Kurangi Biaya Mobil Listrik, Pemerintah Dorong Produksi Baterai Litium
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah menyatakan keseriusannya dalam penggunaan mobil berbahan bakar listrik untuk mengurangi emisi dan ketergantungan pada BBM. Keseriusan ini dijelaskan oleh Menko Maritim Luhut B. Pandjaitan kepada para jurnalis dalam briefing Coffee Morning di kantor Kemenko Bidang Kemaritiman, Jakarta, Jumat (30/11/2018).
Menko Luhut menegaskan bahwa komponen utama penentu ongkos produksi mobil listrik adalah baterai. “Mobil listrik kuncinya di baterai,kalau kita sudah bikin murah teknologinya, maka mobil listriknya bisa lebih murah. Jadi cost untuk mesin kurang,” tuturnya.
Terkait hal tersebut, lanjutnya, Indonesia memiliki potensi yang besar untuk membuat baterai litium sendiri. “Ini bisa kita buat. Nah inilah kelebihan kita, punya baterai ini. Di negara lain masih susah,” bebernya.
Dengan potensi itu, Menko mengatakan bahwa pemerintah tidak ingin lagi mengekspor biji nikel seperti yang sebelumnya terjadi di Indonesia. “Sekarang kita ngga ingin ekspor lagi nikel. Kita berpuluh-puluh tahun ekspor nikel, sekarang kita mau bikin dalam negeri semua dengan turunannya,” katanya.
Komitmen pemerintah itu menurut Menko Luhut telah diimplementasikan dalam bentuk pemberian izin investasi bagi Tsingshan group, perusahaan stainless steel asal Tiongkok, untuk memproduksi baterai litium di Morowali, Sulawesi Tengah. “Kita mau jadi global player (pemain global), kita yang atur diri kita bukan orang lain,”tukasnya.
Proyek ini, menurut Menko Luhut, peletakkan batu pertamanya akan dilakukan pada tanggal 11 Januari mendatang. Menjawab pertanyaan media mengenai kekhawatiran sejumlah pihak terkait tenaga kerja asing yang akan masuk seiring dengan pembukaan keran investasi, Menko mengatakan tidak perlu dikhawatirkan.
“Untuk awal, ya kita bolehkan mereka memakai tenaga dari negara tersebut selama maksimal 4 tahun, tapi kita minta mereka harus bangun politeknik untuk gantikan tenaga asing itu,” katanya. Menko mencontohkan Kawasan Industri Terpadu Morowali yang telah memiliki Politeknik sendiri dengan pengajar dari ITB serta praktek langsung di pabrik. “Lalu, peneliti kita juga kita minta dilibatkan dalam produksi baterai litium agar ada transfer teknologi,” tegasnya.
Keit Bekapur
Menko Luhut juga menjelaskan mengenai progress pembangunan Kawasan Ekonomi dan Industri Terpadu Bekasi, Karawang, Purwakarta (KEIT BEKAPUR). Menurutnya, dalam waktu dekat ini pihaknya akan membawa rencana pembangunan salah satu Kawasan Strategis Nasional ini ke tahap Rapat Terbatas (Ratas) bersama Presiden Joko Widodo.
“Jadi ini tadi adalah salah satu proyek strategis nasional, kita kerjasama juga dengan Kadin untuk buat studinya ini, dan kebetulan sudah final dan siap kita bawa ke Ratas untuk segera kita mulai,” ujar Menko Luhut.
Nantinya apabila sudah beroperasi, KEIT BEKAPUR akan dikelola oleh suatu Badan Otorita (BO) atau Badan Layanan Umum (BLU). Pembentukan BO atau BLU ini ditujukan untuk meningkatkan produktivitas kawasan ini yang saat ini diisi oleh 23 kawasan industri (4154 industri).
