Impor Aluminium Foil Melonjak, KPPI Lakukan Penyelidikan
A
A
A
JAKARTA - Pada tanggal 9 Oktober 2018 Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) mengumumkan dimulainya penyelidikan tindakan pengamanan perdagangan (safeguards) atas lonjakan volume impor barang aluminium foil.
Penyelidikan tersebut didasarkan atas permohonan yang disampaikan oleh Asosiasi Produsen Aluminium Extrusi serta Aluminium Plate, Sheet & Foil (APRALEX Sh & F) atas nama industri dalam negeri penghasil barang aluminium foil pada tanggal 3 Oktober 2018 lalu.
"Dari bukti awal permohonan yang diajukan, KPPI menemukan adanya lonjakan volume impor barang aluminium foil. Selain itu, terdapat indikasi awal mengenai kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami oleh industri dalam negeri akibat dari lonjakan volume impor tersebut," ujar Ketua KPPI Mardjoko dalam keterangan resmi, Kamis (11/10/2018).
Kerugian serius atau ancaman kerugian serius tersebut terlihat dari beberapa indikator kinerja industri dalam negeri pada periode tiga tahun terakhir (2015-2017). Indikator tersebut antara lain kerugian finansial secara terus menerus akibat menurunnya volume produksi dan penjualan domestik, meningkatnya persediaan akhir atau jumlah barang yang tidak terjual, menurunnya produktivitas dan kapasitas terpakai, berkurangnya jumlah tenaga kerja, serta menurunnya pangsa pasar industri dalam negeri di pasar domestik.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dalam tiga tahun terakhir (2015-2017), volume impor barang aluminium foil terus meningkat dengan tren sebesar 23%. Pada tahun 2015 impor barang aluminium foil tercatat sebesar 25.189 ton, kemudian pada tahun 2016 naik 25% menjadi sebesar 31.404 ton, dan pada tahun 2017 naik 21% menjadi sebesar 37.998 ton.
Negara asal impor barang aluminium foil antara lain dari China, Korea Selatan, dan Jepang. Volume impor barang aluminium foil Indonesia terbesar berasal dari China, dengan pangsa impor pada tahun 2015 sebesar 81,57%, kemudian tahun 2016 meningkat menjadi sebesar 83,43%, dan pada tahun 2017 meningkat menjadi sebesar 85,84%.
Sementara itu, tarif Bea masuk impor (MFN) barang aluminium foil untuk HS. 7607.11.00 dan 7607.19.00 masingmasing sebesar 20% dan 10%. Dengan adanya perjanjian ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA), ASEAN-Korea Free Trade Agreement (AK-FTA), dan Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) tarif bea masuk preferensial untuk komoditas ini sebesar 0 persen berlaku dan tahun 2017-2022.
"Hal ini menjadi salah satu penyebab melonjaknya jumlah impor aluminium foil yang menyebabkan kerugian serius atau ancaman kerugian serius industri dalam negeri," pungkas Mardjoko.
Penyelidikan tersebut didasarkan atas permohonan yang disampaikan oleh Asosiasi Produsen Aluminium Extrusi serta Aluminium Plate, Sheet & Foil (APRALEX Sh & F) atas nama industri dalam negeri penghasil barang aluminium foil pada tanggal 3 Oktober 2018 lalu.
"Dari bukti awal permohonan yang diajukan, KPPI menemukan adanya lonjakan volume impor barang aluminium foil. Selain itu, terdapat indikasi awal mengenai kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami oleh industri dalam negeri akibat dari lonjakan volume impor tersebut," ujar Ketua KPPI Mardjoko dalam keterangan resmi, Kamis (11/10/2018).
Kerugian serius atau ancaman kerugian serius tersebut terlihat dari beberapa indikator kinerja industri dalam negeri pada periode tiga tahun terakhir (2015-2017). Indikator tersebut antara lain kerugian finansial secara terus menerus akibat menurunnya volume produksi dan penjualan domestik, meningkatnya persediaan akhir atau jumlah barang yang tidak terjual, menurunnya produktivitas dan kapasitas terpakai, berkurangnya jumlah tenaga kerja, serta menurunnya pangsa pasar industri dalam negeri di pasar domestik.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dalam tiga tahun terakhir (2015-2017), volume impor barang aluminium foil terus meningkat dengan tren sebesar 23%. Pada tahun 2015 impor barang aluminium foil tercatat sebesar 25.189 ton, kemudian pada tahun 2016 naik 25% menjadi sebesar 31.404 ton, dan pada tahun 2017 naik 21% menjadi sebesar 37.998 ton.
Negara asal impor barang aluminium foil antara lain dari China, Korea Selatan, dan Jepang. Volume impor barang aluminium foil Indonesia terbesar berasal dari China, dengan pangsa impor pada tahun 2015 sebesar 81,57%, kemudian tahun 2016 meningkat menjadi sebesar 83,43%, dan pada tahun 2017 meningkat menjadi sebesar 85,84%.
Sementara itu, tarif Bea masuk impor (MFN) barang aluminium foil untuk HS. 7607.11.00 dan 7607.19.00 masingmasing sebesar 20% dan 10%. Dengan adanya perjanjian ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA), ASEAN-Korea Free Trade Agreement (AK-FTA), dan Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) tarif bea masuk preferensial untuk komoditas ini sebesar 0 persen berlaku dan tahun 2017-2022.
"Hal ini menjadi salah satu penyebab melonjaknya jumlah impor aluminium foil yang menyebabkan kerugian serius atau ancaman kerugian serius industri dalam negeri," pungkas Mardjoko.
(fjo)