2019, Kemnaker Targetkan Sertifikasi 526.189 Tenaga Kerja
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan menggelar program-program pelatihan dan sertifikasi dengan dana dari APBN di berbagai Balai Latihan Kerja (BLK) dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP).
Pada 2019 Kemnaker mennargetkan akan melatih sebanyak 526.344 orang, termasuk di dalamnya program pemagangan, dan mensertifikasi sebanyak 526.189 orang tenaga kerja.
Sekretaris Jenderal Kemnaker, Khairul Anwar, mengungkapkan, jumlah tersebut mengalami peningkatan yang sangat signifikan dibanding tahun 2018. Sebab tahun ini Kemnaker memiliki target untuk melatih sebanyak 159.064 orang, dan mensertifikasi sebanyak 260.024 orang tenaga kerja.
“Ini bukti nyata bahwa pemerintah serius untuk menangani masalah kompetensi tenaga kerja nasional,” terangnya saat membuka Kongres Nasional Indonesia Kompeten, Rabu (21/11/2018) di Jakarta.
Khairul menegaskan, pihaknya akan terus berusaha meningkatkan jumlah pelatihan dan sertifikasi setiap tahun, sehingga nantinya bisa melatih hingga 1,4 juta orang tenaga kerja yang berkualitas per tahun melalui triple skills, yaitu skilling, re-skilling, dan up-skilling guna mengejar ketertinggalan tantangan bonus demografi.
Selain itu, Kemnaker juga berkomitmen mendorong program Gerakan Nasional Indonesia Kompeten (GNIK) yang distimulasi oleh gerakan sertifikasi 4.000 praktisi HR dan meluluskan 400.000 peserta pemagangan bersertifikat di seluruh Indonesia.
"Gerakan ini hanya permulaan, karena tantangan SDM ke depan jauh lebih besar dari sekadar pelatihan PBK, Program Pemagangan dan sertifikasi," tukas Khairul.
Dalam kesempatan tersebut Khairul juga menyampaikan bahwa revolusi Industri 4.0 memberi banyak tantangan transformasi ketenagakerjaan yang harus diantisipasi semua pihak. Pemerintah dan dunia industri harus bekerja sama dalam mengantisipasi menghadapi berbagai tantangan, mulai dari tantangan transformasi keterampilan, tantangan transformasi pekerjaan (job transformation) serta tantangan transformasi masyarakat (society transformation).
“Untuk menjawab ketiga tantangan ini salah satu solusinya adalah kebijakan pasar tenaga kerja inklusif (inclusive labor market policy). Pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan tingkat kompetensi, serta redistribusi pendapatan dan aset, yang berarti lebih banyak jaminan sosial untuk individu yang lemah dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi faktor penting,” pungkasnya.
Pada 2019 Kemnaker mennargetkan akan melatih sebanyak 526.344 orang, termasuk di dalamnya program pemagangan, dan mensertifikasi sebanyak 526.189 orang tenaga kerja.
Sekretaris Jenderal Kemnaker, Khairul Anwar, mengungkapkan, jumlah tersebut mengalami peningkatan yang sangat signifikan dibanding tahun 2018. Sebab tahun ini Kemnaker memiliki target untuk melatih sebanyak 159.064 orang, dan mensertifikasi sebanyak 260.024 orang tenaga kerja.
“Ini bukti nyata bahwa pemerintah serius untuk menangani masalah kompetensi tenaga kerja nasional,” terangnya saat membuka Kongres Nasional Indonesia Kompeten, Rabu (21/11/2018) di Jakarta.
Khairul menegaskan, pihaknya akan terus berusaha meningkatkan jumlah pelatihan dan sertifikasi setiap tahun, sehingga nantinya bisa melatih hingga 1,4 juta orang tenaga kerja yang berkualitas per tahun melalui triple skills, yaitu skilling, re-skilling, dan up-skilling guna mengejar ketertinggalan tantangan bonus demografi.
Selain itu, Kemnaker juga berkomitmen mendorong program Gerakan Nasional Indonesia Kompeten (GNIK) yang distimulasi oleh gerakan sertifikasi 4.000 praktisi HR dan meluluskan 400.000 peserta pemagangan bersertifikat di seluruh Indonesia.
"Gerakan ini hanya permulaan, karena tantangan SDM ke depan jauh lebih besar dari sekadar pelatihan PBK, Program Pemagangan dan sertifikasi," tukas Khairul.
Dalam kesempatan tersebut Khairul juga menyampaikan bahwa revolusi Industri 4.0 memberi banyak tantangan transformasi ketenagakerjaan yang harus diantisipasi semua pihak. Pemerintah dan dunia industri harus bekerja sama dalam mengantisipasi menghadapi berbagai tantangan, mulai dari tantangan transformasi keterampilan, tantangan transformasi pekerjaan (job transformation) serta tantangan transformasi masyarakat (society transformation).
“Untuk menjawab ketiga tantangan ini salah satu solusinya adalah kebijakan pasar tenaga kerja inklusif (inclusive labor market policy). Pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan tingkat kompetensi, serta redistribusi pendapatan dan aset, yang berarti lebih banyak jaminan sosial untuk individu yang lemah dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi faktor penting,” pungkasnya.
(akn)