Pengawasan Obat dan Makanan Jadi Program Prioritas Nasional
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah telah menjadikan pengawasan obat dan makanan sebagai salah satu program prioritas nasional di bidang kesehatan tahun 2018. Salah satu implementasinya, pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah meresmikan 33 balai dan 40 loka (swalayan yang mengedepankan gaya hidup sehat) POM di beberapa provinsi dan kota dan kabupaten di seluruh Indonesia.
"Hal ini tentunya untuk semakin meningkatkan pengawasan pre dan post market obat dan makanan sehingga kesehatan masyarakat akan dapat semakin terjaga," kata Kepala BPOM, Penny K. Lukito usai Rapat Evaluasi Nasional BPOM di Bali, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (27/11/2018).
Penny melanjutkan, sinergi lintas sektor, khususnya dengan pemerintah provinsi, kota dan kabupaten, akan memainkan peran penting dalam wujudkan peningkatan pengawasan obat dan makanan pada masyarakat.
Pasalnya, peningkatan sinergi antara BPOM dengan pemerintah daerah telah tertuang dalam Permendagri No.41 Tahun 2018 tentang Peningkatan Koordinasi Pembinaan dan Pengawasan Obat dan Makanan di Daerah.
"Itu (pengawasan obat dan makanan) tidak mungkin dilakukan sendiri oleh BPOM. Oleh karena itu, Pemda diharapkan mengalokasikan sebagian sumber dayanya untuk mendukung kegiatan ini," tambah Penny.
Selain itu, BPOM terus berikhtiar melakukan pendampingan pengembangan UMKM. Karena sektor ini memiliki kontribusi yang luar biasa bagi perekonomian nasional. Hal inilah yang disadari betul oleh BPOM yang berkomitmen untuk selalu mendampingi pengembangan industri UMKM di bidang obat dan makanan.
"Pengembangan industri obat herbal menjadi salah satu prioritas BPOM saat ini, mengingat pasar obat-obatan di Indonesia didominasi oleh industri kecil," ungkap Penny.
Pada kesempatan yang sama, Gubernur Bali I Wayan Koster menyampaikan apresiasinya terhadap komitmen BPOM dalam mendukung pengembangan industri obat dan makanan kecil Bali. Pasalnya, Pemprov Bali saat ini tengah berupaya menjadikan Bali sebagai pusat pengobatan herbal di Tanah Air.
"Bali memiliki target menjadi pusat pengobatan herbal Indonesia. Untuk itu, pengobatan herbal yang mayoritas berasal dari UMKM sangat butuh pendampingan dan pengawasan," tutur politisi PDI Perjuangan ini.
Pada kesempatan tersebut juga dilaksanakan penandatanganan nota kesepahaman antara BPOM dengan Pemprov Bali tentang Peningkatan Efektivitas Pengawasan Obat dan Makanan.
"Hal ini tentunya untuk semakin meningkatkan pengawasan pre dan post market obat dan makanan sehingga kesehatan masyarakat akan dapat semakin terjaga," kata Kepala BPOM, Penny K. Lukito usai Rapat Evaluasi Nasional BPOM di Bali, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (27/11/2018).
Penny melanjutkan, sinergi lintas sektor, khususnya dengan pemerintah provinsi, kota dan kabupaten, akan memainkan peran penting dalam wujudkan peningkatan pengawasan obat dan makanan pada masyarakat.
Pasalnya, peningkatan sinergi antara BPOM dengan pemerintah daerah telah tertuang dalam Permendagri No.41 Tahun 2018 tentang Peningkatan Koordinasi Pembinaan dan Pengawasan Obat dan Makanan di Daerah.
"Itu (pengawasan obat dan makanan) tidak mungkin dilakukan sendiri oleh BPOM. Oleh karena itu, Pemda diharapkan mengalokasikan sebagian sumber dayanya untuk mendukung kegiatan ini," tambah Penny.
Selain itu, BPOM terus berikhtiar melakukan pendampingan pengembangan UMKM. Karena sektor ini memiliki kontribusi yang luar biasa bagi perekonomian nasional. Hal inilah yang disadari betul oleh BPOM yang berkomitmen untuk selalu mendampingi pengembangan industri UMKM di bidang obat dan makanan.
"Pengembangan industri obat herbal menjadi salah satu prioritas BPOM saat ini, mengingat pasar obat-obatan di Indonesia didominasi oleh industri kecil," ungkap Penny.
Pada kesempatan yang sama, Gubernur Bali I Wayan Koster menyampaikan apresiasinya terhadap komitmen BPOM dalam mendukung pengembangan industri obat dan makanan kecil Bali. Pasalnya, Pemprov Bali saat ini tengah berupaya menjadikan Bali sebagai pusat pengobatan herbal di Tanah Air.
"Bali memiliki target menjadi pusat pengobatan herbal Indonesia. Untuk itu, pengobatan herbal yang mayoritas berasal dari UMKM sangat butuh pendampingan dan pengawasan," tutur politisi PDI Perjuangan ini.
Pada kesempatan tersebut juga dilaksanakan penandatanganan nota kesepahaman antara BPOM dengan Pemprov Bali tentang Peningkatan Efektivitas Pengawasan Obat dan Makanan.
(ven)