Bangun Gedung Mapolda NAD, Kemenkeu Belum Bayar ke Kontraktor

Jum'at, 21 Desember 2018 - 11:31 WIB
Bangun Gedung Mapolda...
Bangun Gedung Mapolda NAD, Kemenkeu Belum Bayar ke Kontraktor
A A A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani tidak hadir memenuhi panggilan Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) kemarin, ketika Sri Mulyani diminta datang ke PN Jaktim untuk pertemuan Aanmaning (teguran) terkait hak tagih pembayaran proyek pembangunan Mapolda Nangroe Aceh Darussalam (NAD) senilai Rp32,7 miliar.

Panggilan terhadap Sri Mulyani sudah kali ketiga. Namun hingga kini Sri Mulyani atau pihak Kemenkeu tidak pernah hadir. H. Raditya Yosodiningrat, SH, MH. dari Kantor Law Firm Henry Yosodingrat & Partners, selaku Kuasa Hukum PT Elva Primandiri mengatakan, penggilan terhadap Sri Mulyani terkait dengan pembangunan gedung Mapolda NAD yang dikerjakan perusahaan kontraktor PT Elva Primandiri namun hingga kini belum dibayar.

Biaya pembangunan Mapolda NAD senilai Rp32,7 Miliar dimana proses pembangunan juga sudah selesai 10 tahun yang lalu. "Tagihan pembangunan Mapolda NAD II, sudah berjalan sekitar 10 tahun, hingga kini pihak Kementerian Keuangan belum juga membayar kewajibannya kepada pihak kontraktor. Padahal gedung yang berdiri megah, sudah selesai dibangun pada tahun 2007," ujar H. Radhitya Yosodiningrat, SH, MH di PN Jakarta Timur.

Radhitya menuturkan, pihak PT Elva Primandiri sudah berupaya menagih uang pembangunan Gedung Mapolda NAD II kepada pihak kementerian keuangan. Upaya ini sudah dilakukan beberapa kali dengan mendatangi langsung ke kantor yang dipimpin Sri Mulyani. Namun, usahanya itu tak berjalan mulus.

Pihak Kementerian Keuangan yang diwakili Biro Hukumnya selalu memberikan jawaban tak memuaskan dan terkesan menghindar. Dampak dari penundaan pembayaran itu, kata Radhitya, membuat para supplier, dan pihak perbankan yang ikut membiayai pembangunan Mapolda NAD terus menagih utangnya. Bahkan, dirinya sampai mendapat ancaman dan teror karena memiliki utang yang 10 tahun belum dibayarkan.

Sebelumnya, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan nomor perkara 582/Pdt.G/2011/PN. Jkt.Tim yang menghukum Kementerian Keuangan, dahulu bernama Satuan Kerja Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) NAD-Nias (tergugat I), dan Polri (tergugat II) secara tanggung renteng membayar kewajibannya kepada PT Elva Primandiri sebesar Rp 32.768.097.081.

Putusan ini kemudian diperkuat dengan terbitnya putusan Pengadilan Tinggi Jakarta nomor perkara 527/PDT/2013/PT.DKI. Tak sampai disitu, putusan itu juga kembali diperkuat dengan terbitnya Putusan Kasasi Mahkamah Agung nomor 2483 K/PDT/2014. Selanjutnya, upaya hukum luar biasa atau Peninjauan Kembali (PK) yang diajukah oleh pihak tergugat bernomor perkara 601 PK/PDT/2017 kembali ditolak MA pada tanggal 19 Oktober 2017.

Namun Putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) hingga saat ini belum juga dijalankan oleh Kementerian Keuangan. Hal ini menunjukan Kementerian Keuangan telah melecehkan hukum atas putusan pengadilan tersebut, Juru sita PN Jaktim sudah melakukan teguran (Aanmaning) terhadap pihak tergugat untuk melaksanakan isi putusan.

Akan tetapi, teguran dari Pengadilan yang dilaksanakan pada tanggal 17 Oktober 2018 dan 13 Desember 2018, lagi-lagi pihak Kementerian Keuangan belum juga melaksanakan kewajibannya kepada PT Elva Primandiri.

Lebih lanjut ditambahkan Radhitya, atas mangkirnya Menteri Keuangan dari tiga kali pemanggilan PN Jaktim, pihaknya juga sudah melaporkan hal ini ke Ombudsman. "Dengan alasan Menteri Keuangan dan Kementerian Keuangan telah mengabaikan kewajiban hukumnya yaitu: tidak melaksanakan Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap," demikian papar Radhitya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0808 seconds (0.1#10.140)