Macron Perlunak Penerapan Pajak Solar
A
A
A
PARIS - Presiden Prancis Emmanuel Macron memperingatkan kabinetnya bahwa unjuk rasa menolak kenaikan pajak solar dapat merusak citra Prancis.
Macron juga menyatakan pemerintah perlu mendengar kemarahan publik. Kerusuhan yang terjadi selama 10 hari itu mengakibatkan beberapa wilayah Paris mirip seperti medan perang. Kondisi itu semakin menurunkan popularitas Macron dan menjauhkannya dari para pemilih.
Dia tidak menunjukkan tanda-tanda akan mencabut kenaikan pajak solar yang menurutnya diperlukan untuk beralih ke energi ramah lingkungan. Meski demikian, dia mengindisikasikan keinginan memperlunak penerapan kebijakan itu pada para pengendara dengan pendapatan menengah.
Kepolisian menembakkan gas air mata, meriam air dan peluru karet ke arah ribuan demonstran yang merusak sejumlah restoran dan bagian depan toko. Demonstran juga membakar tong-tong sampah di kawasan Champs-Elysees, Paris, yang menjadi lokasi turis.
“Kita tidak boleh meremehkan dampak citra Champs-Elysees ini, dengan situasi mirip pertempuran yang disiarkan media di Prancis dan luar negeri,” papar juru bicara pemerintah Prancis Benjamin Griveaux pada kantor berita Reuters.
Setelah bertemu dengan asosiasi bisnis, Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire menjelaskan unjuk rasa itu memiliki dampak buruk pada perekonomian. Meski demikian masih terlalu dini untuk mengatakan apa saja dampaknya pada pertumbuhan ekonomi kuartal keempat tahun ini.
Pada pekan kedua unjuk rasa, para demonstran yang mengenakan rompi kuning itu memblokade jalanan di penjuru Prancis, menutup akses ke tempat pengisian bahan bakar, mal perbelanjaan dan pabrik-pabrik.
“Di balik kemarahan ini ada sesuatu yang lebih mendalam yang kita harus meresponnya karena kemarahan ini, kekhawatiran ini telah ada sejak waktu yang lama,” ujar Griveaux.
Para demonstran menghendaki jawaban pasti dari Macron saat dia merilis strategi energi jangka panjang yang baru, kemarin. Macron tetap membela pajak solar yang diterapkannya karena Prancis membutuhkan pendapatan lebih besar dan mencabut pajak solar akan merusak upaya beralih ke energi ramah lingkungan.
Macron mengalokasikan dana sebesar 500 juta euro untuk membantu warga miskin membeli kendaraan yang hemat bahan bakar. Langkah ini untuk menjawab kritik bahwa upaya reformasinya telah menggerus belanja rumah tangga.
Kekerasan yang terjadi pekan ini juga menunjukkan ketegangan dalam gerakan rompi kuning. Para demonstran menyeru semua pengendara di Prancis membawa rompi kuning di mobil atau motor mereka.
Para demonstran bersatu dengan membentuk komite yang bertugas menggelar pertemuan dengan Macron. Griveaux menyatakan pertemuan itu dapat dilakukan jika mereka membawa proposal yang kongkrit. Ada juga tanda-tanda bahwa unjuk rasa semakin melemah dan menjadi kurang efektif.
“Mal perbelanjaan mengalami penurunan kunjungan konsumen hingga 15% pada Sabtu (24/11) dibandingkan hari yang sama tahun lalu,” papar kelompok asosiasi pusat perbelanjaan CNCC. Dampak terburuk dirasakan pada pekan lalu saat jumlah pengunjung mal berkurang hingga 45%.
Sementara, dalam pidato kebijakan energi, Macron menyatakan pemerintah Prancis tidak akan menutup satu pun reaktor nuklir di fasilitas Fessenheim hingga akhir masa jabatannya sebagai presiden pada 2022. Pemerintah juga akan mengurangi porsinya dalam produksi energi nuklir menjadi 50% pada 2035, dari saat ini 75%.
Meski demikian, Macron menyatakan Prancis tidak akan menghapus energi nuklir seperti yang diterapkan Jerman. Menurut Macron, 14 dari 58 reaktor nuklir milik badan usaha negara EDF akan ditutup pada 2035, termasuk empat hingga enam reaktor sebelum 2030, dua reaktor pada 2027-2028, dan kemungkinan dua reaktor pada 2025 hingga 2026 jika tidak mengganggu keamanan suplai energi.
