Pemerintah Tetap Jaga Keseimbangan Pertumbuhan Ekonomi
A
A
A
JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi selama empat tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) cukup stabil di kisaran 5%.
Meski demikian, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar perekonomian dalam negeri bisa melaju lebih kencang. Sejumlah tantangan juga diyakini masih akan ditemui karena terpengaruh ekonomi global terutama dampak perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China.
Kondisi ini memerlukan langkah strategis agar pertumbuhan ekonomi sejalan dengan target yang ditetapkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Salah satu yang harus menjadi perhatian adalah posisi neraca perdagangan yang masih minus. Hingga bulan kesembilan 2018, secara kumulatif neraca perdagangan masih mengalami defisit sebesar USD3,78 miliar.
Pekerjaan rumah lainnya adalah meningkatkan indeks daya saing agar bisa siap berkompetisi di level global. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengakui pembangunan infrastruktur secara besarbesaran belum mampu mencapai target daya saing di level global.
Menurutnya, pembangunan infrastruktur selama empat tahun terakhir memang sudah meningkatkan daya saing Indonesia dari peringkat 47 pada 2017 menjadi peringkat 45 pada 2018. Namun, hal itu masih jauh dari target yang ditetapkan yakni di posisi 40 besar.
“Selama empat tahun pemerintahan, anggaran dialihkan dari sebelumnya untuk subsidi, menjadi belanja produktif guna membangun infrastruktur,” ujar Basuki saat pemaparan kinerja empat tahun pemerintahan Jokowi-JK di Jakarta kemarin. Dia menambahkan, selama empat tahun kepemimpinan Jokowi-JK, pemerintah telah membangun jalan nasional sepanjang 3.432 km dan jalan tol sepanjang 941 km.
Khusus untuk jalan tol, pencapaian selama empat tahun ini sudah melebihi pencapaian pemerintahan dari sebelum 2014 yang hanya sepanjang 780 km. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, fundamental ekonomi makro Indonesia dalam kondisi sehat dan kuat selama empat tahun pemerintahan Jokowi-JK.
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi selama periode 2014-2017 meningkat meski perlahan. Peningkatan kinerja tersebut dikarenakan strategi pembangunan pada pemerintahan Jokowi-JK lebih seimbang dalam menjaga supply dandemand side .
“Kalau demand side yang diotak-atik moneter dan fiskal saja, tapi kalau supply side membangun infrastruktur, sumber daya manusia (SDM), pertanahan. Kalau seimbang, kemajuan ekonomi suatu bangsa terwujud dalam apa yang disebut transformasi struktural, transformasi ekonomi,” ujar Darmin.
Menurut Darmin, secara klasik apabila terjadi kecenderungan perpindahan tren dari sektor tradisional ke modern maka akan menimbulkan masalah karena dari sisi supply side kurang diperhatikan.
Oleh karena itu, diupayakan agar keseimbangan tetap terjaga. Lebih lanjut Darmin memaparkan, saat ini indikator-indikator ekonomi seperti tingkat kemiskinan di posisi cukup baik yakni 9,82%.
Demikian juga rasio gini yang berada di level 0,389 serta tingkat pengangguran turun menjadi 5,13%. “Inflasi dapat dikendalikan. Dulu inflasi double digit . Dalam periode empat tahun terakhir, kinerjanya jauh lebih stabil di angka 3,5%,” ungkapnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, saat ini kondisi APBN diyakini kredibel, aman, dan sehat. Hal ini terlihat dari defisit APBN yang sejak 2014 terus menurun. Di sisi lain, saat itu harga komoditas jatuh sehingga perekonomian mendapatkan tekanan.
“Pada akhir 2014, ujar Sri Mulyani, defisit APBN mencapai 2,3% terhadap produk domestik bruto (PDB) dan saat ini menuju level 2,1%. “Bahkan, di outlook APBN 2018 kami tetapkan defisit bisa mendekati 2%. Tahun 2019, untuk pertama kalinya, akan didesain di bawah 2%, yakni 1,8%,” tuturnya.
Sri Mulyani menambahkan, APBN mengalami tekanan paling berat pada 2015 lalu di mana terjadi defisit cukup dalam karena untuk menolong ekonomi agar tetap meningkat. Saat itu banyak program pembangunan yang mendesak dan di sisi lain ekonomi mendapatkan tekanan karena turunnya harga komoditas.
Ekspor Diperkuat
Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, pemerintah bertekad meningkatkan kinerja ekspor. Hal ini penting sebagai upaya memperkuat cadangan devisa agar tidak terus tergerus akibat impor.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, Kemendag menargetkan pertumbuhan ekspor sebesar 11% pada 2018. Untuk mendukung target tersebut, berbagai upaya dilakukan di antaranya dengan fokus pada ekspor produk industri atau olahan dan diversifikasi produk ekspor.
“Kita juga menjalin perjanjian perdagangan dengan negara mitra dagang baru, meningkatkan ekspor jasa dan ekonomi kreatif, serta mempromosikan produk-produk ekspor,” katanya.
