Aturan Label Susu Kental Manis Harus Satu Pintu
A
A
A
JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan Kementerian Kesehatan tidak perlu lagi mengatur label dan iklan susu kental manis untuk menghindari tumpang tindih aturan. Produk tersebut kini sudah diawasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Komisioner KPAI Sitti Hikmawatty menjelaskan, Kementerian Kesehatan dapat memberikan saran kepada BPOM jika ingin mengawasi atau memiliki masukan tentang susu kental manis. "Aturan soal label dan iklan susu kental manis sudah dilakukan BPOM. Saya setuju, lebih baik satu pintu saja. Artinya Kementerian Kesehatan tidak perlu ikut mengawasinya," kata Sitti saat dihubungi wartawan, Jumat (14/9/2018).
Aturan mengenai label merujuk Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan. Menurut Sitti, rencananya Undang-undang Pangan akan direvisi untuk mempertegas batasan kewenangan Kementerian Kesehatan dan BPOM agar tidak tumpang tindih. Nantinya, kewenangan yang sudah dijalankan BPOM tidak perlu lagi dijalankan Kementerian Kesehatan, demikian pula sebaliknya.
Setidaknya terdapat 12 poin yang akan direvisi, di antaranya pengawasan pangan, ketersediaan pangan, termasuk pembatasan label dan iklan produk pangan. Namun, revisi tersebut tidak terkait susu kental manis, namun seluruh produk pangan.
Pakar Hukum Bisnis Ricardo Simanjuntak berpendapat, polemik produk susu kental manis harus disikapi pemerintah dengan lebih bijak. Pemerintah perlu memberikan kepastian hukum untuk melindungi kepentingan konsumen dan produsen agar tidak ada yang dirugikan.
Menurut dia, hukum pada dasarnya dibuat untuk mengatur atau memberikan kepastian kepada semua pihak. Khusus pengaturan susu kental manis, pemerintah boleh saja memberikan kepastian hukum kepada konsumen terkait materi produk dan pengaruhnya terhadap kesehatan. "Namun pemerintah juga harus memberikan kepastian bisnis pada pelaku usaha, sehingga ada perlakuan yang adil bagi semua pihak," tegas Ricardo.
Menurut Ricardo, pelaku usaha tidak akan memproduksi barang berbahaya atau melanggar ketentuan sepanjang aturan dibuat jelas dan tidak berubah-ubah. Peraturan yang jelas akan memberikan kepastian hukum dalam berbisnis.
"Jangan sampai hal yang boleh dilakukan pelaku usaha tahun ini, tetapi tahun depan tidak bisa lagi. Aturan dibuat bukan mempersulit tetapi mempermudah. Mempermudah bukan berarti semuanya boleh dilakukan, tetapi ada fair treatment pada semua pihak baik konsumen maupun produsen," kata dia.
Ricardo menjelaskan, konsumen dan produsen merupakan dua pihak yang saling membutuhkan sehingga mereka harus dilindungi pemerintah. Pemerintah juga harus memahami secara jelas latar belakang perubahan aturan sehingga tidak terjadi distorsi.
BPOM berencana merevisi aturan terkait labelisasi dan iklan produk pangan yang di dalamnya mengatur susu kental manis. Sebelumnya, BPOM telah menerbitkan surat edaran mengenai label dan iklan susu kental manis pada Mei 2018. Selama ini, susu kental manis termasuk susu sesuai Peraturan Kepala BPOM Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kategori Pangan.
Ketua Umum Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan Indonesia (Pergizi Pangan), Profesor Hardinsyah menambahkan, berdasarkan analisis Dr. Atmarita, Wakil Ketua III Riset dan Pengembangan dan Publikasi Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi), terhadap data Survei Konsumsi Makanan Individu Kementerian Kesehatan 2014, terdapat 5 makanan dan minuman dengan kandungan gula tinggi yaitu jeli, sirup, madu, coklat dan selai.
Analisis yang dipublikasikan dalam Journal of the Indonesian Nutrition Association menyebut jeli dan gelatin sebagai sumber gula paling tinggi untuk semua kelompok umur dengan 19 gram/kapita/hari. Urutan berikutnya berturut-turut sirup (18,5 gram/kapita/hari), madu (14,1 gram/kapita/hari), selai (11,2 gram/kapita/hari), dan cokelat (11 gram/kapita/hari). "Tidak ada susu kental manis di sana. Setiap penyusunan peraturan seharusnya berdasar fakta, menyeluruh dan adil," kata Hardinsyah.
