Klaim Independen, Ini Cara BPS Terbitkan Data dan Statistik Nasional
A
A
A
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menyatakan, bahwa pihaknya menjunjung tinggi independensi dan objektivitas dalam menerbitkan data dan statistik nasional. Proses bisnis dan penerbitan data tersebut pun mengikuti metode yang telah diterapkan negara lain di dunia.
(Baca Juga: Data Kemiskinan Kerap Jadi Gorengan Politik, Ini Kata Kepala BPSDia menjelaskan, proses bisnis BPS menganut generic statisticak business process model (GSBPM). Pertama, BPS harus mengetahui terlebih dahulu kebutuhan dari pengguna terkait data yang akan dicari tersebut.
"Kita harus specify needs. Kebutuhan apa dari pengguna yang perlu dikumpulkan datanya untuk membuat perencanaan, monitoring dan pada titik tertentu digunakan untuk mengambil kebijakan," katanya dalam Workshop Peningkatan Wawasan Statistik Kepada Media di Sentul, Bogor, Sabtu (24/11/2018).
"Dulu kita tidak pernah bicara ekonomi kreatif, tapi sejak dua tahun terakhir BPS harus. Karena pemerintah berniat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari sisi ekonmi kreatif, salah satunya pariwisata. Jadi disini kita berusaha memahami apa kebutuhan data yang dibutuhkan pengguna. Tidak hanya pemeirntah, tapi juga masyarakat umum," lanjut Suhariyanto.
Ketika spesifikasi kebutuhannya tercapai, sambung pria yang akrab disapa Kecuk ini, maka yang dilakukan selanjutnya adalah membentuk desain. BPS pun tidak berdiri sendiri dalam melakukan hal tersebut, melainkan melibatkan pihak lain seperti dari universitas.
"Kita selalu mengundang teman dari universitas. Semua harus duduk bersama, sehingga saat data dirilis tidak timbulkan dispute," imbuh dia.
Setelah itu, masuk kepada tahap pembangunan (build) dengan menyiapkan kuisioner. BPS pun melakukan pelatihan terhadap petugas untuk membagikan kuisioner tersebut.
"Dan kita kumpulkan (collect). Saat ini BPS menggunakan kertas, tapi sekarang mulai menggunakan tablet supaya tidak perlu ngeprint kertas. Sehingga bagaimana kita adopsi teknologi baru," tuturnya.
Setelah data terkumpul, pihaknya mulai masuk kepada proses klasifikasi dan analisis. "Tidak hanya survei yang dilakukan, tapi berusaha melihat koherensinya. Kemudian kita publish. Sejak dua tahun terakhir BPS menggunakan infografis, dengan tujuan statistik harus jadi sosok yang ramah dan gampang dicerna," tandasnya.
(Baca Juga: Data Kemiskinan Kerap Jadi Gorengan Politik, Ini Kata Kepala BPSDia menjelaskan, proses bisnis BPS menganut generic statisticak business process model (GSBPM). Pertama, BPS harus mengetahui terlebih dahulu kebutuhan dari pengguna terkait data yang akan dicari tersebut.
"Kita harus specify needs. Kebutuhan apa dari pengguna yang perlu dikumpulkan datanya untuk membuat perencanaan, monitoring dan pada titik tertentu digunakan untuk mengambil kebijakan," katanya dalam Workshop Peningkatan Wawasan Statistik Kepada Media di Sentul, Bogor, Sabtu (24/11/2018).
"Dulu kita tidak pernah bicara ekonomi kreatif, tapi sejak dua tahun terakhir BPS harus. Karena pemerintah berniat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari sisi ekonmi kreatif, salah satunya pariwisata. Jadi disini kita berusaha memahami apa kebutuhan data yang dibutuhkan pengguna. Tidak hanya pemeirntah, tapi juga masyarakat umum," lanjut Suhariyanto.
Ketika spesifikasi kebutuhannya tercapai, sambung pria yang akrab disapa Kecuk ini, maka yang dilakukan selanjutnya adalah membentuk desain. BPS pun tidak berdiri sendiri dalam melakukan hal tersebut, melainkan melibatkan pihak lain seperti dari universitas.
"Kita selalu mengundang teman dari universitas. Semua harus duduk bersama, sehingga saat data dirilis tidak timbulkan dispute," imbuh dia.
Setelah itu, masuk kepada tahap pembangunan (build) dengan menyiapkan kuisioner. BPS pun melakukan pelatihan terhadap petugas untuk membagikan kuisioner tersebut.
"Dan kita kumpulkan (collect). Saat ini BPS menggunakan kertas, tapi sekarang mulai menggunakan tablet supaya tidak perlu ngeprint kertas. Sehingga bagaimana kita adopsi teknologi baru," tuturnya.
Setelah data terkumpul, pihaknya mulai masuk kepada proses klasifikasi dan analisis. "Tidak hanya survei yang dilakukan, tapi berusaha melihat koherensinya. Kemudian kita publish. Sejak dua tahun terakhir BPS menggunakan infografis, dengan tujuan statistik harus jadi sosok yang ramah dan gampang dicerna," tandasnya.
(akr)