SKK Migas-Kontraktor KKS Beri Masukan untuk Penetapan Konservasi Papua
A
A
A
JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) tentang rencana penetapan status provinsi konservasi untuk Papua dan Papua Barat, di Manokwari, Papua Barat. FGD ini mengambil tema 'Advokasi Perdasus Penetapan Provinsi Konservasi'.
FGD ini dihadiri anggota DPRD Provinsi Papua Barat, Imanuel Yenu; Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Cenderawasih, Mesak Iek; Kepala Seksi Provinsi Papua Barat Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Rimon Siregar; Kepala Departemen Humas SKK Migas Perwakilan Papua dan Maluku, Galih Agusetiawan; Kepala Seksi Perairan Yurisdiksi Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pingkan Roeroe; dan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNIPA, Achmad Rochanira.
Para peserta diskusi mengaku mendukung penetapan status tersebut asal tetap memperhatikan keseimbangan konservasi dan memberikan keuntungan optimal bagi semua pihak. Pihak yang dimaksud ialah Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah (Pemda), masyarakat adat, pelaku bisnis, dan kegiatan usaha hulu migas yang dilakukan SKK Migas. SKK Migas sendiri merupakan pengelola proyek milik negara di dua provinsi tersebut.
"Jangan salah paham ya. SKK Migas bukan tidak setuju penetapan konservasi bagi Papua dan Papua Barat. Secara prinsip, kami mendukung. Namun diharapkan ditemukan titik keseimbangan antara konservasi dengan pembangunan ekonomi masyarakat Papua dan manfaatnya yang optimal bagi masyarakat," ujar Kepala Perwakilan SKK Migas Wilayah Papua dan Maluku, A. Rinto Pudyantoro, dalam keterangan resmi, Kamis (22/11/2018).
Ia menjelaskan, saat ini di Provinsi Papua Barat terdapat 6 Kontraktor KKS yang sedang beroperasi dan semua sudah memasuki tahapan produksi. Sementara itu, di Provinsi Papua terdapat 2 Kontraktor KKS yang masih dalam tahapan eksplorasi.
Namun, menurut Rinto, potensi migas di Papua dan Papua Barat lebih besar dari itu. Jika potensi yang besar tersebut tertutup konservasi, maka Pemda dan masyarakat tidak bisa menikmati dampak ekonomi dari hadirnya kegiatan hulu migas.
Berdasarkan hasil FGD tersebut, anggota DPRD Provinsi Papua Barat, Imanuel Yenu, mengatakan pemerintah dan DPR tidak bermaksud untuk membatasi konservasi, tetapi jangan sampai kebijakan ini merusak lingkungan dan tetap dapat memberikan ruang gerak bagi industri.
"Tema besar dari Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Konservasi Papua Barat yakni bahwa tanah Papua adalah titipan anak cucu sehingga kita harus berkhidmat menggunakan hutan dan seluruh sumber daya alam secara baik. Karena itu perlu diatur penggunaannya dalam sebuah Perda," ucapnya.
Sementara itu, akademisi UNIPA, Achmad Rohani, mengatakan bahwa konservasi dan pembangunan ekonomi seharusnya dapat berjalan berbarengan dan saling menguatkan. "Diperlukan kebijakan dalam bentuk peraturan perundangan yang dapat menyelaraskan kedua kepentingan tersebut," ujarnya.
Menurut Rinto, industri hulu migas telah berkomitmen untuk mencegah dan mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan melalui penerapan sistem manajemen lingkungan yang terintegrasi. Mereka menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja serta sistem manajemen mutu sebagai sebuah kesatuan utuh yang tidak terpisahkan.
Proses bisnis hulu migas dari awal sampai tahap akhir mensyaratkan Kontraktor KKS untuk memenuhi sejumlah dokumen teknis terkait aspek pengelolaan lingkungan. Misalnya, saat akan mulai mengoperasikan suatu blok migas, SKK Migas mewajibkan Kontraktor KKS untuk melakukan kajian awal melalui penyusunan Rona Lingkungan Awal atau Environmental Baseline Assesment (EBA). Studi ini akan menginformasikan daya dukung lingkungan permukaan untuk kegiatan eksplorasi dan produksi migas. "Beberapa dokumen teknis serupa dipersyaratkan pada semua tahapan bisnis hulu migas," kata Rinto.
Dalam rangka mengevaluasi tingkat kepatuhan terhadap peraturan dalam melakukan pengelolaan lingkungan hidup, sejak tahun 2002, Kontraktor KKS di bawah pengawasan SKK Migas mengikuti Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Penilaian ini menjadi salah satu indikator bagaimana industri hulu migas dapat melakukan proses bisnis yang beretika dan bertanggung jawab terhadap persoalan lingkungan dan masyarakat.
