Bahan Bakar Gas Didorong untuk Memacu Pertumbuhan Ekonomi

Kamis, 13 Desember 2018 - 15:41 WIB
Bahan Bakar Gas Didorong untuk Memacu Pertumbuhan Ekonomi
Bahan Bakar Gas Didorong untuk Memacu Pertumbuhan Ekonomi
A A A
PENGEMBANGAN kendaraan berbahan gas dengan memanfaatkan gas bumi terus dilakukan. Meskipun terkendala infrastruktur yang minim, penggunaan energi baik ini terus di dorong karena memberikan banyak memberikan manfaat.

Antrean mobil dan bajaj terlihat mengular di sebuah stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) di kawasan Ketapang, Jakarta Pusat.

Satu per satu kendaraan yang antre dilayani dengan cepat di bawah terik matahari yang menyengat. Pengisian Bahan Bakar Gas (BBG) ke dalam kendaraan tak membutuhkan waktu lama, sekitar tiga hingga lima menit tergantung tekanan gas.

Di Jakarta, selain SPBG Ketapang milik PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), masih ada beberapa SPBG tersebar di beberapa wilayah. Diantaranya SPBG Ancol, SPBG Klender, SPBG Pondok Ungu, Mobile Refueling Unit (MRU) Monas, dan MRU Grogol, yang semuanya milik PGN.

Ada juga SPBG-SPBG yang dikelola badan usaha lainnya yang tersebar di Jakarta, Depok, hingga Bogor. Kusno (52), pengemudi taksi Bluebird tampak sabar menunggu antrean mobilnya diisi gas. Pria asal Malang, Jawa Timur, ini mengungkapkan, dalam sehari dia melakukan pengisian dua kali di SPBG.

Rata-rata setiap mengisi gas, Kusno harus merogoh kocek Rp48 ribu. Total dalam sehari, Kusno mengeluarkan biaya pengisian gas Rp96 ribu.

‘’Dibandingkan dengan menggunakan premium, biayanya Rp160 ribu. Itu jika premiumnya ada, kadang diisi Pertalite kan menjadi lebih mahal lagi. Menggunakan BBG sudah pasti sangat hemat,” ungkapnya.

Selain hemat, mobil berbahan bakar gas yang di kemu dikannya juga irit. “Jarak tempuhnya juga lebih jauh,” ujarnya. Meskipun harus menyetor Rp580 ribu setiap hari pada perusahaannya, namun Kusno mengaku masih mendapatkan uang lebih yang besar.

“Kalau untuk mobil yang BBM setorannya Rp525 ribu, tapi kadang tidak ada yang bisa dibawa pulang. Kalau mobil gas, meskipun setorannya lebih besar, tapi selalu ada sisa uang yang bisa dibawa pulang,” kata pria yang bermukim di belakang pool Bluebird Cengkareng itu.

Selain memberikan manfaat bagi user (pengguna), penggunaan bahan bakar gas dinilai membantu program pemerintah untuk mengurangi subsidi energi. “Sebaiknya subsidi BBM dialihkan untuk pendidikan, kesehatan, atau menambah SPBG supaya gampang isi gas,’’ harap Kusno.

Sebagai langkah nyata mendukung program peme rintah untuk mengonversi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG), PGN terus memperkuat infrastruktur gas di Tanah Air. Salah satunya, melalui anak usahanya PT Gagas Energi Indonesia, PGN menyediakan GasKu.

GasKu merupakan gas bumi andal dengan komposisi yang optimal guna memenuhi kebutuhan gas untuk sektor transpor tasi. GasKu sudah digunakan oleh operator taksi, bajaj, bus Transjakarta, maupun kendaraan dinas pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

GasKu saat ini ada di stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) dan Mobile Refueling Unit (MRU) PGN yang tersebar di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung, hingga Batam.

Menurut Operation and Commerce Director PT Gagas Energi Indonesia Dian Kuncoro, untuk memenuhi kebutuhan BBG, saat ini total SPBG yang sudah dibangun dan dioperasikan ada 12 unit tersebar di Batam, Lampung, Serang, Cilegon, Jakarta, Bogor, Sukabumi, Pondok Ungu, Bekasi, Ancol, Surabaya, dan Klender.

“Juga ada lima MRU di Bandung, Gresik, Monas, Bogor, satu lagi stand by untuk backup jika terjadi masalah di MRU lainnya,” katanya kepada Koran SINDO. Saat ini, pasokan BBG untuk transportasi sudah mencapai 1 MMSCFD (juta kaki kubik per hari) di semua SPBG milik PGN.

‘’Per hari total ada 500 kendaraan yang mengisi di SPBG kami,” ungkapnya. Pelanggan gas PGN untuk sektor transportasi saat ini tersebar di Jakarta, Bekasi, Bogor, Sukabumi, dan Surabaya.

Sementara untuk operator taksi yang sudah menggunakan BBG dari PGN, diantaranya Bluebird, O-Renz di Surabaya, juga taksi bandara di Lampung dan Batam yang dikelola Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Sebagai energi baik dan ramah lingkungan, BBG mendatangkan penghematan besar untuk biaya operasional kendaraan.

Karena itu, sudah saatnya masyarakat beralih menggunakan BBG. Sebab selain membantu pemerintah dalam mengurangi beban subsidi energi, penggunaan BBG menunjukkan kepedulian terhadap kelestarian lingkungan. Untuk menggunakan BBG juga tidak sulit karena hanya menambahkan converterkit di kendaraan.

