Serikat Pekerja: Hentikan Upaya Melemahkan Pertamina
A
A
A
JAKARTA - Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) menggelar unjuk rasa besar-besaran menolak sejumlah kebijakan pemerintah sebagai pemegang saham yang dinilai melemahkan BUMN energi tersebut.
Kepala Bidang Hubungan Kelembagaan, Media dan Komunikasi FSPPB Hendra Tria Saputra meminta pemerintah tidak terus-menerus melemahkan Pertamina dengan mendorong penjualan aset-aset Pertamina kepada swasta atau asing.
Untuk itu, tegas dia, karyawan Pertamina tidak segan-segan melakukan mogok kerja dan menghentikan segala bentuk operasional Pertamina jika tuntutan tersebut tidak digubris oleh Kementerian BUMN sebagai pemegang saham.
"Kami siap membela Pertamina. Hentikan jual aset Pertamina atau kami hentikan operasi," tandasnya di Jakarta, Jumat (20/7/2018).
Aksi demonstrasi bertajuk Aksi Bela Pertamina tersebut dilakukan karyawan Pertamina dengan menggelar aksi longmarch dari Kantor Pertamina Pusat menuju Kementerian BUMN dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jalan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat.
"Tidak semua ikut turun ke jalan, tapi pada dasarnya seluruh karyawan setuju dengan aksi ini. Ini demi menyelamatkan Pertamina," jelasnya.
Ketua FSPPB Arie Gumilar mengatakan, dalam tuntutannya karyawan meminta Kementerian ESDM sebagai perwakilan pemerintah tidak membebani Pertamina dengan kewajiban menyalurkan bahan bakar minyak (BBM) premium tanpa subsidi yang sangat merugikan keuangan Pertamina.
Jika tetap ditugaskan menyediakan premium, FSPPB mendesak pemerintah agar mengembalikan subsidi BBM jenis premium atau menaikkan harga BBM sesuai keekonomian sebagai solusi. Pasalnya, dengan harga minyak yang sudah atas USD70 per barel dan kurs dolar AS yang saat ini sudah di atas Rp14.400, keuangan Pertamina tergerus untuk menjalankan penugasan tersebut.
Tak hanya itu, Menteri ESDM Ignasius Jonan juga didesak membatalkan Permen ESDM Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang Akan Berakhir Kontrak Kerja Samanya. Aturan yang menghilangkan keistimewaan Pertamina untuk dapat menguasai blok migas potensial yang akan habis kontraknya itu dinilai tidak berpihak pada kepentingan rakyat.
Peraturan itu disebut tidak mencerminkan amanah konstitusi karena lebih mengedepankan kepentingan kontraktor migas asing daripada Pertamina yang merupakan 100% perusahaan milik negara.
"Apabila tuntutan para pekerja Pertamina diabaikan, maka pekerja berencana melakukan mogok kerja, aksi massa yang lebih besar, dan menghentikan seluruh kegiatan operasional. Itu opsi yang sudah kami rencanakan," tegas Arie.
Kepala Bidang Hubungan Kelembagaan, Media dan Komunikasi FSPPB Hendra Tria Saputra meminta pemerintah tidak terus-menerus melemahkan Pertamina dengan mendorong penjualan aset-aset Pertamina kepada swasta atau asing.
Untuk itu, tegas dia, karyawan Pertamina tidak segan-segan melakukan mogok kerja dan menghentikan segala bentuk operasional Pertamina jika tuntutan tersebut tidak digubris oleh Kementerian BUMN sebagai pemegang saham.
"Kami siap membela Pertamina. Hentikan jual aset Pertamina atau kami hentikan operasi," tandasnya di Jakarta, Jumat (20/7/2018).
Aksi demonstrasi bertajuk Aksi Bela Pertamina tersebut dilakukan karyawan Pertamina dengan menggelar aksi longmarch dari Kantor Pertamina Pusat menuju Kementerian BUMN dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jalan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat.
"Tidak semua ikut turun ke jalan, tapi pada dasarnya seluruh karyawan setuju dengan aksi ini. Ini demi menyelamatkan Pertamina," jelasnya.
Ketua FSPPB Arie Gumilar mengatakan, dalam tuntutannya karyawan meminta Kementerian ESDM sebagai perwakilan pemerintah tidak membebani Pertamina dengan kewajiban menyalurkan bahan bakar minyak (BBM) premium tanpa subsidi yang sangat merugikan keuangan Pertamina.
Jika tetap ditugaskan menyediakan premium, FSPPB mendesak pemerintah agar mengembalikan subsidi BBM jenis premium atau menaikkan harga BBM sesuai keekonomian sebagai solusi. Pasalnya, dengan harga minyak yang sudah atas USD70 per barel dan kurs dolar AS yang saat ini sudah di atas Rp14.400, keuangan Pertamina tergerus untuk menjalankan penugasan tersebut.
Tak hanya itu, Menteri ESDM Ignasius Jonan juga didesak membatalkan Permen ESDM Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang Akan Berakhir Kontrak Kerja Samanya. Aturan yang menghilangkan keistimewaan Pertamina untuk dapat menguasai blok migas potensial yang akan habis kontraknya itu dinilai tidak berpihak pada kepentingan rakyat.
Peraturan itu disebut tidak mencerminkan amanah konstitusi karena lebih mengedepankan kepentingan kontraktor migas asing daripada Pertamina yang merupakan 100% perusahaan milik negara.
"Apabila tuntutan para pekerja Pertamina diabaikan, maka pekerja berencana melakukan mogok kerja, aksi massa yang lebih besar, dan menghentikan seluruh kegiatan operasional. Itu opsi yang sudah kami rencanakan," tegas Arie.
(fjo)