Komisioner KPAI Sitti Hikmawatty menjelaskan, Kementerian Kesehatan dapat memberikan saran kepada BPOM jika ingin mengawasi atau memiliki masukan tentang susu kental manis. "Aturan soal label dan iklan susu kental manis sudah dilakukan BPOM. Saya setuju, lebih baik satu pintu saja. Artinya Kementerian Kesehatan tidak perlu ikut mengawasinya," kata Sitti saat dihubungi wartawan, Jumat (14/9/2018).
Aturan mengenai label merujuk Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan. Menurut Sitti, rencananya Undang-undang Pangan akan direvisi untuk mempertegas batasan kewenangan Kementerian Kesehatan dan BPOM agar tidak tumpang tindih. Nantinya, kewenangan yang sudah dijalankan BPOM tidak perlu lagi dijalankan Kementerian Kesehatan, demikian pula sebaliknya.
Setidaknya terdapat 12 poin yang akan direvisi, di antaranya pengawasan pangan, ketersediaan pangan, termasuk pembatasan label dan iklan produk pangan. Namun, revisi tersebut tidak terkait susu kental manis, namun seluruh produk pangan.
Pakar Hukum Bisnis Ricardo Simanjuntak berpendapat, polemik produk susu kental manis harus disikapi pemerintah dengan lebih bijak. Pemerintah perlu memberikan kepastian hukum untuk melindungi kepentingan konsumen dan produsen agar tidak ada yang dirugikan.
Menurut dia, hukum pada dasarnya dibuat untuk mengatur atau memberikan kepastian kepada semua pihak. Khusus pengaturan susu kental manis, pemerintah boleh saja memberikan kepastian hukum kepada konsumen terkait materi produk dan pengaruhnya terhadap kesehatan. "Namun pemerintah juga harus memberikan kepastian bisnis pada pelaku usaha, sehingga ada perlakuan yang adil bagi semua pihak," tegas Ricardo.
Menurut Ricardo, pelaku usaha tidak akan memproduksi barang berbahaya atau melanggar ketentuan sepanjang aturan dibuat jelas dan tidak berubah-ubah. Peraturan yang jelas akan memberikan kepastian hukum dalam berbisnis.
"Jangan sampai hal yang boleh dilakukan pelaku usaha tahun ini, tetapi tahun depan tidak bisa lagi. Aturan dibuat bukan mempersulit tetapi mempermudah. Mempermudah bukan berarti semuanya boleh dilakukan, tetapi ada fair treatment pada semua pihak baik konsumen maupun produsen," kata dia.
Ricardo menjelaskan, konsumen dan produsen merupakan dua pihak yang saling membutuhkan sehingga mereka harus dilindungi pemerintah. Pemerintah juga harus memahami secara jelas latar belakang perubahan aturan sehingga tidak terjadi distorsi.
BPOM berencana merevisi aturan terkait labelisasi dan iklan produk pangan yang di dalamnya mengatur susu kental manis. Sebelumnya, BPOM telah menerbitkan surat edaran mengenai label dan iklan susu kental manis pada Mei 2018. Selama ini, susu kental manis termasuk susu sesuai Peraturan Kepala BPOM Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kategori Pangan.
Ketua Umum Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan Indonesia (Pergizi Pangan), Profesor Hardinsyah menambahkan, berdasarkan analisis Dr. Atmarita, Wakil Ketua III Riset dan Pengembangan dan Publikasi Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi), terhadap data Survei Konsumsi Makanan Individu Kementerian Kesehatan 2014, terdapat 5 makanan dan minuman dengan kandungan gula tinggi yaitu jeli, sirup, madu, coklat dan selai.
Analisis yang dipublikasikan dalam Journal of the Indonesian Nutrition Association menyebut jeli dan gelatin sebagai sumber gula paling tinggi untuk semua kelompok umur dengan 19 gram/kapita/hari. Urutan berikutnya berturut-turut sirup (18,5 gram/kapita/hari), madu (14,1 gram/kapita/hari), selai (11,2 gram/kapita/hari), dan cokelat (11 gram/kapita/hari). "Tidak ada susu kental manis di sana. Setiap penyusunan peraturan seharusnya berdasar fakta, menyeluruh dan adil," kata Hardinsyah.
(ven)