Peluang IHSG di Tengah Perang Dagang
A
A
A
JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diyakini punya peluang di tengah sentimen perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Ekonom Tony Prasetiantono mengatakan, penguatan dari pasar modal AS akan berakhir menjadi salah satu pendorong IHSG.
Tony menjelaskan, ketika sudah menemukan titik jenuhnya itu maka berdampak aliran modal akan beralih ke Tanah Air untuk mengerek IHSG ke level 6.000.
"Jadi saya yakin indeks di BEI masih akan kembali ke rekor 6.355 (akhir tahun lalu). Itu masih bisa didapatkan tahun ini," ujarnya di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (24/7/2018).
Namun menurutnya, untuk kembali menggapai rekor itu memang jadi tantangan yang tidak mudah karena pergerakan IHSG itu terpengaruh oleh variabel-variabel ekonomi.
"Itu juga masalah persepsi atau sentimen. Kalau situasi politik kita aman, kondusif jelang pemilu 2019 maka akan membangkitkan kepercayaan. Sehingga bisa kembali ke atas 6.000," kata Tony.
Dia menambahkan, pesta politik tahun 2019 tidak berpotensi terjadi chaos karena dari sisi fundamental Indonesia masih kuat tidak seperti krisis puluhan tahun lalu.
"Indonesia saya kira tidak punya pengalaman chaos kecuali tahun 1965 dan 1998, tapi penyebabnya tinggi. Selain krisis rupiah, terjadi pengangguran dan depresiasinya bukan seperti sekarang," pungkas Tony.
Tony menjelaskan, ketika sudah menemukan titik jenuhnya itu maka berdampak aliran modal akan beralih ke Tanah Air untuk mengerek IHSG ke level 6.000.
"Jadi saya yakin indeks di BEI masih akan kembali ke rekor 6.355 (akhir tahun lalu). Itu masih bisa didapatkan tahun ini," ujarnya di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (24/7/2018).
Namun menurutnya, untuk kembali menggapai rekor itu memang jadi tantangan yang tidak mudah karena pergerakan IHSG itu terpengaruh oleh variabel-variabel ekonomi.
"Itu juga masalah persepsi atau sentimen. Kalau situasi politik kita aman, kondusif jelang pemilu 2019 maka akan membangkitkan kepercayaan. Sehingga bisa kembali ke atas 6.000," kata Tony.
Dia menambahkan, pesta politik tahun 2019 tidak berpotensi terjadi chaos karena dari sisi fundamental Indonesia masih kuat tidak seperti krisis puluhan tahun lalu.
"Indonesia saya kira tidak punya pengalaman chaos kecuali tahun 1965 dan 1998, tapi penyebabnya tinggi. Selain krisis rupiah, terjadi pengangguran dan depresiasinya bukan seperti sekarang," pungkas Tony.
(ven)