Dia menambahkan, hasil misi dagang Indonesia dari Januari-Oktober 2018 mencapai USD10,02 miliar. Jumlah tersebut kemungkinan bertambah karena ada delapan perjanjian perdagangan yang sedang berlangsung.
“Yang masih di-review ada 3, ditambah yang sudah dilakukan inisiasi, jadi total ada 13 perjanjian perdagangan,” jelasnya.
Dari sisi industri, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan nilai tambah industri nasional dalam empat tahun terakhir meningkat USD34 miliar, dari USD202 miliar pada 2014 menjadi USD236,69 miliar tahun ini. Peningkatan tersebut sejalan dengan penambahan populasi industri besar dan sedang, dari sebanyak 25.094 unit usaha di 2014 menjadi 30.992 unit usaha tahun ini.
“Di sektor industri kecil juga mengalami penambahan, dari tahun 2014 sebanyak 3,52 juta unit usaha menjadi 4,49 juta unit usaha. Artinya, tumbuh hingga 970.000 industri kecil selama empat tahun belakangan ini,” ujarnya.
Menurut Airlangga, tantangan sektor industri ke depannya adalah menarik investasi. Untuk itu diperlukan dukungan sektoral terkait kelancaran bahan baku, suplai infra struktur, energi, hingga kelancaran prosedur di pelabuhan.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan salah satu keberhasilan pemerintahan Presiden Jokowi-JK di sektor perikanan adalah memberantas illegal unreporter unregulated fishing (IUU Fishing).
Menurutnya, pemberantasan penangkapan ikan secara ilegal merupakan prestasi pemerintahan Jokowi yang tidak pernah dilakukan oleh pemerintahan-pemerintahan sebelumnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan stabilitas ekonomi Indonesia memang relatif cukup baik apabila melihat dari angka pertumbuhan ekonomi.
Namun, pertumbuhan tersebut tumbuhnya tidak lebih cepat dari yang diharapkan. “Sebenarnya bisa tumbuh lebih tinggi lagi. Sekarang yang kita butuhkan bukan hanya stabil tetapi juga tumbuh lebih cepat,” ujarnya.
Menurut dia, pertumbuhan industri manufaktur harus didorong lebih tinggi lagi agar kontribusi terhadap perekonomian bisa meningkat. Saat ini kontribusi industri manufaktur terhadap PDB cenderung menurun.
“Kalau melihat negara yang lebih maju dari kita, mereka bisa mengejar dulu dengan menggenjot industri manufakturnya. Selama itu tidak tercapai maka akan sulit untuk tumbuh lebih tinggi dari 5%,” tuturnya.
Di sisi lain, kata dia, Indonesia juga harus mampu memanfaatkan bonus demografi dengan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional.
Meski demikian, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar perekonomian dalam negeri bisa melaju lebih kencang. Sejumlah tantangan juga diyakini masih akan ditemui karena terpengaruh ekonomi global terutama dampak perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China.
Kondisi ini memerlukan langkah strategis agar pertumbuhan ekonomi sejalan dengan target yang ditetapkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Salah satu yang harus menjadi perhatian adalah posisi neraca perdagangan yang masih minus. Hingga bulan kesembilan 2018, secara kumulatif neraca perdagangan masih mengalami defisit sebesar USD3,78 miliar.
Pekerjaan rumah lainnya adalah meningkatkan indeks daya saing agar bisa siap berkompetisi di level global. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengakui pembangunan infrastruktur secara besarbesaran belum mampu mencapai target daya saing di level global.
Menurutnya, pembangunan infrastruktur selama empat tahun terakhir memang sudah meningkatkan daya saing Indonesia dari peringkat 47 pada 2017 menjadi peringkat 45 pada 2018. Namun, hal itu masih jauh dari target yang ditetapkan yakni di posisi 40 besar.
“Selama empat tahun pemerintahan, anggaran dialihkan dari sebelumnya untuk subsidi, menjadi belanja produktif guna membangun infrastruktur,” ujar Basuki saat pemaparan kinerja empat tahun pemerintahan Jokowi-JK di Jakarta kemarin. Dia menambahkan, selama empat tahun kepemimpinan Jokowi-JK, pemerintah telah membangun jalan nasional sepanjang 3.432 km dan jalan tol sepanjang 941 km.
Khusus untuk jalan tol, pencapaian selama empat tahun ini sudah melebihi pencapaian pemerintahan dari sebelum 2014 yang hanya sepanjang 780 km. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, fundamental ekonomi makro Indonesia dalam kondisi sehat dan kuat selama empat tahun pemerintahan Jokowi-JK.
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi selama periode 2014-2017 meningkat meski perlahan. Peningkatan kinerja tersebut dikarenakan strategi pembangunan pada pemerintahan Jokowi-JK lebih seimbang dalam menjaga supply dandemand side .
“Kalau demand side yang diotak-atik moneter dan fiskal saja, tapi kalau supply side membangun infrastruktur, sumber daya manusia (SDM), pertanahan. Kalau seimbang, kemajuan ekonomi suatu bangsa terwujud dalam apa yang disebut transformasi struktural, transformasi ekonomi,” ujar Darmin.