"Hasil penilaian PROPER tahun 2017 menunjukkan bahwa semua Kontraktor KKS masuk kategori taat. Artinya, sudah tidak ada yang mendapat peringkat merah dan hitam. Bahkan enam Kontraktor KKS mendapat peringkat emas," ujar Rinto.
FGD ini dihadiri anggota DPRD Provinsi Papua Barat, Imanuel Yenu; Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Cenderawasih, Mesak Iek; Kepala Seksi Provinsi Papua Barat Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Rimon Siregar; Kepala Departemen Humas SKK Migas Perwakilan Papua dan Maluku, Galih Agusetiawan; Kepala Seksi Perairan Yurisdiksi Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pingkan Roeroe; dan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNIPA, Achmad Rochanira.
Para peserta diskusi mengaku mendukung penetapan status tersebut asal tetap memperhatikan keseimbangan konservasi dan memberikan keuntungan optimal bagi semua pihak. Pihak yang dimaksud ialah Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah (Pemda), masyarakat adat, pelaku bisnis, dan kegiatan usaha hulu migas yang dilakukan SKK Migas. SKK Migas sendiri merupakan pengelola proyek milik negara di dua provinsi tersebut.
"Jangan salah paham ya. SKK Migas bukan tidak setuju penetapan konservasi bagi Papua dan Papua Barat. Secara prinsip, kami mendukung. Namun diharapkan ditemukan titik keseimbangan antara konservasi dengan pembangunan ekonomi masyarakat Papua dan manfaatnya yang optimal bagi masyarakat," ujar Kepala Perwakilan SKK Migas Wilayah Papua dan Maluku, A. Rinto Pudyantoro, dalam keterangan resmi, Kamis (22/11/2018).
Ia menjelaskan, saat ini di Provinsi Papua Barat terdapat 6 Kontraktor KKS yang sedang beroperasi dan semua sudah memasuki tahapan produksi. Sementara itu, di Provinsi Papua terdapat 2 Kontraktor KKS yang masih dalam tahapan eksplorasi.
Namun, menurut Rinto, potensi migas di Papua dan Papua Barat lebih besar dari itu. Jika potensi yang besar tersebut tertutup konservasi, maka Pemda dan masyarakat tidak bisa menikmati dampak ekonomi dari hadirnya kegiatan hulu migas.
Berdasarkan hasil FGD tersebut, anggota DPRD Provinsi Papua Barat, Imanuel Yenu, mengatakan pemerintah dan DPR tidak bermaksud untuk membatasi konservasi, tetapi jangan sampai kebijakan ini merusak lingkungan dan tetap dapat memberikan ruang gerak bagi industri.
"Tema besar dari Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Konservasi Papua Barat yakni bahwa tanah Papua adalah titipan anak cucu sehingga kita harus berkhidmat menggunakan hutan dan seluruh sumber daya alam secara baik. Karena itu perlu diatur penggunaannya dalam sebuah Perda," ucapnya.
Sementara itu, akademisi UNIPA, Achmad Rohani, mengatakan bahwa konservasi dan pembangunan ekonomi seharusnya dapat berjalan berbarengan dan saling menguatkan. "Diperlukan kebijakan dalam bentuk peraturan perundangan yang dapat menyelaraskan kedua kepentingan tersebut," ujarnya.
Menurut Rinto, industri hulu migas telah berkomitmen untuk mencegah dan mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan melalui penerapan sistem manajemen lingkungan yang terintegrasi. Mereka menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja serta sistem manajemen mutu sebagai sebuah kesatuan utuh yang tidak terpisahkan.
Proses bisnis hulu migas dari awal sampai tahap akhir mensyaratkan Kontraktor KKS untuk memenuhi sejumlah dokumen teknis terkait aspek pengelolaan lingkungan. Misalnya, saat akan mulai mengoperasikan suatu blok migas, SKK Migas mewajibkan Kontraktor KKS untuk melakukan kajian awal melalui penyusunan Rona Lingkungan Awal atau Environmental Baseline Assesment (EBA). Studi ini akan menginformasikan daya dukung lingkungan permukaan untuk kegiatan eksplorasi dan produksi migas. "Beberapa dokumen teknis serupa dipersyaratkan pada semua tahapan bisnis hulu migas," kata Rinto.
Dalam rangka mengevaluasi tingkat kepatuhan terhadap peraturan dalam melakukan pengelolaan lingkungan hidup, sejak tahun 2002, Kontraktor KKS di bawah pengawasan SKK Migas mengikuti Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Penilaian ini menjadi salah satu indikator bagaimana industri hulu migas dapat melakukan proses bisnis yang beretika dan bertanggung jawab terhadap persoalan lingkungan dan masyarakat.
"Hasil penilaian PROPER tahun 2017 menunjukkan bahwa semua Kontraktor KKS masuk kategori taat. Artinya, sudah tidak ada yang mendapat peringkat merah dan hitam. Bahkan enam Kontraktor KKS mendapat peringkat emas," ujar Rinto.
(ven)