal DBHCHT adalah untuk kepentingan daerah. Sedangkan JKN, katanya, merupakan kebijakan pemerintah pusat.
Misbakhun juga mengkhawatirkan penggunaan DBHCHT untuk menambal anggaran JKN secara tidak langsung akan mendiskreditkan industri nasional hasil tembakau. Padahal, kata inisiator Rancangan Undang-undang (RUU) Pertembakauan itu, rokok juga bukan satu-satunya penyebab sumber segala penyakit.
“Industri nasional hasil tembakau jangan selalu dipojokkan sebagai biang kerok masalah masyarakat. Seolah rokok itu faktor tunggal penyebab kualitas kesehatan masyarakat menurun,” ujar wakil rakyat yang dikenal gigih memperjuangkan aspirasi petani tembakau itu.
Lebih lanjut Misbakhun mengatakan, alokasi DBH dalam APBN 2018 sebesar Rp89,2 triliun. Angka itu terdiri dari DBH Pajak sebesar Rp56,7 triliun dan DBH sumber daya alam sebesar Rp32,5 triliun.
Sedangkan realisasi DBH hingga Juni 2018 sudah mencapai Rp 34,3 triliun. Menurut Misbakhun, capaian itu lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada 2017 yang mencapai Rp49,7 triliun.
Misbakhun menuturkan, industri hasil tembakau memiliki kontribusi besar bagi penerimaan negara. "Setidaknya cukai hasil tembakau berkontribusi lebih dari 90% dari penerimaan cukai setiap tahunnya,” pungkas mantan pegawai pajak Kementerian Keuangan itu.
Niat pemerintah menggunakan lebih dari 50 persen DBHCHT untuk JKN bertujuan meningkatan kuantitas dan kualitas layanan kesehatan. Namun, Misbakhun menentang rencana itu karena DBHCHT merupakan hak daerah.
“Pemerintah harus mempertimbangkan kembali niat tersebut, karena DBHCHT selain merupakan hak dari daerah terutama yang terkait langsung dengan industri nasional hasil tembakau, juga ditujukan untuk mempercepat pembangunan di daerah,” kata Misbakhun di Jakarta, Jumat (20/7/2018).
Wakil rakyat dari daerah pemilihan Jawa Timur II yang meliputi Pasuruan dan Probolinggo itu mengaku pesimistis rencana pemerintah mengalokasikan DBHCHT untuk JKN akan berjalan mulus. Bahkan, katanya, rencana itu melenceng dari tujuan awal penyaluran DBHCHT.
Menurut politikus yang dikenal getol membela kebijakan Presiden Joko Widodo itu, tujuan awal DBHCHT adalah untuk kepentingan daerah. Sedangkan JKN, katanya, merupakan kebijakan pemerintah pusat.
Misbakhun juga mengkhawatirkan penggunaan DBHCHT untuk menambal anggaran JKN secara tidak langsung akan mendiskreditkan industri nasional hasil tembakau. Padahal, kata inisiator Rancangan Undang-undang (RUU) Pertembakauan itu, rokok juga bukan satu-satunya penyebab sumber segala penyakit.
“Industri nasional hasil tembakau jangan selalu dipojokkan sebagai biang kerok masalah masyarakat. Seolah rokok itu faktor tunggal penyebab kualitas kesehatan masyarakat menurun,” ujar wakil rakyat yang dikenal gigih memperjuangkan aspirasi petani tembakau itu.
Lebih lanjut Misbakhun mengatakan, alokasi DBH dalam APBN 2018 sebesar Rp89,2 triliun. Angka itu terdiri dari DBH Pajak sebesar Rp56,7 triliun dan DBH sumber daya alam sebesar Rp32,5 triliun.
Sedangkan realisasi DBH hingga Juni 2018 sudah mencapai Rp 34,3 triliun. Menurut Misbakhun, capaian itu lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada 2017 yang mencapai Rp49,7 triliun.
Misbakhun menuturkan, industri hasil tembakau memiliki kontribusi besar bagi penerimaan negara. "Setidaknya cukai hasil tembakau berkontribusi lebih dari 90% dari penerimaan cukai setiap tahunnya,” pungkas mantan pegawai pajak Kementerian Keuangan itu.
(akr)