“Saya tidak dipilih dengan janji menghapus energi nuklir tapi mengurangi porsi nuklir dalam komposisi energi kita hingga 50%,” kata Macron dalam pidato selama sejam. (Syarifudin)
Macron juga menyatakan pemerintah perlu mendengar kemarahan publik. Kerusuhan yang terjadi selama 10 hari itu mengakibatkan beberapa wilayah Paris mirip seperti medan perang. Kondisi itu semakin menurunkan popularitas Macron dan menjauhkannya dari para pemilih.
Dia tidak menunjukkan tanda-tanda akan mencabut kenaikan pajak solar yang menurutnya diperlukan untuk beralih ke energi ramah lingkungan. Meski demikian, dia mengindisikasikan keinginan memperlunak penerapan kebijakan itu pada para pengendara dengan pendapatan menengah.
Kepolisian menembakkan gas air mata, meriam air dan peluru karet ke arah ribuan demonstran yang merusak sejumlah restoran dan bagian depan toko. Demonstran juga membakar tong-tong sampah di kawasan Champs-Elysees, Paris, yang menjadi lokasi turis.
“Kita tidak boleh meremehkan dampak citra Champs-Elysees ini, dengan situasi mirip pertempuran yang disiarkan media di Prancis dan luar negeri,” papar juru bicara pemerintah Prancis Benjamin Griveaux pada kantor berita Reuters.
Setelah bertemu dengan asosiasi bisnis, Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire menjelaskan unjuk rasa itu memiliki dampak buruk pada perekonomian. Meski demikian masih terlalu dini untuk mengatakan apa saja dampaknya pada pertumbuhan ekonomi kuartal keempat tahun ini.
Pada pekan kedua unjuk rasa, para demonstran yang mengenakan rompi kuning itu memblokade jalanan di penjuru Prancis, menutup akses ke tempat pengisian bahan bakar, mal perbelanjaan dan pabrik-pabrik.
“Di balik kemarahan ini ada sesuatu yang lebih mendalam yang kita harus meresponnya karena kemarahan ini, kekhawatiran ini telah ada sejak waktu yang lama,” ujar Griveaux.
Para demonstran menghendaki jawaban pasti dari Macron saat dia merilis strategi energi jangka panjang yang baru, kemarin. Macron tetap membela pajak solar yang diterapkannya karena Prancis membutuhkan pendapatan lebih besar dan mencabut pajak solar akan merusak upaya beralih ke energi ramah lingkungan.
Macron mengalokasikan dana sebesar 500 juta euro untuk membantu warga miskin membeli kendaraan yang hemat bahan bakar. Langkah ini untuk menjawab kritik bahwa upaya reformasinya telah menggerus belanja rumah tangga.
Kekerasan yang terjadi pekan ini juga menunjukkan ketegangan dalam gerakan rompi kuning. Para demonstran menyeru semua pengendara di Prancis membawa rompi kuning di mobil atau motor mereka.
Para demonstran bersatu dengan membentuk komite yang bertugas menggelar pertemuan dengan Macron. Griveaux menyatakan pertemuan itu dapat dilakukan jika mereka membawa proposal yang kongkrit. Ada juga tanda-tanda bahwa unjuk rasa semakin melemah dan menjadi kurang efektif.
“Mal perbelanjaan mengalami penurunan kunjungan konsumen hingga 15% pada Sabtu (24/11) dibandingkan hari yang sama tahun lalu,” papar kelompok asosiasi pusat perbelanjaan CNCC. Dampak terburuk dirasakan pada pekan lalu saat jumlah pengunjung mal berkurang hingga 45%.
Sementara, dalam pidato kebijakan energi, Macron menyatakan pemerintah Prancis tidak akan menutup satu pun reaktor nuklir di fasilitas Fessenheim hingga akhir masa jabatannya sebagai presiden pada 2022. Pemerintah juga akan mengurangi porsinya dalam produksi energi nuklir menjadi 50% pada 2035, dari saat ini 75%.
Meski demikian, Macron menyatakan Prancis tidak akan menghapus energi nuklir seperti yang diterapkan Jerman. Menurut Macron, 14 dari 58 reaktor nuklir milik badan usaha negara EDF akan ditutup pada 2035, termasuk empat hingga enam reaktor sebelum 2030, dua reaktor pada 2027-2028, dan kemungkinan dua reaktor pada 2025 hingga 2026 jika tidak mengganggu keamanan suplai energi.
“Saya tidak dipilih dengan janji menghapus energi nuklir tapi mengurangi porsi nuklir dalam komposisi energi kita hingga 50%,” kata Macron dalam pidato selama sejam. (Syarifudin)
(nfl)