“14% GDP nasional dari sini, ada 23 kawasan industri dan 1,6 juta tenaga kerja disana, Pelabuhan Patimban akan hadir terintegrasi disini, ada Bandara Kertajati juga sebagai International Airport, nah kita mau Industri mobil listrik itu juga ada disana, jadi industri-industri akan kita fokuskan disana dikarenakan hampir 60 persen industri kita ada disana,” jelasnya.
Adapun, pembangunan Pelabuhan Patimban memang ditujukan untuk mengurangi beban proses bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok yang selama ini menjadi sentral dari industri-industri di Pulau Jawa bagian Barat.
“Tanjung Priok akan mengurus di wilayah selatan saja, ini akan berpengaruh besar pada beban yang ditanggung Tanjung Priok selama ini, dan Pelabuhan Cilegon akan menangani industri-industri di sekitar Banten. Kalau ini berjalan, kita pasti akan lebih efisien cost nya, sebenarnya ini salah satu capaian strategis yang sangat luar biasa,” terang Menko Luhut.
Pembangunan Pelabuhan Patimban sendiri akan mulai pada tahap ground breaking pada tahun ini, diperkirakan pada bulan Maret tahun depan akan masuk pada tahap I.
Incenerator di DAS Citarum
Menko Luhut pun menyatakan, untuk progress program revitalisasi Sungai Citarum terus menunjukkan kemajuan. Pemerintah, lanjut Menko Luhut juga berencana untuk menempatkan incinerator (alat pembakar sampah yang dioperasikan dengan menggunakan teknologi pembakaran pada suhu tertentu, sehingga sampah dapat terbakar habis, diperkirakan sebesar 95-96 persen volume sampah akan berkurang).
“Citarum terus kita tangani, dana sudah beres dan Satgas Citarum betul-betul diberdayakan, dampaknya akan lebih cepat proses Revitalisasi Sungai Citarum, nanti akan ada incenarator untuk penanganan sampah di sana,” ujarnya.
Menko Luhut pun kembali menegaskan kepada perusahaaan-perusahaan yang tidak membangun Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL), dirinya mengatakan akan mempidanakan perusahaan-perusahaan di sepanjang DAS Citarum apabila masih membandel tersebut. “Perusahaan-perusahaan itu tidak perlu kita tutup tetapi kita wajibkan siapkan IPAL, kalau tidak maka akan kita pidanakan,” tegasnya.
Menko Luhut menegaskan bahwa komponen utama penentu ongkos produksi mobil listrik adalah baterai. “Mobil listrik kuncinya di baterai,kalau kita sudah bikin murah teknologinya, maka mobil listriknya bisa lebih murah. Jadi cost untuk mesin kurang,” tuturnya.
Terkait hal tersebut, lanjutnya, Indonesia memiliki potensi yang besar untuk membuat baterai litium sendiri. “Ini bisa kita buat. Nah inilah kelebihan kita, punya baterai ini. Di negara lain masih susah,” bebernya.
Dengan potensi itu, Menko mengatakan bahwa pemerintah tidak ingin lagi mengekspor biji nikel seperti yang sebelumnya terjadi di Indonesia. “Sekarang kita ngga ingin ekspor lagi nikel. Kita berpuluh-puluh tahun ekspor nikel, sekarang kita mau bikin dalam negeri semua dengan turunannya,” katanya.
Komitmen pemerintah itu menurut Menko Luhut telah diimplementasikan dalam bentuk pemberian izin investasi bagi Tsingshan group, perusahaan stainless steel asal Tiongkok, untuk memproduksi baterai litium di Morowali, Sulawesi Tengah. “Kita mau jadi global player (pemain global), kita yang atur diri kita bukan orang lain,”tukasnya.
Proyek ini, menurut Menko Luhut, peletakkan batu pertamanya akan dilakukan pada tanggal 11 Januari mendatang. Menjawab pertanyaan media mengenai kekhawatiran sejumlah pihak terkait tenaga kerja asing yang akan masuk seiring dengan pembukaan keran investasi, Menko mengatakan tidak perlu dikhawatirkan.
