Tinggalkan Polemik Data, Kementan Beberkan Capaian Kinerja
A
A
A
JAKARTA - Beberapa hari terakhir Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman selalu menyampaikan capaian kinerja Pemerintah pada sektor pertanian. Amran seperti sedang memberi sinyal pada semua pihak, untuk meninggalkan polemik data pangan, pasca rilis data produksi beras Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan pendekatan baru.
Rilis BPS tentang Perbaikan Metodologi Perhitungan Data Produksi Beras dengan Kerangka Sampel Area (KSA), diumumkan setelah melalui rapat koordinasi yang dipimpin Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dengan pendekatan KSA, BPS mengoreksi perkiraan produksi beras yang selama ini digunakan Kementan.
BPS menyatakan Indonesia surplus beras sebanyak 2,85 juta ton pada tahun ini. Berdasarkan perhitungan luas panen, diperkirakan produksi Gabah Kering Giling (GKG) sebanyak 49,65 juta ton hingga September 2018. Sampai akhir tahun, diperkirakan total produksi GKG tahun 2018 mencapai 56,54 Juta ton atau setara dengan 32,42 Juta ton beras.
Konsumsi beras baik secara langsung di tingkat rumah tangga maupun konsumsi tidak langsung yang telah dimutakhirkan menurut BPS untuk tahun 2017 adalah 111,58 kg per kapita per tahun atau 29,57 Juta ton/tahun. Dengan demikian, bila diasumsikan konsumsi beras yang telah disesuaikan untuk tahun 2018 sama dengan tahun 2017, maka selama tahun 2018 terjadi surplus beras sebesar 2,85 Juta ton.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyebutkan bahwa berdasarkan laporan BPS tersebut, untuk ke depannya pemerintah tidak akan melakukan impor beras. Sampai akhir tahun ini Bulog sudah memiliki cadangan beras lebih dari 2 juta ton. Berdasarkan laporan kondisi harga di pasar, Wakil Presiden juga memastikan harga beras dalam kondisi stabil.
Namun begitu para pemerhati pembangunan pertanian di tanah air menilai, data baru BPS membuat Kementan menghadapi dilema. Karena perbaikan data produksi akan berujung ke banyak hal yang terkait dengan kebijakan dan pertanggungjawaban anggaran, program, sekaligus penilaian kinerja kementerian yang bersangkutan.
Atas dasar ini pula Mentan Amran bersafari membeberkan segala pencapaian kementerian yang dipimpinnya dalam 4 tahun perjalanan Pemerintahan Jokowi-JK. Lantas apa saja yang dicapai? Sejahterakan Petani Wujudkan Nawacita.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Syukur Iwantoro menyampaikan bahwa Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian terus membaik. Pada tahun 2013, PDB sektor pertanian hanya sebesar 994,8 triliun, dan meningkat di 2017 menjadi 1334,7 triliun.
Selama 2013-2017, akumulasi peningkatan PDB sektor pertanian mencapai Rp 906,1 triliun. Meningkatnya nilai PDB sektor pertanian ini tidak terlepas dari meningkatnya produksi pertanian yangg dihasilkan selama ini.
“Pada tahun 2018 nilai PDB sektor pertanian diperkirakan juga akan meningkat menjadi Rp1463,9 triliun. Tren baik pertumbuhan sektor pertanian ini terlihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS), pada triwulan II-2018. Pertanian menjadi sektor terbesar kedua setelah industri yang memberikan pada pertumbuhan ekonomi nasional," ujar Syukur.
BPS merilis Ekonomi Indonesia triwulan II-2018 terhadap triwulan tahun sebelumnya meningkat sebesar 4,21% quarter-to-quarter (q-to-q). Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan mencatat pertumbuhan tertinggi, yakni sebesar 9,93%.
Dilihat dari struktur PDB dan Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha triwulan II-2018 dibanding tahun sebelumnya (y-on-y). Sumbangsih sektor pertanian pada struktur PDB sebesar 13,63% dengan Pertumbuhan Ekonomi 4,76%.
Pertanian juga turut berkontribusi dalam menurunkan tingkat inflasi. Terkendalinya harga pangan menyebabkan inflasi bahan makanan tahun 2017 sebesar 1,26%, jauh lebih rendah dibandingkan inflasi bahan makanan 2013 sebesar 11,35%, dan sekaligus tahun 2017 inflasi bahan makanan dibawah inflasi umum yang masih sebesar 3,61.
“Inflasi bahan makan terjadi karena stabilnya harga pangan yang dapat dinikmati konsumen akibat pasokan produksi dalam negeri sangat memandai. Terutama pangan beras yang kontribusinya cukup besar terhadap inflasi bahan makanan," tambah Syukur.
