Mulai 2021, Blok Rokan Dikelola oleh Pertamina
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah akhirnya menyerahkan pengelolaan Blok Rokan ke PT Pertamina (persero) setelah kontrak PT Chevron Pacific Indonesia berakhir pada 2021.
Blok Rokan nantinya akan diharapkan tetap menjadi andalan produksimi nyaknasional. “Untuk ke depannya (Blok Rokan) 100% dikelola Pertamina. Namun sesuai peraturan, menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) harus menawarkan 10% jadi PI (participating interest) daerah lewat badan usaha milik daerah,” kata Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar di Kementerian ESDM, Jakarta, kemarin.
Menurut dia, keputusan tersebut diambil karena penawaran Chevron jauh di bawah Pertamina dari segi produksi penerimaan negara dan bonus tanda tangan. Hal itu berdasarkan kajian tim 22 wilayah kerja. “Proses evaluasi sudah berjalan beberapa bulan belakangan. Sesuai janji kita bahwa keputusan pengelolaan Blok Rokan kami umumkan ke depannya 100% dikelola Pertamina. Namun, sesuai peraturan Menteri ESDM harus menawarkan 10% jadi PI daerah lewat Badan Usaha Milik Daerah,” kata dia. Diamengatakan, pengeklolaan Blok Rokan di Riau itu akan dikelola Pertamina selama 20 tahun ke depan mulai 2021.
Adapun bonus tanda tangan yang akan diterima pemerintah mencapai USD783 juta atau Rp11,3 triliun dan komitmen kerja pasti sebesar USD500 juta. Arcandra menambahkan, dari pengelolaan Blok Rokan oleh Pertamina, potensi pendapatan negara selama 20 tahun ke depan diperkirakan mencapai USD57 miliar atau atau sekitar Rp825 triliun.
Adapun produksi Blok Rokan saat ini sekitar 200.000 barel per hari. “Sekali lagi, alhamdulillah, selamat kepada Pertamina yang telah diberikan amanat ke pemerintah untuk mengelola Blok Rokan dari 2021 sampai 2041,” tuturnya.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi mengatakan, Pertamina nantinya akan memulai pembahasan dengan Chevron setelah kontrak ditandatangani.
Pembahasan antara Pertamina dan Chevron tak lain untuk menjaga produksi supaya tidak mengalami penurunan. “Setelah kontrak dengan Pertamina ditandatatangani maka fokus berikutnya Chevron dan Pertamina akan melakukan kegiatan transaksi sampai dengan masa kontrak habis untuk menjaga produksi tidak turun,” kata dia.
Berdasarkan data SKK Migas, semester I/2018, produksi siap jual Blok Rokan men capai 207.148 barel per hari (bph) dari target SKK Migas 213.000 bph. Sampai akhir tahun ini SKK Migas memprediksi lifting minyak Blok Rokan mencapai 205.952 bph.
Blok Rokan merupakan salah satu andalan produksi minyak dalam negeri karena berkontribusi sekitar 25% dari total produksi nasional. Blok ini telah dikuasai Chevron sejak 1971. Di Blok Rokan, terdapat dua lapangan minyak raksasa yakni Dinas dan Duri.
Lapangan Minas yang telah memproduksi minyak hingga 4,5 miliar barel minyak sejak mulai berproduksi pada 1970-an adalah lapangan minyak terbesar di Asia Tenggara. Pada masa jayanya, produksi minyak Lapangan Minas pernah menembus angka 1 juta barel per hari (bph).
Sekarang lapangan tua ini masih bisa menghasilkan minyak sekitar 45.000 bph. Adapun lapangan Duri merupakan satu lapangan minyak terbesar yang pernah ditemukan di kawasan Asia Tenggara. Lapangan ini menghasilkan minyak mentah unik yang dikenal dengan nama Duri Crude.
Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, dalam kontek kedaulatan energi keputusan pengelolaan Blok Rokan memang sudah seharusnya diserahkan 100% kepada Pertamina.
Dia berharap Pertamina konsisten dengan tidak melakukan share down kepemilikan ke pihak lain. “Jangan kemudian Pertamina sudah menyatakan sanggup 100%, lalu share down 39%. Kalau begini tidak konsisten,” katanya.
Fahmy meyakini, Pertamina mampu mengelola Blok Rokan baik dari sisi sumber daya manusia maupun penyediaan dananya. Menurut dia, selama ini lebih dari 90% SDM di Industri minyak adalah bangsa Indonesia. “Kalau masih butuh ahli, Pertamina bisa merekrutnya,” katanya.
Terkait pendanaan, memang ada opsi share down atau menggunakan sumber pembiayaan dari perbankan dalam dan luar negeri. Dengan besarnya cadangan di Rokan, dia memperkirakan lembaga keuangan akan antre untuk membiayainya. “Pertamina harus menjamin tidak terjadi penurunan produksi, juga tidak ada pembengkakan biaya produksi,” katanya.
Sementara itu, pengamat energi Yusri Usman mengat akan, proses perpanjangan operasi Blok Rokan menjadi parameter komitmen pemerintah dalam menjaga kedaulatan energi. “Kalau Presiden berkomitmen menjaga kedaulatan energi nasional, maka proses perpanjangan operasi Blok Rokan akan menjadikan parameter,” kata Yusri.