“Untuk awal, ya kita bolehkan mereka memakai tenaga dari negara tersebut selama maksimal 4 tahun, tapi kita minta mereka harus bangun politeknik untuk gantikan tenaga asing itu,” katanya. Menko mencontohkan Kawasan Industri Terpadu Morowali yang telah memiliki Politeknik sendiri dengan pengajar dari ITB serta praktek langsung di pabrik. “Lalu, peneliti kita juga kita minta dilibatkan dalam produksi baterai litium agar ada transfer teknologi,” tegasnya.
Keit Bekapur
Menko Luhut juga menjelaskan mengenai progress pembangunan Kawasan Ekonomi dan Industri Terpadu Bekasi, Karawang, Purwakarta (KEIT BEKAPUR). Menurutnya, dalam waktu dekat ini pihaknya akan membawa rencana pembangunan salah satu Kawasan Strategis Nasional ini ke tahap Rapat Terbatas (Ratas) bersama Presiden Joko Widodo.
“Jadi ini tadi adalah salah satu proyek strategis nasional, kita kerjasama juga dengan Kadin untuk buat studinya ini, dan kebetulan sudah final dan siap kita bawa ke Ratas untuk segera kita mulai,” ujar Menko Luhut.
Nantinya apabila sudah beroperasi, KEIT BEKAPUR akan dikelola oleh suatu Badan Otorita (BO) atau Badan Layanan Umum (BLU). Pembentukan BO atau BLU ini ditujukan untuk meningkatkan produktivitas kawasan ini yang saat ini diisi oleh 23 kawasan industri (4154 industri).
“14% GDP nasional dari sini, ada 23 kawasan industri dan 1,6 juta tenaga kerja disana, Pelabuhan Patimban akan hadir terintegrasi disini, ada Bandara Kertajati juga sebagai International Airport, nah kita mau Industri mobil listrik itu juga ada disana, jadi industri-industri akan kita fokuskan disana dikarenakan hampir 60 persen industri kita ada disana,” jelasnya.
Adapun, pembangunan Pelabuhan Patimban memang ditujukan untuk mengurangi beban proses bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok yang selama ini menjadi sentral dari industri-industri di Pulau Jawa bagian Barat.
“Tanjung Priok akan mengurus di wilayah selatan saja, ini akan berpengaruh besar pada beban yang ditanggung Tanjung Priok selama ini, dan Pelabuhan Cilegon akan menangani industri-industri di sekitar Banten. Kalau ini berjalan, kita pasti akan lebih efisien cost nya, sebenarnya ini salah satu capaian strategis yang sangat luar biasa,” terang Menko Luhut.
Pembangunan Pelabuhan Patimban sendiri akan mulai pada tahap ground breaking pada tahun ini, diperkirakan pada bulan Maret tahun depan akan masuk pada tahap I.
Incenerator di DAS Citarum
Menko Luhut pun menyatakan, untuk progress program revitalisasi Sungai Citarum terus menunjukkan kemajuan. Pemerintah, lanjut Menko Luhut juga berencana untuk menempatkan incinerator (alat pembakar sampah yang dioperasikan dengan menggunakan teknologi pembakaran pada suhu tertentu, sehingga sampah dapat terbakar habis, diperkirakan sebesar 95-96 persen volume sampah akan berkurang).
“Citarum terus kita tangani, dana sudah beres dan Satgas Citarum betul-betul diberdayakan, dampaknya akan lebih cepat proses Revitalisasi Sungai Citarum, nanti akan ada incenarator untuk penanganan sampah di sana,” ujarnya.
Menko Luhut pun kembali menegaskan kepada perusahaaan-perusahaan yang tidak membangun Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL), dirinya mengatakan akan mempidanakan perusahaan-perusahaan di sepanjang DAS Citarum apabila masih membandel tersebut. “Perusahaan-perusahaan itu tidak perlu kita tutup tetapi kita wajibkan siapkan IPAL, kalau tidak maka akan kita pidanakan,” tegasnya.
(akr)