“Harga BBG di Jabodetabek Rp3.100 per liter setara premium dan di luar Jabodetabek ada yang Rp4.500, kalau dibandingkan dengan premium Rp6.500 tentu penghematannya besar. Nah, jika pemilik mobil menggunakan Pertamax, tentu dengan beralih ke BBG ongkos yang dikeluarkan hanya sepertiganya,” ujar Dian.

Saat ini penggunaan BBG memang baru sebatas pada sektor transportasi umum dan belum menyentuh pada pemilik mobil pribadi. Padahal, populasi mobil pribadi merupakan terbesar di Indonesia. Dari catatan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil nasional pada 2017 mencapai 1,079 juta unit.

Dari jumlah itu, sekitar 50-55% merupakan kendaraan penumpang. Tahun ini Gaikindo memproyeksikan penjualan mobil nasional di atas 1 juta unit. Jika separuh dari mobil-mobil tersebut menggunakan BBG, tentu penghematan yang diperoleh sangat besar. Belum lagi jika mobil-mobil komersial seperti truk dan pikap juga menggunakan BBG.

“Memang yang masih menjadi tantangan adalah bagaimana masyarakat memiliki kesadaran mau menggunakan BBG. Jika menge luarkan dana Rp20 juta untuk mengganti aksesori mobil saja tidak perlu berpikir panjang, kenapa hanya Rp10 juta untuk pasang converterkit masih ragu, padahal penghema tannya luar biasa besar,” kata Dian.

PGN terus melakukan terobosan dan memastikan penggunaan gas bumi sebagai sumber energi ramah lingkungan semakin masif. PGN melalui Gagas Energi Indonesia juga meluncurkan 32 unit Gaslink Truck yang sepenuhnya menggunakan gas bumi sebagai bahan bakarnya.

Peluncuran Gaslink ini diharapkan agar masyarakat semakin tahu manfaat gas bumi sebagai sumber energi yang ramah lingkungan dan efisien. Mengutip siaran resmi PGN, Direktur Komersial PT PGN Tbk.

Danny Praditya mengatakan, peluncuran 32 unit Gaslink Truck berbahan bakar gas bumi ini merupakan wujud keseriusan PGN Group melayani para pelanggan di luar jaringan pipa gas bumi.

Gaslink merupakan produk compressed natural gas (CNG) yang menggunakan teknologi Gas Transportation Module (GTM) dikembangkan PT Gagas Energi Indonesia. Gaslink adalah solusi penyediaan gas bumi untuk lokasi yang tidak terjangkau atau tanpa jaringan pipa distribusi gas bumi.

Sebanyak 32 unit Gaslink Truck ini akan digunakan untuk memaksimalkan penjualan Gaslink di tiga wilayah operasional PT Gagas Energi Indonesia, di antaranya Regional I (Jakarta, Bekasi, Bogor, Sukabumi, Purwakarta, Bandung, Serang, Cilegon Lampung), Regional II (Jatim, Semarang, DIY), dan Regional III (Pekanbaru dan Batam).

Menurut Danny, Gaslink Truck dapat menghadirkan efisiensi penggunaan solar sekitar 140.000 liter per tahun atau setara dengan penghematan sebesar 50 %. “Ini merupakan salah satu upaya kami mengoptimalkan energi baik PGN sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan,” katanya.

Apalagi hingga 2029, berdasarkan catatan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Indonesia masih berada pada masa surplus gas. Hal ini terjadi lantaran serapan gas tidak setinggi yang diproyeksikan.

Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam menilai, penggunaan gas bumi yang merupakan energi baik perlu ditingkatkan. Sebab pemanfaatan gas untuk kendaraan bermotor masih minim.

“Gas itu luar biasa hemat dan juga ramah lingkungan, tidak menimbulkan polusi. Selain itu, juga memberikan dampak ekonomi yang besar. Dari penghematan subsidi BBM, juga penghematan ongkos operasional kendaraan,” katanya.

Menurut Bob, Indonesia tertinggal dibandingkan Malaysia dan Thailand dalam penggunaan gas untuk sektor transportasi dan kendaraan pribadi. Padahal, baik Indonesia, Thailand, maupun Malaysia, sudah mencanangkan program konversi BBM ke gas sejak 10 tahun lalu.

“Namun Thailand dan Malaysia sudah jalan lebih dulu. Bahkan di Malaysia sekarang taksi dengan unit Toyota Kijang Innova sudah menggunakan BBG,” ungkap Bob kepada Koran SINDO.

TMMIN, kata dia, sudah lama melakukan pengkajian prototipe mobil berbahan bakar compressed natural gas (CNG) untuk menekan penggunaan BBM. Sayangnya, beberapa tantangan masih dihadapi untuk melakukan produksi massal mobil BBG.

Salah satunya regulasi pemerintah yang belum menetapkan sejumlah ketentuan, seperti regulasi keamanan, keselamatan, dan regulasi teknis lainnya. Saat ini TMMIN telah menggunakan BBG jenis CNG di truk-truk operasionalnya.

“Paling penting dan harus menjadi perhatian para stakeholder adalah infrastruk turnya. Untuk mobil bisa di produksi, tapi harus dipikirkan jangan sampai mengisi BBG-nya di lokasi yang jauh,” ujar Bob.

Peningkatan penggunaan gas bumi untuk kendaraan juga akan menekan biaya logistik. Sebab, salah satu komponen biaya logistik yang menyumbangkan biaya besar adalah bahan bakar yang mencapai 30%.

Jika gas bumi juga diguna kan untuk angkutan laut, tentu biaya logistik nasional akan berhasil ditekan lebih murah lagi. Sehingga penghematan dari penggunaan gas bumi sebagai energi baik akan diperoleh di banyak sektor. Tentunya hal ini akan mendorong pertumbuhan perekonomian nasional.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6182 seconds (0.1#10.140)