Curhat ke HT, Ojek Online Berharap Diperjuangkan
A
A
A
JAKARTA - Komunitas Driver Ojek Online Jabodetabek mengadukan nasibnya ke Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (HT) di Jakarta kemarin.
Mereka mengeluhkan tarif dasar yang terlalu rendah, status kemitraan yang tidak jelas, hingga tidak adanya payung hukum yang melindungi profesi mereka. “Regulasi kita tentang ojek online ternyata belum ada,” ungkap HT di MNC Tower, Jakarta, kemarin.
HT melihat perlunya regulasi yang mengatur ojek online. Apalagi, ojek online terus berkembang di seluruh Indonesia dan semakin banyak orang yang menggantungkan hidupnya dengan menjadi pengemudi ojek online.“Saya banyak menampung, banyak mendengar, saya lihat memang mereka ini perlu diperjuangkan dalam arti didudukkan dalam satu konteks aturan yang jelas sehingga mereka tahu hak dan kewajiban,” tutur pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Federasi Futsal Indonesia dan Ketua Umum Pengurus Besar Keluarga Olahraga Tarung Derajat itu.
Tak adanya aturan yang pasti, kata HT, membuat status kemitraan ojek online tidak jelas. “Masih rancu, dikatakan karyawan bukan, mitra juga bukan, karena enggak ada kontrak, payung hukum juga tidak ada. Tarif juga tidak jelas,” ungkapnya.
HT menyatakan bahwa kepastian perlu diperjuangkan, yang tentunya pada akhirnya untuk kesejahteraan masyarakat. Untuk itu dia bersama Partai Perindo menegaskan komitmennya memperjuangkan nasib ojek online di Tanah Air. “Saya siap membantu untuk kebaikan mereka, kebaikan Indonesia, kebaikan semua pihak. Kalau ada yang tidak imbang, ya kita harus buat imbang,” katanya.
Sementara itu, Ketua Komunitas Driver Ojek Online Jabodetabek Fredy Santoso mengungkapkan rasa terima kasihnya atas perhatian dan kepedulian Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo. “Kami sangat berterima kasih kepada Bapak Hary yang telah memberikan arahan kepada kami dan juga bantuan-bantuan yang beliau berikan,” ucapnya. Dia berharap hak-hak ojek online bisa terpenuhi kedepannya.
“Kami, pengemudi ojek online seluruh Indonesia meminta tiga hal. Pertama, status kemitraan kami yang jelas. Kedua, tarif dasar. Ketiga adalah payung hukum,” katanya. Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak melegalkan ojek online sebagai alat transportasi umum. (Binti Mufarida)
Mereka mengeluhkan tarif dasar yang terlalu rendah, status kemitraan yang tidak jelas, hingga tidak adanya payung hukum yang melindungi profesi mereka. “Regulasi kita tentang ojek online ternyata belum ada,” ungkap HT di MNC Tower, Jakarta, kemarin.
HT melihat perlunya regulasi yang mengatur ojek online. Apalagi, ojek online terus berkembang di seluruh Indonesia dan semakin banyak orang yang menggantungkan hidupnya dengan menjadi pengemudi ojek online.“Saya banyak menampung, banyak mendengar, saya lihat memang mereka ini perlu diperjuangkan dalam arti didudukkan dalam satu konteks aturan yang jelas sehingga mereka tahu hak dan kewajiban,” tutur pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Federasi Futsal Indonesia dan Ketua Umum Pengurus Besar Keluarga Olahraga Tarung Derajat itu.
Tak adanya aturan yang pasti, kata HT, membuat status kemitraan ojek online tidak jelas. “Masih rancu, dikatakan karyawan bukan, mitra juga bukan, karena enggak ada kontrak, payung hukum juga tidak ada. Tarif juga tidak jelas,” ungkapnya.
HT menyatakan bahwa kepastian perlu diperjuangkan, yang tentunya pada akhirnya untuk kesejahteraan masyarakat. Untuk itu dia bersama Partai Perindo menegaskan komitmennya memperjuangkan nasib ojek online di Tanah Air. “Saya siap membantu untuk kebaikan mereka, kebaikan Indonesia, kebaikan semua pihak. Kalau ada yang tidak imbang, ya kita harus buat imbang,” katanya.
Sementara itu, Ketua Komunitas Driver Ojek Online Jabodetabek Fredy Santoso mengungkapkan rasa terima kasihnya atas perhatian dan kepedulian Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo. “Kami sangat berterima kasih kepada Bapak Hary yang telah memberikan arahan kepada kami dan juga bantuan-bantuan yang beliau berikan,” ucapnya. Dia berharap hak-hak ojek online bisa terpenuhi kedepannya.
“Kami, pengemudi ojek online seluruh Indonesia meminta tiga hal. Pertama, status kemitraan kami yang jelas. Kedua, tarif dasar. Ketiga adalah payung hukum,” katanya. Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak melegalkan ojek online sebagai alat transportasi umum. (Binti Mufarida)
(nfl)