Menurut Darmin, secara klasik apabila terjadi kecenderungan perpindahan tren dari sektor tradisional ke modern maka akan menimbulkan masalah karena dari sisi supply side kurang diperhatikan.
Oleh karena itu, diupayakan agar keseimbangan tetap terjaga. Lebih lanjut Darmin memaparkan, saat ini indikator-indikator ekonomi seperti tingkat kemiskinan di posisi cukup baik yakni 9,82%.
Demikian juga rasio gini yang berada di level 0,389 serta tingkat pengangguran turun menjadi 5,13%. “Inflasi dapat dikendalikan. Dulu inflasi double digit . Dalam periode empat tahun terakhir, kinerjanya jauh lebih stabil di angka 3,5%,” ungkapnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, saat ini kondisi APBN diyakini kredibel, aman, dan sehat. Hal ini terlihat dari defisit APBN yang sejak 2014 terus menurun. Di sisi lain, saat itu harga komoditas jatuh sehingga perekonomian mendapatkan tekanan.
“Pada akhir 2014, ujar Sri Mulyani, defisit APBN mencapai 2,3% terhadap produk domestik bruto (PDB) dan saat ini menuju level 2,1%. “Bahkan, di outlook APBN 2018 kami tetapkan defisit bisa mendekati 2%. Tahun 2019, untuk pertama kalinya, akan didesain di bawah 2%, yakni 1,8%,” tuturnya.
Sri Mulyani menambahkan, APBN mengalami tekanan paling berat pada 2015 lalu di mana terjadi defisit cukup dalam karena untuk menolong ekonomi agar tetap meningkat. Saat itu banyak program pembangunan yang mendesak dan di sisi lain ekonomi mendapatkan tekanan karena turunnya harga komoditas.
Ekspor Diperkuat
Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, pemerintah bertekad meningkatkan kinerja ekspor. Hal ini penting sebagai upaya memperkuat cadangan devisa agar tidak terus tergerus akibat impor.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, Kemendag menargetkan pertumbuhan ekspor sebesar 11% pada 2018. Untuk mendukung target tersebut, berbagai upaya dilakukan di antaranya dengan fokus pada ekspor produk industri atau olahan dan diversifikasi produk ekspor.
“Kita juga menjalin perjanjian perdagangan dengan negara mitra dagang baru, meningkatkan ekspor jasa dan ekonomi kreatif, serta mempromosikan produk-produk ekspor,” katanya.
Dia menambahkan, hasil misi dagang Indonesia dari Januari-Oktober 2018 mencapai USD10,02 miliar. Jumlah tersebut kemungkinan bertambah karena ada delapan perjanjian perdagangan yang sedang berlangsung.
“Yang masih di-review ada 3, ditambah yang sudah dilakukan inisiasi, jadi total ada 13 perjanjian perdagangan,” jelasnya.
Dari sisi industri, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan nilai tambah industri nasional dalam empat tahun terakhir meningkat USD34 miliar, dari USD202 miliar pada 2014 menjadi USD236,69 miliar tahun ini. Peningkatan tersebut sejalan dengan penambahan populasi industri besar dan sedang, dari sebanyak 25.094 unit usaha di 2014 menjadi 30.992 unit usaha tahun ini.
“Di sektor industri kecil juga mengalami penambahan, dari tahun 2014 sebanyak 3,52 juta unit usaha menjadi 4,49 juta unit usaha. Artinya, tumbuh hingga 970.000 industri kecil selama empat tahun belakangan ini,” ujarnya.
Menurut Airlangga, tantangan sektor industri ke depannya adalah menarik investasi. Untuk itu diperlukan dukungan sektoral terkait kelancaran bahan baku, suplai infra struktur, energi, hingga kelancaran prosedur di pelabuhan.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan salah satu keberhasilan pemerintahan Presiden Jokowi-JK di sektor perikanan adalah memberantas illegal unreporter unregulated fishing (IUU Fishing).
Menurutnya, pemberantasan penangkapan ikan secara ilegal merupakan prestasi pemerintahan Jokowi yang tidak pernah dilakukan oleh pemerintahan-pemerintahan sebelumnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan stabilitas ekonomi Indonesia memang relatif cukup baik apabila melihat dari angka pertumbuhan ekonomi.
Namun, pertumbuhan tersebut tumbuhnya tidak lebih cepat dari yang diharapkan. “Sebenarnya bisa tumbuh lebih tinggi lagi. Sekarang yang kita butuhkan bukan hanya stabil tetapi juga tumbuh lebih cepat,” ujarnya.
Menurut dia, pertumbuhan industri manufaktur harus didorong lebih tinggi lagi agar kontribusi terhadap perekonomian bisa meningkat. Saat ini kontribusi industri manufaktur terhadap PDB cenderung menurun.
“Kalau melihat negara yang lebih maju dari kita, mereka bisa mengejar dulu dengan menggenjot industri manufakturnya. Selama itu tidak tercapai maka akan sulit untuk tumbuh lebih tinggi dari 5%,” tuturnya.
Di sisi lain, kata dia, Indonesia juga harus mampu memanfaatkan bonus demografi dengan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional.
(don)