Syukur menjelaskan, keyakinan terhadap kemampuan sektor pertanian dalam perekonomian negara, tertuang dalam “Nawacita” yang menjadi landasan pemerintah era Jokowi–JK saat ini. Kebijakan pangan pemerintah bermuara pada tujuan utama yaitu peningkatan kesejahteraan petani maupun masyarakat umum.
Tujuan itu, menurut Syukur perlahan telah menunjukkan hasil dengan baiknya Nilai Tukar Petani (NTP) yang menjadi tolok ukur daya beli petani. NTP tahun 2018 (Januari s.d. September) mencapai 102,25 atau naik 0,27 persen dibandingkan NTP pada periode bulan yang sama pada tahun 2014 yang sebesar 101,98 persen.
Kesejahteraan petani juga terlihat dari membaiknya Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) dalam beberapa tahun terakhir. Data BPS menyebutkan tahun 2014 nilai NTUP (Pertanian Sempit tanpa Perikanan) hanya sebesar 106,05, namun dan 2015 dan 2016 berturut-turut meningkat menjadi 107,44 dan 109,83. Nilai NTUP pada tahun 2017 juga kembali membaik menjadi 110,03.
Disamping peningkatan NTP dan NTUP, angka penduduk miskin di pedesaan, yang merupakan basis pertanian, juga menurun. Pada Maret 2015 penduduk miskin di perdesaan masih sekitar 14,21% (17,94 juta jiwa) dan pada bulan yang sama tahun 2016 dan 2017 turun berturut-turut menjadi 14,11% (17,67 juta jiwa) dan 13,93% (17,09 juta jiwa).
“Pada Maret 2018, jumlah penduduk miskin di perdesaan kembali turun menjadi 13,47% (15,81 juta jiwa). Kemiskinan keseluruhan secara nasional bahkan ditekan menjadi satu digit menjadi 9,82%, terendah dalam sejarah”, jelasnya lagi.
Berbagai capaian sektor pertanian di empat tahun pemerintah Jokowi-JK ini, tambah Syukur, tidak terlepas dari kerja keras dan dukungan semua pihak termasuk di dalamnya para petani, peternak dan stakeholder.
“Penghargaan sebesar-besarnya kami berikan untuk semua pihak yang telah bersinergi untuk memajukan sektor pertanian. Sinergi ini harus terus kita jalin sehingga Indonesia bisa mencapai visinya sebagai Lumbung Pangan Dunia," tutup Syukur.
Rilis BPS tentang Perbaikan Metodologi Perhitungan Data Produksi Beras dengan Kerangka Sampel Area (KSA), diumumkan setelah melalui rapat koordinasi yang dipimpin Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dengan pendekatan KSA, BPS mengoreksi perkiraan produksi beras yang selama ini digunakan Kementan.
BPS menyatakan Indonesia surplus beras sebanyak 2,85 juta ton pada tahun ini. Berdasarkan perhitungan luas panen, diperkirakan produksi Gabah Kering Giling (GKG) sebanyak 49,65 juta ton hingga September 2018. Sampai akhir tahun, diperkirakan total produksi GKG tahun 2018 mencapai 56,54 Juta ton atau setara dengan 32,42 Juta ton beras.
Konsumsi beras baik secara langsung di tingkat rumah tangga maupun konsumsi tidak langsung yang telah dimutakhirkan menurut BPS untuk tahun 2017 adalah 111,58 kg per kapita per tahun atau 29,57 Juta ton/tahun. Dengan demikian, bila diasumsikan konsumsi beras yang telah disesuaikan untuk tahun 2018 sama dengan tahun 2017, maka selama tahun 2018 terjadi surplus beras sebesar 2,85 Juta ton.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyebutkan bahwa berdasarkan laporan BPS tersebut, untuk ke depannya pemerintah tidak akan melakukan impor beras. Sampai akhir tahun ini Bulog sudah memiliki cadangan beras lebih dari 2 juta ton. Berdasarkan laporan kondisi harga di pasar, Wakil Presiden juga memastikan harga beras dalam kondisi stabil.
Namun begitu para pemerhati pembangunan pertanian di tanah air menilai, data baru BPS membuat Kementan menghadapi dilema. Karena perbaikan data produksi akan berujung ke banyak hal yang terkait dengan kebijakan dan pertanggungjawaban anggaran, program, sekaligus penilaian kinerja kementerian yang bersangkutan.
