Kunjungi China, Bos Inalum Dapat Sinyal Positif bagi Freeport
A
A
A
JAKARTA - PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) menyatakan, telah mendapatkan sinyal positif terkait izin ekspor dari lembaga antitrust atau persaingan usaha dari China bagi PT Freeport Indonesia (PTFI).
Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin yang ikut bertandang ke Negeri Tirai Bambu mengatakan, pihaknya mendorong lembaga antitrust China untuk segera mempercepat pengeluaran izin sehingga ekspor Freeport bisa berjalan lancar.
"Pagi ini saya baru dari China, bertemu lembaga antitrust China. Minta tolong supaya bisa dibantu terbitkan lebih cepat dan mereka memberikan sinyal positif," ujarnya di seminar, Legacy Talk "Memaksimalkan Potensi Sumber Daya Indonesia, serta membangun & mengembangkan Peluang Ekonomi dan Bisnis" di Jakarta, Kamis (22/11/2018).
Secara keseluruhan, Budi menjelaskan, Inalum mengejar izin dari lima negara yakni Amerika Serikat (AS), Jepang, Korea Selatan (Korsel), Filipina dan China. Namun, untuk AS menurutnya bisa sesudah transaksi.
"Jadi empat yang mesti kita kejar sebelum transaksi, dua sudah keluar dari Jepang dan Korsel. Belum keluar dari Filipina dan China, yang paling lama biasanya di China," katanya.
Menurut Budi, kebutuhan China akan impor produk tembaga cukup besar. China dinilainya melihat dulu kalau ada aksi korporasi dari perusahaan yang berkaitan dengan tembaga.
"Ingin pastikan tidak terjadi kartel dengan menekan harga impor mereka. Mereka mau memastikan yang berkaitan dengan tembaga itu harus kasih persetujuan, kalau tidak maka tidak boleh dijual ke mereka," pungkasnya.
Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin yang ikut bertandang ke Negeri Tirai Bambu mengatakan, pihaknya mendorong lembaga antitrust China untuk segera mempercepat pengeluaran izin sehingga ekspor Freeport bisa berjalan lancar.
"Pagi ini saya baru dari China, bertemu lembaga antitrust China. Minta tolong supaya bisa dibantu terbitkan lebih cepat dan mereka memberikan sinyal positif," ujarnya di seminar, Legacy Talk "Memaksimalkan Potensi Sumber Daya Indonesia, serta membangun & mengembangkan Peluang Ekonomi dan Bisnis" di Jakarta, Kamis (22/11/2018).
Secara keseluruhan, Budi menjelaskan, Inalum mengejar izin dari lima negara yakni Amerika Serikat (AS), Jepang, Korea Selatan (Korsel), Filipina dan China. Namun, untuk AS menurutnya bisa sesudah transaksi.
"Jadi empat yang mesti kita kejar sebelum transaksi, dua sudah keluar dari Jepang dan Korsel. Belum keluar dari Filipina dan China, yang paling lama biasanya di China," katanya.
Menurut Budi, kebutuhan China akan impor produk tembaga cukup besar. China dinilainya melihat dulu kalau ada aksi korporasi dari perusahaan yang berkaitan dengan tembaga.
"Ingin pastikan tidak terjadi kartel dengan menekan harga impor mereka. Mereka mau memastikan yang berkaitan dengan tembaga itu harus kasih persetujuan, kalau tidak maka tidak boleh dijual ke mereka," pungkasnya.
(fjo)