Blok Rokan nantinya akan diharapkan tetap menjadi andalan produksimi nyaknasional. “Untuk ke depannya (Blok Rokan) 100% dikelola Pertamina. Namun sesuai peraturan, menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) harus menawarkan 10% jadi PI (participating interest) daerah lewat badan usaha milik daerah,” kata Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar di Kementerian ESDM, Jakarta, kemarin.
Menurut dia, keputusan tersebut diambil karena penawaran Chevron jauh di bawah Pertamina dari segi produksi penerimaan negara dan bonus tanda tangan. Hal itu berdasarkan kajian tim 22 wilayah kerja. “Proses evaluasi sudah berjalan beberapa bulan belakangan. Sesuai janji kita bahwa keputusan pengelolaan Blok Rokan kami umumkan ke depannya 100% dikelola Pertamina. Namun, sesuai peraturan Menteri ESDM harus menawarkan 10% jadi PI daerah lewat Badan Usaha Milik Daerah,” kata dia. Diamengatakan, pengeklolaan Blok Rokan di Riau itu akan dikelola Pertamina selama 20 tahun ke depan mulai 2021.
Adapun bonus tanda tangan yang akan diterima pemerintah mencapai USD783 juta atau Rp11,3 triliun dan komitmen kerja pasti sebesar USD500 juta. Arcandra menambahkan, dari pengelolaan Blok Rokan oleh Pertamina, potensi pendapatan negara selama 20 tahun ke depan diperkirakan mencapai USD57 miliar atau atau sekitar Rp825 triliun.
Adapun produksi Blok Rokan saat ini sekitar 200.000 barel per hari. “Sekali lagi, alhamdulillah, selamat kepada Pertamina yang telah diberikan amanat ke pemerintah untuk mengelola Blok Rokan dari 2021 sampai 2041,” tuturnya.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi mengatakan, Pertamina nantinya akan memulai pembahasan dengan Chevron setelah kontrak ditandatangani.
Pembahasan antara Pertamina dan Chevron tak lain untuk menjaga produksi supaya tidak mengalami penurunan. “Setelah kontrak dengan Pertamina ditandatatangani maka fokus berikutnya Chevron dan Pertamina akan melakukan kegiatan transaksi sampai dengan masa kontrak habis untuk menjaga produksi tidak turun,” kata dia.
Berdasarkan data SKK Migas, semester I/2018, produksi siap jual Blok Rokan men capai 207.148 barel per hari (bph) dari target SKK Migas 213.000 bph. Sampai akhir tahun ini SKK Migas memprediksi lifting minyak Blok Rokan mencapai 205.952 bph.
Blok Rokan merupakan salah satu andalan produksi minyak dalam negeri karena berkontribusi sekitar 25% dari total produksi nasional. Blok ini telah dikuasai Chevron sejak 1971. Di Blok Rokan, terdapat dua lapangan minyak raksasa yakni Dinas dan Duri.
Lapangan Minas yang telah memproduksi minyak hingga 4,5 miliar barel minyak sejak mulai berproduksi pada 1970-an adalah lapangan minyak terbesar di Asia Tenggara. Pada masa jayanya, produksi minyak Lapangan Minas pernah menembus angka 1 juta barel per hari (bph).
Sekarang lapangan tua ini masih bisa menghasilkan minyak sekitar 45.000 bph. Adapun lapangan Duri merupakan satu lapangan minyak terbesar yang pernah ditemukan di kawasan Asia Tenggara. Lapangan ini menghasilkan minyak mentah unik yang dikenal dengan nama Duri Crude.
Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, dalam kontek kedaulatan energi keputusan pengelolaan Blok Rokan memang sudah seharusnya diserahkan 100% kepada Pertamina.
Dia berharap Pertamina konsisten dengan tidak melakukan share down kepemilikan ke pihak lain. “Jangan kemudian Pertamina sudah menyatakan sanggup 100%, lalu share down 39%. Kalau begini tidak konsisten,” katanya.
Fahmy meyakini, Pertamina mampu mengelola Blok Rokan baik dari sisi sumber daya manusia maupun penyediaan dananya. Menurut dia, selama ini lebih dari 90% SDM di Industri minyak adalah bangsa Indonesia. “Kalau masih butuh ahli, Pertamina bisa merekrutnya,” katanya.
Terkait pendanaan, memang ada opsi share down atau menggunakan sumber pembiayaan dari perbankan dalam dan luar negeri. Dengan besarnya cadangan di Rokan, dia memperkirakan lembaga keuangan akan antre untuk membiayainya. “Pertamina harus menjamin tidak terjadi penurunan produksi, juga tidak ada pembengkakan biaya produksi,” katanya.
Sementara itu, pengamat energi Yusri Usman mengat akan, proses perpanjangan operasi Blok Rokan menjadi parameter komitmen pemerintah dalam menjaga kedaulatan energi. “Kalau Presiden berkomitmen menjaga kedaulatan energi nasional, maka proses perpanjangan operasi Blok Rokan akan menjadikan parameter,” kata Yusri.
(don)