Atas dasar ini pula Mentan Amran bersafari membeberkan segala pencapaian kementerian yang dipimpinnya dalam 4 tahun perjalanan Pemerintahan Jokowi-JK. Lantas apa saja yang dicapai? Sejahterakan Petani Wujudkan Nawacita.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Syukur Iwantoro menyampaikan bahwa Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian terus membaik. Pada tahun 2013, PDB sektor pertanian hanya sebesar 994,8 triliun, dan meningkat di 2017 menjadi 1334,7 triliun.
Selama 2013-2017, akumulasi peningkatan PDB sektor pertanian mencapai Rp 906,1 triliun. Meningkatnya nilai PDB sektor pertanian ini tidak terlepas dari meningkatnya produksi pertanian yangg dihasilkan selama ini.
“Pada tahun 2018 nilai PDB sektor pertanian diperkirakan juga akan meningkat menjadi Rp1463,9 triliun. Tren baik pertumbuhan sektor pertanian ini terlihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS), pada triwulan II-2018. Pertanian menjadi sektor terbesar kedua setelah industri yang memberikan pada pertumbuhan ekonomi nasional," ujar Syukur.
BPS merilis Ekonomi Indonesia triwulan II-2018 terhadap triwulan tahun sebelumnya meningkat sebesar 4,21% quarter-to-quarter (q-to-q). Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan mencatat pertumbuhan tertinggi, yakni sebesar 9,93%.
Dilihat dari struktur PDB dan Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha triwulan II-2018 dibanding tahun sebelumnya (y-on-y). Sumbangsih sektor pertanian pada struktur PDB sebesar 13,63% dengan Pertumbuhan Ekonomi 4,76%.
Pertanian juga turut berkontribusi dalam menurunkan tingkat inflasi. Terkendalinya harga pangan menyebabkan inflasi bahan makanan tahun 2017 sebesar 1,26%, jauh lebih rendah dibandingkan inflasi bahan makanan 2013 sebesar 11,35%, dan sekaligus tahun 2017 inflasi bahan makanan dibawah inflasi umum yang masih sebesar 3,61.
“Inflasi bahan makan terjadi karena stabilnya harga pangan yang dapat dinikmati konsumen akibat pasokan produksi dalam negeri sangat memandai. Terutama pangan beras yang kontribusinya cukup besar terhadap inflasi bahan makanan," tambah Syukur.
Syukur menjelaskan, keyakinan terhadap kemampuan sektor pertanian dalam perekonomian negara, tertuang dalam “Nawacita” yang menjadi landasan pemerintah era Jokowi–JK saat ini. Kebijakan pangan pemerintah bermuara pada tujuan utama yaitu peningkatan kesejahteraan petani maupun masyarakat umum.
Tujuan itu, menurut Syukur perlahan telah menunjukkan hasil dengan baiknya Nilai Tukar Petani (NTP) yang menjadi tolok ukur daya beli petani. NTP tahun 2018 (Januari s.d. September) mencapai 102,25 atau naik 0,27 persen dibandingkan NTP pada periode bulan yang sama pada tahun 2014 yang sebesar 101,98 persen.
Kesejahteraan petani juga terlihat dari membaiknya Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) dalam beberapa tahun terakhir. Data BPS menyebutkan tahun 2014 nilai NTUP (Pertanian Sempit tanpa Perikanan) hanya sebesar 106,05, namun dan 2015 dan 2016 berturut-turut meningkat menjadi 107,44 dan 109,83. Nilai NTUP pada tahun 2017 juga kembali membaik menjadi 110,03.
Disamping peningkatan NTP dan NTUP, angka penduduk miskin di pedesaan, yang merupakan basis pertanian, juga menurun. Pada Maret 2015 penduduk miskin di perdesaan masih sekitar 14,21% (17,94 juta jiwa) dan pada bulan yang sama tahun 2016 dan 2017 turun berturut-turut menjadi 14,11% (17,67 juta jiwa) dan 13,93% (17,09 juta jiwa).
“Pada Maret 2018, jumlah penduduk miskin di perdesaan kembali turun menjadi 13,47% (15,81 juta jiwa). Kemiskinan keseluruhan secara nasional bahkan ditekan menjadi satu digit menjadi 9,82%, terendah dalam sejarah”, jelasnya lagi.
Berbagai capaian sektor pertanian di empat tahun pemerintah Jokowi-JK ini, tambah Syukur, tidak terlepas dari kerja keras dan dukungan semua pihak termasuk di dalamnya para petani, peternak dan stakeholder.
“Penghargaan sebesar-besarnya kami berikan untuk semua pihak yang telah bersinergi untuk memajukan sektor pertanian. Sinergi ini harus terus kita jalin sehingga Indonesia bisa mencapai visinya sebagai Lumbung Pangan Dunia," tutup Syukur.
(akr)