Kilas Balik IHSG 2018: Banyak Terpengaruh Sentimen Global
A
A
A
JAKARTA - Kilas balik pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang tahun 2018 tidak dipungkiri terimbas oleh berbagai sentimen, baik dari dalam maupun global. Namun, tampaknya IHSG lebih banyak terpengaruh oleh sentimen global.
Analis Senior CSA Research Institute, Reza Priyambada, mengatakan hingga akhir November 2018, IHSG justru tercatat turun sebanyak 4,71% secara year on year (YoY). Sentimen dari global, terutama dari AS mempengaruhi seluruh bursa saham global.
"Tak terkecuali IHSG yang turut terpengaruh sentimen global tersebut. Beberapa sentimen utama yang mempengaruhi pergerakan IHSG antara lain keputusan The Fed yang telah menaikan suku bunga acuannya," ujarnya di Jakarta, Rabu (26/12/2018).
Reza menjelaskan, berbagaikomentar maupun cuitan twitter Presiden AS Donald Trump dalam menanggapi pemerintahan maupun kondisiekonomi AS turut mempengaruhi. Juga masih adanya potensi perang dagang antara AS dan China, hingga kondisi di Eropa.
Sementara, Reza menjelaskan, kondisi di dalam negeri relatif masih terjaga atau tidak terlalu buruk meski dibarengi rilis negatif dari defisit neraca pembayaran dan perdagangan. Selain itu, ada melemahnya nilai tukar rupiah.
"Adapun berbagai kondisi internal tersebut dapat dikatakan merupakan imbas dari global. Imbas dari global tersebut mempengaruhi pergerakan dari nilai tukar rupiah yang berujung pada pelemahan," katanya.
Selain itu, lanjut Reza, banyaknya komentar negatif terkait dengan pengelolaan ekonomi Indonesia, dimana masih terdapat defisit neraca dan penambahan utang turut mempengaruhi pergerakan IHSG. Padahal, hal tersebut juga disebabkan konsumsi masyarakat Indonesia yang lebih banyak menggunakan barang impor.
"Juga masih besarnya ketergantungan ekspor Indonesia pada barang-barang mentah, baik berupa minyak dan gas bumi (migas) maupun berupa bahan bakar mineral dan minyak yang berasal dari hewan maupun tumbuhan. Untuk itu, pemerintah terus mengupayakan untuk melakukan perubahan ekspor dari berorientasikan komoditas menjadi barang-barang yang memiliki nilai tambah," tutur dia.
Menurutnya, upaya inipun tidak mudah dan perlu waktu untuk melakukan perubahan. Bahkan upaya pembentukan holding migas dan tambang terus diupayakan untuk menciptakan kemandirian pengolahan barang komoditas.
Analis Senior CSA Research Institute, Reza Priyambada, mengatakan hingga akhir November 2018, IHSG justru tercatat turun sebanyak 4,71% secara year on year (YoY). Sentimen dari global, terutama dari AS mempengaruhi seluruh bursa saham global.
"Tak terkecuali IHSG yang turut terpengaruh sentimen global tersebut. Beberapa sentimen utama yang mempengaruhi pergerakan IHSG antara lain keputusan The Fed yang telah menaikan suku bunga acuannya," ujarnya di Jakarta, Rabu (26/12/2018).
Reza menjelaskan, berbagaikomentar maupun cuitan twitter Presiden AS Donald Trump dalam menanggapi pemerintahan maupun kondisiekonomi AS turut mempengaruhi. Juga masih adanya potensi perang dagang antara AS dan China, hingga kondisi di Eropa.
Sementara, Reza menjelaskan, kondisi di dalam negeri relatif masih terjaga atau tidak terlalu buruk meski dibarengi rilis negatif dari defisit neraca pembayaran dan perdagangan. Selain itu, ada melemahnya nilai tukar rupiah.
"Adapun berbagai kondisi internal tersebut dapat dikatakan merupakan imbas dari global. Imbas dari global tersebut mempengaruhi pergerakan dari nilai tukar rupiah yang berujung pada pelemahan," katanya.
Selain itu, lanjut Reza, banyaknya komentar negatif terkait dengan pengelolaan ekonomi Indonesia, dimana masih terdapat defisit neraca dan penambahan utang turut mempengaruhi pergerakan IHSG. Padahal, hal tersebut juga disebabkan konsumsi masyarakat Indonesia yang lebih banyak menggunakan barang impor.
"Juga masih besarnya ketergantungan ekspor Indonesia pada barang-barang mentah, baik berupa minyak dan gas bumi (migas) maupun berupa bahan bakar mineral dan minyak yang berasal dari hewan maupun tumbuhan. Untuk itu, pemerintah terus mengupayakan untuk melakukan perubahan ekspor dari berorientasikan komoditas menjadi barang-barang yang memiliki nilai tambah," tutur dia.
Menurutnya, upaya inipun tidak mudah dan perlu waktu untuk melakukan perubahan. Bahkan upaya pembentukan holding migas dan tambang terus diupayakan untuk menciptakan kemandirian pengolahan barang komoditas.
(ven)